Tiga Belas

13 11 5
                                    

|| Jika Kamu Benar-benar mencintaiku, maka kau akan mempercayaiku. || 

Dia merasa dunia sudah tak lagi membersamai, senyuman yang selalu menyinarinya telah hilang dari kehidupannya. Tak ada semangat untuk melanjutkan hari-harinya, bahkan sang ayah pun semakin lama  keadaannya semakin memburuk. Melihat kondisi putri tercinta sangat mengkhawatirkan dan bagi Dito, Cahaya adalah separuh hidupnya. Apabila Cahaya tengah terpuruk, maka Dito pun akan ikut merasakannya. 

Semenjak kejadian itu, Cahaya lebih sering melamun membayangkan detik-detik peristiwa menyedihkan tempo hari. Sekali lagi, dia sangat meyakini bahwa dirinya tidaklah salah. Ada seseorang yang memanipulasi vidio itu, dalam kondisi seperti ini, Cahaya hanya menjadi korban atas perilaku seseorang yang tak mau bertanggung jawab. 

"Duh, rasanya enggak enak sekali kek begini. Apa gue keluar aja, ya, dari sekolah? Kalaupun ia, itu tandanya gue ngalah dong," gumam Cahaya seorang diri, di tengah-tengah kesendiriannya. 

Dua hari berturut-turut, Cahaya seperti tak menemukan tujuan hidupnya. Duduk seorang diri tanpa ada seseorang yang menemaninya. Semua orang menjauhinya dan menganggap dia sebagai seorang gadis tidak baik. Hal itu menjadi kesempatan terbesar bagi Cassandra dan genknya untuk mereka membulinya habis-habisan. 

"Gue mau ngomong sesuatu, sama lo, Cahaya," seru seseorang yang tiba-tiba sudah ada di depannya. Dia mendongakkan kepalanya menatap ke arah si pemilik suara, Bintang. Lantas gadis itu berdiri dan membetulkan pakaiannya, menghapus air mata. "Enggak usah sok bersedih  deh! Bukannya ini yang lo mau?" 

"Bintang, hai! Apa kab---" 

"Enggak usah deket-deket, gue ke sini cuma mau bilang kita putus! Makasih buat semuanya," potong Bintang cepat. Pemuda itu pun pergi tanpa mengucapkan kata 'pamit' pada Cahaya. 

Seperti petir yang menggelegar di siang hari, perkataan Bintang mampu membuat hati seorang Cahaya hancur berkeping-keping. Dia mengejarnya, maksud hati ingin bertanya apa salahnya. Namun, yang di dapat justru hanyalah umpatan-umpatan belaka. 

"Bintang, gue mohon, tolong dengerin penjelasan gue kali ini aja! Itu semua enggak seperti apa yang lo pikirin, malam itu gue dijebak, Bintang," lirihnya,  mencoba menjelaskan segalanya. 

"Apa? Lo bilang dijebak? Oh, pinter banget, ya ngelesnya. Sekalinya pe***, selamanya akan menjadi seperti itu, paham!" bentak Bintang sembari mendelik. 

Bulir-bulir di matanya jatuh, hatinya rapuh, jiwanya melayang seiring dengan kata-kata kasar yang dilontarkan oleh Bintang kepadanya. Pemuda itu mengabaikannya. Cahaya tak kehabisan akal, dia berteriak mengeluarkan tenaganya dan berjanji jika dirinya akan membuktikan kalau dia  sama sekali tidaklah salah. 

Langkahnya terhenti seketika mendengar teriakan Cahaya, dia  menoleh ke belakang terdiam sambil memandangnya, kemudian setelah itu melanjutkan lagi perjalanannya. "Argh!" seru Cahaya seorang diri, sepeninggal Bintang. Orang-orang melemparinya dengan sampah, gulungan kertas dan berbagai macam benda lainnya. 

Tidak hanya hal itu saja, celetukan-celetukan kasar pun terucap dari mulut mereka. Lengkap sudah penderitaannya. 

Sepanjang mata pelajaran berlangsung hingga akhir, tetesan air di wajahnya tak pernah berhenti keluar membasahi pipi tirusnya. Reina yang melihat kondisi Cahaya, merasa iba dan tak tega membiarkannya harus berada dalam kondisi seperti itu. 

Sepulang sekolah dia berencana ingin mengajak Cahaya berbicara empat mata. 

Gue harus bisa buktiin ke semua orang kalau gue enggak salah, ini pasti ada yang menjebak gue, batinnya menggumam.

Cahaya & Bintang  [ Telah Terbit☑ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang