bladzijde 4

1.4K 316 61
                                    

Kedua tangan Aksara benar-benar tidak bisa bergerak saat Mika menyeretnya ke kamar mandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua tangan Aksara benar-benar tidak bisa bergerak saat Mika menyeretnya ke kamar mandi. Bahkan Aksara tak mampu melawan saat bagaimana air dingin itu secara perlahan membasahi tubuhnya.

Tadi, saat Aksara pulang, Mika langsung menyambut anak itu dengan wajah mendung. Wajah penuh amarah. Dan wajah yang salalu Aksara saksikan selama enam belas tahun hidupnya.

Mungkin Mika sudah mendengar semuanya dari orang lain. Kebetulan sekali, rumah Bagas berada di sampingnya. Mungkin saja, ibunya Bagas yang memberitahu Mika atas kejadian yang menimpa Aksara.

"Anak nggak tau diuntung! Hanya bisa membuat malu!" Malam itu, Mika terisak, selagi tangannya terus mengguyur tubuh Aksara dengan air.

"Maafin Aksara, Bu." Sudah tak terhitung berapa kali Aksara bergumam demikian. Ia bahkan sampai tersedak oleh air.

"Saya menyesal karena mengizinkan mendiang suami saya membawa kamu pulang! Menyesal, karena suami saya rela mati demi kamu!"

Kebencian Mika pada Aksara memiliki sebuah alasan. Itu karena kejadian beberapa tahun silam. Tahun dimana, suaminya pergi untuk selamanya.

Aksara menutup telinga kuat-kuat. Ia tidak ingin mendengar kata-kata itu keluar dari mulut ibunya.

"Seharusnya kamu saja yang mati! Kenapa justru suami saya? Kenapa, Aksara?!"

Nafas Mika memburu. Wanita itu kemudian membuang gayung yang sedang ia genggam.

"Kamu sudah mengecewakan saya. Sangat. Saya tidak pernah mengajarkan kamu untuk menjadi seorang pencuri." Nada suara Mika melunak. Namun isakannya tetap menjadi melodi yang paling menyakitkan untuk Aksara.

Dengan susah payah, Aksara meraih kaki ibunya. Ia peluk kaki wanita itu sembari menggumamkan ribuan maaf. "Maafin, Aksara, Bu. Maafin Aksara."

Aksara tahu, ribuan maaf darinya tidak akan mengobati luka hati Mika. Tidak akan mengembalikan ayahnya juga. Tapi ia benar-benar sangat menyayangi Mika, seperti ibu kandungnya.

Mika terisak, ia hempas tubuh Aksara sampai anak itu membentur dinding. Lalu dengan tatapan dingin, Mika kembali mengguyur tubuh Aksara sampai anak itu menggigil.

"Ini untuk luka saya!"

Satu guyuran air penuh membuat Aksara tersedak.

"Ini untuk kematian suami saya!"

Lagi, guyuran air dingin itu kali ini membuat Aksara membuka mulutnya untuk bernafas.

"Dan ini ... untuk semua rasa malu saya, karena memiliki putra seperti kamu."

Terkahir, akhirnya Aksara luruh. Ia meringkuk di lantai kamar mandi yang dingin.

"Ampun, maafin Aksara. Aksara janji nggak akan buat Ibu malu lagi." Di sisa kesadaran itu, Aksara tuturkan maaf.

Swastamita (re-publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang