bladzijde 18

584 140 21
                                    

Aksara masih belum bisa memahami apa yang terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aksara masih belum bisa memahami apa yang terjadi. Jadi anak itu hanya menatap Alvarendra, Cakra dan Jihan secara bergantian. Ketiga wajah yang lebih tua terlihat sendu dan frustasi. Terutama Alvarendra dan Jihan.

Kemudian Aksara menatap pintu ruang UGD yang masih tertutup rapat sejak ia tiba di sini bersama Cakra. Di dalam sana, Tante Kirana tengah berjuang. Aksara gatal, ingin sekali bertanya sebenarnya apa yang terjadi dengan Tante Kirana. Namun melihat bagaimana suasana hati ketiganya, Aksara tidak berani membuka suara.

"Kamu pasti bingung, ya?"

Alvarendra tiba-tiba membuka suara. Membuat Aksara sedikit tersentak kaget. Anak itu buru-buru mengalihkan pandangan pada Alvarendra yang duduk di sebelah kanannya.

"Maksud Kakak?"

"Iya. Kamu pasti bingung, 'kan, sama apa yang terjadi? Kamu mau denger suatu cerita, nggak? Tapi kamu harus janji dulu sama Kakak. Kamu nggak boleh benci sama Tante Kirana atau pun Tante Ajeng. Kamu boleh benci Kakak, tapi kamu jangan benci mereka berdua." ucap Alvarendra.

"Ini maksudnya apa, sih? Kenapa aku harus marah?" Wajah Aksara benar-benar memperlihatkan bahwa anak itu tengah bingung dengan ucapan Alvarendra.

Jihan yang duduk di sebelah kiri Aksara, lantas mengusap bahu anak itu untuk menenangkan.

"Kamu mau tau nggak, kenapa Kakak dan semua orang di sini sayang banget sama kamu?" Akhirnya Alvarendra kembali membuka suara. Kali ini Alvarendra sudah benar-benar yakin ingin memberitahu semuanya pada Aksara. Lebih baik Aksara tahu dari mulutnya, dari pada harus mendengar dari mulut orang lain.

Aksara diam sejenak. Namun beberapa detik setelahnya, anak itu menganggukkan kepala. "Aku memang pengin banget tanya hal ini ke Kakak. Tapi aku nggak cukup berani."

Alvarendra tersenyum miris. Kepalanya menunduk, menatap lantai yang tengah ia pijak. "Karena kamu mirip dengan seseorang, Aksara. Seseorang yang telah pergi, seseorang yang sangat berharga bagi kami." Ada denyut menyakitkan yang Alvarendra rasakan di dalam dadanya, saat bagaimana ia harus mengungkit luka lama.

Aksara masih bungkam. Anak itu tidak akan membuka suara sampai Alvarendra menyelesaikan ceritanya. Walau ia sedikit terkejut dengan itu semua.

"Awalnya, Kakak melihat kamu sebagai sosok itu. Kakak bukan melihat kamu sebagai Aksara, tapi sebagai orang lain. Maafin Kakak. Ini kesalahan Kakak. Tapi sekarang Kakak sadar, Sa, bahwa kamu itu tetap Aksara. Bahwa kamu dan dia adalah dua orang berbeda. Inget, kamu boleh marah sama Kakak, tapi kamu nggak boleh marah sama mereka semua."

Jadi, itu alasannya?

Sekarang Aksara mengerti. Mengerti mengapa Alvarendra begitu melindunginya. Jujur saja, hatinya sedikit kecewa. Akan tetapi, Aksara tidak bisa melimpahkan kesalahan ini pada Alvarendra. Bagaimana pun, Aksara sudah terlanjur nyaman dengan ini semua.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Swastamita (re-publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang