bladzijde 5

1.4K 269 26
                                    

"Jadi, dia yang namanya Aksara?" suara seseorang bergumam kala melihat sosok Aksara baru saja melintas bersama Noval dan Dilo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, dia yang namanya Aksara?" suara seseorang bergumam kala melihat sosok Aksara baru saja melintas bersama Noval dan Dilo.

Seseorang itu dari sekolah lain, tepatnya sekolah yang bersebrangan dengan sekolah Aksara.

Cowok yang tadi bertanya, lantas menoleh menatap temannya. "Cih! Dia pasti tipe anak manja yang bakal kita kalahin terus langsung ngadu ke keluarganya." katanya dengan meremehkan.

Namun, sang teman nampak tidak setuju. "Dia nggak semanja itu, Hel. Yang gue tau, dia cuma tinggal sama ibunya. Setiap hari harus kerja. Jadi gue rasa, Aksara nggak termasuk tipe itu."

"Helion!!"

Cowok bernama Helion itu menoleh, melihat seorang guru datang membawa rotan panjang. Lantas Helion berdecak sebal, kemudian bangkit dari acara duduknya di bawah pohon dekat parkiran.

"Mau kemana kamu?! Bel sudah masuk, Helion, Raga!"

Dua orang yang sedang membicarakan Aksara tadi adalah Helion dan Raga. Kedua murid dari SMA Garda dan dua orang yang sempat adu baku hantam dengan Aksara.

Kedua cowok itu berlari, menaiki pagar guna menghindari amukan sang guru BK yang disegani satu sekolah.

Tak Helion dan Raga pedulikan pekikan kesal guru tersebut. Kini keduanya justru melangkah pergi dengan santai.

Di sekolah Aksara, bel baru saja berbunyi beberapa menit lalu. Aksara sendiri sudah duduk manis di kursi nya. Tak lupa, anak itu juga mengimbuhkan sebuah senyuman.

Pagi ini, Aksara nampak ceria sekali. Walau biasanya memang seperti itu. Tapi pagi ini berbeda. Bahkan Dilo dan Noval sempat bertanya-tanya tentang keadaan anak itu.

"Udah dong, Sa, senyumnya. Serem gue. Takut memang lo lagi ketempelan. Kita udah duduk di pojok belakang. Gue takut, kalau gue bakal jadi korban selanjutnya." kata Noval membuka suara.

Aksara yang sedang mengeluarkan buku dari dalam tas, lantas berhenti. Ia menoleh pada Noval. "Apaan banget! Lo pikir gue kesurupan?"

"Iya, lah. Dari tadi lo senyum terus gitu. Padahal nggak ada yang lagi senyum sama lo. Gimana gue nggak serem coba?"

"Senyum itu ibadah, Noval. Gue mau cari pahala yang banyak. Makanya gue mau senyum terus, itung-itung nambah pahala, 'kan?"

Benar, sih, tapi jika senyum terus tanpa henti, orang-orang pasti akan berpikir seperti Noval. Bahwa anak di sebelahnya ini sudah gila.

"Selamat pagi. Eum, Aksara, tadi saya mendapat amanah, katanya kamu di tunggu sama Pak Hanan di ruangan nya."

Noval hendak buka suara, namun suara guru mereka sudah terdengar lebih dulu.

Lantas, Aksara dan Noval saling pandang. Aksara menghela napas, ia mengangguk sopan kemudian pergi.

Pak Hanan adalah guru komite di sekolah mereka. Tanpa harus Aksara menebak, ia sudah tahu apa yang akan dibahas oleh Pak Hanan nanti.

Swastamita (re-publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang