bladzijde 8

1.2K 264 61
                                    

"Saya bayar segini dulu nggak pa-pa 'kan, ya, Pak?" Aksara menggigit bibir bawahnya ragu kala Pak Hanan mulai menghitung uang yang baru saja ia berikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya bayar segini dulu nggak pa-pa 'kan, ya, Pak?" Aksara menggigit bibir bawahnya ragu kala Pak Hanan mulai menghitung uang yang baru saja ia berikan.

"Iya nggak pa-pa, Aksara."

Dan jawaban Pak Hanan membuatnya menghembuskan napas lega. Setelah itu, ia hanya ingin buru-buru pergi dari ruangan ini. Setiap kali ia berada di sini, ia selalu merasakan tekanan yang tak dapat ia definisikan.

Bel pulang sudah berbunyi sejak ia meninggalkan area kelas. Dilo dan Noval juga pasti sudah tidak ada di sini. Mereka berdua tadi berkata akan berkumpul dulu dengan anak-anak dari sekolah lain.

Sebenarnya ia ingin bergabung dengan mereka, namun waktu tidak membuatnya leluasa. Sehabis ini ia harus bekerja.

Kakinya melangkah ringan menelusuri jalanan. Semenjak pertengkarannya dengan Alvarendra beberapa hari lalu itu, ia tidak pernah lagi melihat penampakan Alvarendra yang sedang menunggunya di gerbang sekolah.

Cowok yang lebih tua seolah menghindar juga. Ia kini menyadari, tidak bertemu Alvarendra atau pun Cakra terkadang membuat sudut hatinya kosong.

Ia sudah terlanjur bergantung pada mereka berdua. Dan mereka berdua juga selalu memberikan apa yang ia mau tanpa diminta.

"Aksara."

Tiba-tiba, suara seseorang memanggil namanya, membuatnya berhenti hanya untuk menoleh ke arah seorang wanita yang masih duduk di dalam mobil.

"Eh, Mbak kenal saya?" Tunjuk Aksara pada dirinya sendiri.

Wanita itu mengangguk, kemudian keluar dari mobil nya. "Bisa kita ngobrol sebentar? Sebentar saja."

Karena nada suara wanita ini sedikit memohon, Aksara mau tak mau menyetujui permintaannya. Lagipula, wanita ini tidak berniat jahat, sepertinya.

"Bisa kok bisa."

Kemudian wanita itu mengajaknya pergi ke sebuah cafe yang tidak jauh dari area sekolah. Mereka duduk berhadapan setelah menunggu pesanan datang.

Wanita itu tersenyum sejenak. Senyum lembut yang membuat Aksara terpana beberapa kali.

"Sebelum itu, saya mau jujur dulu sama kamu. Beberapa hari ini, saya sering mengikuti kamu diam-diam. Tolong jangan salah paham, saya nggak ada maksud jahat, kok. Saya cuma ingin kenal sama kamu." kata wanita itu.

"Tapi kenapa tiba-tiba, Mbak? Apa wajah saya seganteng itu, sampe-sampe Mbak naksir saya diem-diem?" Aksara mulai narsis.

Wanita itu tertawa. Kemudian mengulurkan tangan pada Aksara. "Kenalin, nama saya Jihan."

Buru-buru, Aksara sambut uluran tangan Jihan. Tidak sopan, membuat wanita secantik Jihan menunggu. Itu menurut Aksara.

"Oh, namanya Mbak Jihan. Eh, masa saya panggil Mbak? Panggil Kakak aja deh, biar lebih akrab gitu."

Swastamita (re-publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang