11. Menghangat

15 8 0
                                    

~Sekeras apapun tebing es, bakalan cair jika sudah bertemu sunrisenya~

-o0o-

"Ocha!"

Panggilan itu terpaksa menghentikan langkah Ocha yang ingin pergi ke ruang dapur untuk menyuruh Regan membuat susu coklatnya.

"Itu sih Aska manggil kamu. Sana temui dia."

Ocha memutar bola matanya dengan malas. "Iya, tapi jangan lupa buat susu coklat gue, ya?"

"Iya, yaudah sana."

Dengan malasnya, Ocha pergi untuk menemui Aska yang memanggilnya yang berada di ruang tamu. Suara lelaki itu sangat keras. Bayangkan saja betapa kerasnya suara itu. Aska berada di ruang tamu, hingga suaranya terdengar di dapur.

Setibanya di ruang tamu, Ocha berdiri sembari melipat tangan di depan dada tepat di depan Aska yang sedang duduk dengan gaya bersemedi di sofa ruang tamu.

"Kenapa lo manggil gue?"

Tak mendapat jawaban dari sang empu, Ocha semakin dibuat geram oleh Aska yang diam saja.

Entahlah, Aska sudah seperti anak kemarin sore saja yang baru bertemu dengan yang namanya game. Sampai-sampai dipanggil bahkan disuruh saja tidak mau. Jangankan hal itu, ditanya saja sudah beda jawabnya.

Dasar emang!

"Aska!!"

"Eh! Ocha." Aska menyengir kuda.

"Lo itu ... apa telinga lo kebanyakan taiknya apa gimana, sih? Dasar, budek!"

Aska hanya tersenyum tipis. Sedikit bersalaah sih mendengar Ocha yang mendumel kek emak-emak, tapi salahkan saja gamenya. Yah, gamenya yang membuat Aska dalam beberapa hitungan detik jadi orang tuli. Jadi, jangan marah sama dia.

Menghela nafas, mencoba untuk mengontrol amarahnya. "Oke, gue sabar nih. Kenapa lo manggil gue?"

"Itu, kemarin gue dengar lo buat malu Al di kantin. Kabr burung lewat aja di telinga gue."

"Lewat apa nyebrang." Bercanda, tapi garing.

Ocha mendengus. Ini lagi, ini lagi. Sudah bosan sepertinya ia mendengar nama Al mengggerogoti setiap waktunya. Bukan hanya Aska pun yang bertanya, tapi siswa terlebih siswi membelanya karena kejadian itu. Jangan tanya lagi, sangat banyak yang menghinanya.

Katanya, ia sangat keterlaluan, dasar tidak tahu diri, dan banyaklah semua hinaan menyedihkan itu.

Tapi apa memang ia sudah keterlaluan, ya?

"Iya, itu benar. Terus lo mau apa? Jangan bilang lo juga kayak mereka mau nasehatin gue karna udah keterlaluan sama Al?"

"Emang. Lo itu sudah keterlaluan. Apa perlu lo maluin di di kantin kalo emang lo gak suka sama dia? Dasar, ya. Anak kek lo harus diberi pelajaran biar bisa ngehargain orang."

Aska bangkit berdiri, lalu berjalan ke arah Ocha. Gadis itu sedikit mundur. Ia berpikir Aska akan memukulnya karena udah keterlaluan sama Al. Ya, kali!

"Apa, lo?" Mata Ocha menajam menatap Aska.

"Gue harap, lo bisa minta maaf sama Al, karena ulah lo itu. Kasihan, dia. Cowok itu tampan, lo gak tega jika suatu saat dia diambil orang. Jarang lo, cowok gituin cewek yang dia suka segitunya."

Aska diam-diam mengulum senyum ketika Ocha diam bak orang tengah berpikir. Semoga saja, hati Ocha sudah sedikit tergerak karena ucapannya.

Bugh!

A G G O C H A [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang