Akhir-akhir ini Jeffrey jadi makin aneh, pikir Runa. Seolah menjauhi dirinya dan bahkan setiap kali Runa mencoba untuk duduk atau mendekati Jeffrey, pria itu selalu menjauhkan diri.
"Om kenapa sih? Aku bau, ya?" tebak Runa dengan mata memicing dan mulai mencium tubuhnya sendiri. Tidak, ia tidak bau, bahkan wangi karena baru mandi.
"Iya bau, pasti sabun murahan," elak Jeffrey sambil memotong dagingnya dengan elegan, padahal aslinya juga suka berdekatan karena wangi.
Jawaban dari mulut Jeffrey selalu membuat Runa menggembungkan pipi "Ih, selalu aja omongannya gak ada filter," gerutunya kesal dan langsung meminum susunya hingga tandas dalam sekejap. Jeffrey perhatikan sejak tadi gadis itu hanya makan sedikit dan minum susu. Seminggu terakhir ini, Runa terlihat makin tirus karena kesibukannya sebagai ketua tim dekor.
"Balik, tambah makannya nanti kurang gizi," tahan Jeffrey sewaktu Runa beranjak dari kursi untuk kembali ke kamar.
"Udah kenyang, aku mau rapat, Om," balas Runa cepat. Ia langsung kembali ke kamar untuk kembali rapat dengan para ketua tim dan panitia acara yang sudah semakin dekat ini.
Jeffrey menghela nafas dan berhenti makan juga karena sudah tidak ada nafsu. Seharusnya ia senang selama seminggu ini berhasil menjauhi Runa dan juga kesibukan Runa sendiri yang akhirnya menyebabkan mereka jarang bertemu. Rindu? Iya pasti, tapi gengsinya terlalu tinggi. Mana Runa sering pulang bersama dengan teman-temannya sehabis rapat dan kerja rodi. Belum lagi Jeffrey juga disibukkan oleh proyek baru jadi waktu pagi ia tidak bisa mengantar Runa sendiri ke kampus.
Tepat pukul 12 malam Runa grasak-grusuk di kamarnya setelah rapat ia masih harus mengerjakan tugas kuliahnya yang menumpuk banyak.
Gadis itu sudah berganti ke pakaian tidur dan turun ke bawah untuk mengambil segelas susu dan makanan ringan yang bisa bantu untuk menahan rasa kantuknya. Runa bersiap kembali dengan nampan di tangannya tapi dikagetkan oleh kehadiran Jeffrey yang sedari tadi tidak bersuara sama sekali.
"Ah! Om ngagetin aja!" pekik Runa ketika ia melihat Jeffrey. Ia mengelus dada apalagi Jeffrey hanya berdiri di tangga yang cahayanya remang. Kenapa Jeffrey suka sekali datang tanpa suara dan tak diundang.
Jeffrey melihat nampan di tangan Runa dan ia sudah menduga pasti gadis itu lapar dan berniat untuk begadang lagi. "Kan', ngeyel kalau disuruh makan banyakan. Sekarang malah nyuri," tuduh Jeffrey dengan garis bibir tertarik ke bawah.
"Dih, nyuri apa, pelit banget," gumam Runa pada dirinya sendiri.
Jeffrey bergerak mendekati Runa, tangannya bergerak dengan ragu dan menyentuh pucuk kepala Runa. Diusapnya pelan sampai sang empunya kepala ikut terheran dan menghindar sesaat.
"Om ngapain? Tumben banget?" tanyanya kaget, dahi Runa ikut menyerngit bingung. Bukannya tidak suka, siapa juga yang menolak rezeki nomplok diperlakukan baik oleh pria tampan paripurna seperti Jeffrey. Tapi kenapa sifatnya seolah berubah drastis dan tidak galak seperti biasanya, itu saja yang membuat Runa bingung.
"Jangan suka begadang, gak baik, makannya juga banyakan pipi kamu makin tirus," tutur Jeffrey dengan suara lembut. Sangat bukan Jeffrey yang biasanya.
Runa mengerjapkan matanya. Sampai sempat tidak percaya ini adalah Jeffrey di depannya. Gaya bicaranya jadi halus dan juga nada bicaranya terkesan perhatian. Apalagi ternyata Jeffrey memperhatikan detail perubahan dalam dirinya. Jangan-jangan, yang Runa lihat ini bukan Jeffrey tapi—sosok seperti yang pernah Runa lihat di sebuah video kalau malam-malam ada yang pernah melihat jelmaan sesuatu menyerupai orang-orang rumah.
"Aw! Ngapain kamu pukul tangan saya!" ringis Jeffrey yang tidak terima saat pipinya ditampar pelan oleh Runa untuk memastikan apakah benar yang berdiri di depan ini benar Jeffrey yang asli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oncle [Masih Revisi Beberapa Part]
Fanfic[COMPLETED] Sebuah kisah cinta klise yang tumbuh karena terbiasa. Aruna harus tinggal di rumah teman ayahnya yang bermulut tajam karena ditinggal ke luar negri. "Om kalau mau tuh, tinggal minta, masa mau yang bekasan" + bahasa ; lil bit of eng. + a...