chapter 5

1.6K 157 18
                                    

Siang itu matahari tidak begitu terik. di tambah uap AC yang membuat salah satu ruangan di gedung sekolah itu semakin sejuk.

Kebetulan hari ini guru mata pelajaran nya sedang tidak masuk. Jadi, hari ini adalah hari yang di tunggu oleh para murid di manapun.

Terlihat manusia bernuansa Oranye yang tengah lesu. Ia meletakkan kepala nya di atas meja belajarnya.

Berbeda dengan kedua saudaranya yang kebetulan satu kelas denganya. Taufan dan Thorn, si biang onar di kelasnya.

Beruntung ice tidak satu kelas dengan mereka. Kalau tidak, pasti akan ada kata 'polar bear yang gagal tidur di kelas karena ke tiga saudara biang onar nya'.

Ke tujuh saudara elemental BoBoiBoy memang paling populer di sekolahnya. Halilintar yang terkenal dengan sikapnya yang dingin. Taufan yang ceria dan jahil. Gempa si ketua OSIS. Blaze si biang masalah. Ice yang selalu tidur di manapun. Thorn yang polos dan solar si jenius.

"Blaze, lo kenapa?, sini gabung dong". Taufan yang jengah dengan sikap blaze yang turun drastis mulai menegurnya. Jujur saja ia tidak nyaman dengan blaze yang seperti ini.

"Kak blaze, kok diem aja?, lagi melatapi masa kejombloan ya?".Thorn mendapat jitak kan manja dari taufan yang tersenyum malas.

"Ish, engga lah Thorn, ya kali orang ganteng kaya gini mikirin kejombloan. Ngga benget".blaze melangkahkan kaki nya keluar kelas.

•••

Derap langkah terdengar di Koridor kelas. Pemuda bernuansa Oranye itu dengan langkah lunglai menuju toilet.

BRUK...

Sang empunya terkejut ketika ia menabrak sesuatu di depannya. Ia akui ia yang salah. Karena tadi ia kurang fokus saat berbelok ke toilet.

"A-ah, maaf gua ga sengaja".ia menepuk-nepuk celana seragamnya yang ia rasa kotor. Di tatap nya pemuda yang ia tabrak. " Lo?....".

"Oh?. Blaze, masih idup lo."Ia memiringkan senyumannya.pemuda itu berpakaian seragam sekolah, tapi bukan dari sekolah SMA PULAU RINTIS.

"Ngapain lo disini?. Bukannya lo udah pindah ya?." Tanya blaze sinis.

"Hah?, apa itu urusan lo?".jawabnya tak kalah sinis.

Tidak ingin berlama-lama berurusan dengan pemuda bermanik toska tersebut, blaze melangkahkan kakinya dari toilet tersebut.

"Eit. Mau kemana~". Tangan blaze seketika di Tarik oleh si toska. " Buru-buru amat, kita kan baru ketemu. Mau kemana,takut~".

"Cish, lepasin. Gua udah ga ada urusan lagi ya sama lo".blaze menarik tangannya dari cengkraman si toska itu. " Minggir lo dari jalan gua".

Pemuda toska itu hanya tersenyum melihat mantan musuhnya kini ada di depannya.

"SAI, WOY AYO NAPA. LO LAGI NGAPAIN SIH LAMA BANGET".terlihat satu perempuan se usia dengan pemuda yang blaze tabrak. Ia berteriak sebelum menemui saudara laki-lakinya itu.

"Wah wah wah.... Ketemu lagi kita ya?". Perempuan tadi kini menghampiri blaze yang tengah di halang oleh sai, pemuda bermanik toska tadi.

" Liat shielda, kita apain ni enaknya ya?". Shielda hanya tersenyum menanggapi pertanyaan kakak kembarannya itu.

•••

Daun berhamburan di depan kelas ber cat putih. Dengan angin yang membawanya turun dari pohonnya.

Di papan atas pintu yang bertulisan ruang OSIS, ada satu pemuda di dalam kelas tersebut. Ia tengah meletakkan Buku-buku yang habis di pakai.

Pemuda beriris gold dengan tenangnya merapihkan ruangan itu.

"Gempa?, lo di suruh ke ruang kepsek noh". Terlihat temannya yang baru saja datang.

" Hah?, ngapain, tumben amat ". Gempa mulai penasaran tapi ia hanya mendapatkan edikkan bahu dari temannya.

•••

Langkah kaki yang santai terdengar mendekat ke ruangan tersebut. Pemuda itu nampak bingung jikalau ia menemukan saudaranya yang juga ada di sana.

"Blaze?." Tegur nya. Ia nampak bingung. Kenapa blaze bisa ada di sana, dengan nafas yang menderu dan lebam di bagian tubuhnya.

"Gempa?, saya mau bicara sama kamu." Gempa hanya menatap Kepala sekolah dan menganggukkan kepalanya.

•••

"Kenapa sih adik kamu itu ga bisa di bilangin?. Mulai besok blaze akan di score selama tiga hari, karena dia sudah berani memukuli anak saya." Gempa menundukkan kepala dalam. Sungguh, ia merasa malu, gempa itu seorang ketua OSIS di sekolah itu. Tapi, dia akan merasa sangat malu jika berita ini tersebar satu sekolah.

•••

"Gua ga nyangka, blaze. Lo ngga ngedengerin omongan gua".

"Kalo lo di score gini, gimana lo mau naik kelas?. Punya otak ga sih?." Blaze hanya menundukkan kepala mendengar penuturan gempa.

"Coba, siapa yang malu nanti kalo pada tau kalo lo di score?, pasti gua blaze."

"Enggak kak, pasti gua yang mal-" Belum selesai blaze menghabiskan kata-katanya, gempa langsung memotongnya.

"ENGGA BLAZE, GUA YANG MALU PUNYA ADIK KAYA LO." Dengan nafas yang menderu gempa membentak blaze.

"Gempa... " Halilintar dan yang lain hanya menyaksikan gempa yang sedang meluapkan emosinya.sampai akhirnya gempa melampaui batas.

"Gua ke kamar dulu."

Blaze berlari sekencang mungkin, entah dia harus apa sekarang. Intinya, hatinya sakit setelah gempa mengakui kalau ia malu memiliki adik sepertinya.

•••

Isak kan masih terdengar di dalam kamar itu. Pemuda yang masih menangis belum lagi keluar dari kamarnya.

Tok tok tok....

"Kak blaze?, gua masuk ya." Tidak ada jawaban dari dalam sana. Pemuda bermanik biru laut itu masuk kedalam kamarnya. 'Tidak di kunci' itulah yang ada di pikiran si pemuda tadi.

Punggung blaze nampak bergetar saat ice memegangnya. Ia menelangkup kan kepalanya di bantal miliknya. Blaze tipe orang yang tidak mau kelemahan nya terlihat oleh orang lain.

"Kak blaze jangan nangis dong. Kak gempa tadi gak sengaja katanya. Dia kebawa emosi. Sekarang ayo kita ke luar, kita makan."

Tidak ada jawaban dari blaze. Ia masih menangis tersedu-sedu.

"Tinggalin gua, ice. Gua pengen sendiri sekarang." Tanpa memalingkan wajahnya ia bergerak menjauhi ice. Ice hanya memandang nya lirih.

"Kak. lo belum makan dari siang. Ini udah malem, masa ga mau keluar juga sih. Jangan kaya anak kecil deh."

"Lo itu nggak ngerasain jadi gua ice. Coba kalo lo ngera-"

"Ya gua ngga bakal berantem sama si sai. Dih kaya anak kecil tau ngga" Entah apa yang merasuki ice. Ia malah terbawa emosinya sendiri.

Ice meninggalkan blaze yang masih menangis di kamarnya. Entahlah kenapa ice malah emosi. Padahal, selama ini ia yang paling sabar menghadapi semua saudaranya.

'Kalian semua ngga tau apa yang udah sai buat ke gua. Bisanya cuma salah paham doang' batin blaze.

Dari semenjak gempa memarahinya tadi is menangis. Rasanya seperti seorang anak kecil yang tidak bisa menghadapi segala hal.

Ia berhenti menangis. Kini ia mendudukkan dirinya di kasur. Memandang kedepan dengan pandangan kosong.

Entah berapa menit ia melamun. Lamunannya di buyarkan oleh rasa sakit yang tiba-tiba muncul di ulu hatinya. Ia mencengkram sebisanya untuk meredakan rasa sakitnya.

Tapi nihil, matanya terasa berat. Sekuat tenaga ia mencoba membuka matanya, namun berakhir sia-sia. Kelopak matanya menutup, blaze tak kuasa lagi menahannya. Kegelapan mengambil alih kesadarannya.


Tebece...

Gimana chapter nya kali ini
Maaf update nya aga lama, Tiba-tiba otak ngelag

Jan lupa vote ama komennya ya....

I WAS WRONG (BoBoiBoy) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang