Hujan tidak hanya datang sendirian. Ia datang bersama kesejukan. Angin kecil yang membantu menyempurnakan hujan yang datang.
Bila bisa diibaratkan, hidup terkadang akan seperti hujan. Bila tak ingin tenggelam dalam tetesannya, maka berteduhlah.
Tetesan demi tetesan hujan masih membawa angin kecil. Semilir angin menggoyangkan surai coklatnya. Ia masih tekulai lemas di atas tempat tidurnya sejak dua jam lalu taufan menemukannya di teras rumah dengan kondisi yang mengenaskan.
Bibir pucat nya tidak lupa menghiasi wajah pemuda hyperactive itu. Kain kecil yang bersarang di keningnya guna menurunkan demam nya yang makin meninggi.
"Gem?, kita ngga manggil om mecha aja biar dateng periksa si blaze?." Manik sapphire yang memancarkan aura khawatir itu terus memperhatikan adiknya yang semakin menggigil.
"Iya kali kak. Panggil om mecha aja. Ntar gua telpon dulu." Gempa juga tidak berbeda jauh dengan kakaknya. Air mukanya terlihat sangat khawatir.
Halilintar tadi sudah melihat keadaan adiknya. Tapi ia memutuskan untuk kembali turun, agar gempa dan taufan tidak terlalu sibuk dengan banyak orang yang berkumpul.
Thorn hanya bisa menangis melihat kakak sekawanya mengalami demam tinggi. Solar sendiri sedang sibuk menenangkan thorn yang sibuk menangis.
Ice menatap lurus dengan pandangan yang kosong. Ia teringat kata-kata nya yang ia ucapkan sepulang sekolah tadi. Sungguh ia ingin mencabut kata-kata nya itu.
Nut..
Nut...
Nut..."Halo om?." Gempa memulai pembicaraannya.
"Halo?. Ada apa gempa? Tumben telpon?."
Terdengar dari sebrang sana suara mecha yang tenang dan menenangkan.
"Om. Bisa kesini ngga?. Tadi blaze pingsan di depan pintu, sampe sekarang belum bangun-bangun. Bisa ya om plisss... "
"Bisa bisa bisa om langsung jalan ke situ. Kamu jangan khawatir. Yaudah matiin dulu telponnya, om langsung jalan nih."
"Iya om iya."
Tut
Sambungan pun terputus. Gempa memilih kembali mondar-mandir menunggu pamannya sampai.
•••
Waktu terus saja berjalan. Tapi masih terasa sama saat menunggu beberapa jam lamanya. Sungguh bosan rasanya menunggu mecha yang belum juga keluar dari ruangan tersebut.
Semua elemental kecuali blaze berada di ruang keluarga. Bukan hanya ke-enam nya, tapi juga putra dari pamannya ikut mengunjungi rumah mereka.
Halilintar hanya menunjukkan wajah dingin nya. Begitu juga dengan supra. Bedanya, ia terus saja memperbaiki posisi kacamata visor nya itu.
Solar tidak berbeda jauh dengan supra yang selalu memperbaiki posisi kacamatanya. Tetapi ia juga sibuk dengan ponselnya.
Gempa melanjutkan mondar-mandir nya yang sempat terhenti saat di kamar. Taufan hanya melamun tak bergeming. Akhirnya bisa juga ia diam.
Ice sendiri belum memecahkan keheningan nya sejak tadi. Sangat langka baginya jika ia tidak tertidur. Begitu juga dengan glacier, tapi ia tidak melamun sepanjang yang ice lamunkan.
Thorn masih menangis. Kali ini bukan solar yang menenangkan nya, melainkan sori kawan polosnya. Sembari menenangkan Thorn yang menangis, ia juga ikut menangis. Entah apa yang ia tangisi.
Berbeda dengan frost fire yang berada di dapur. Lapar katanya.
Krieet...
Knock pintu terlihat bergerak. Semua pandangan langsung memandang kearah tangga. Berbeda dengan gempa yang langsung berlari menaiki tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WAS WRONG (BoBoiBoy)
Fantasía'''''''' [END] Remaja bermanik Oranye ini selalu saja membuat masalah. Tapi percayalah, ia benar-benar tidak berniat melakukannya. Sampai suatu saat, ia merasakan tubuhnya tidak enak. Sering merasakan sakit dibagian ulu hatinya. Karena penasaran...