chapter 4

1.5K 149 13
                                    

Bulan tetap terang ketika tidak menghindari malam, malam tak pernah gagal membunuh jiwa yang sunyi.

Bersama bintang. Bersama bulan. Bersama langit malam. Cukup dengan melihat alam, mereka merasakan kedamaian.

"Nih kak, udah selesai". Taufan melemparkan buku PR halilintar ke kasur milik kakaknya. Dengan muka lesu ia duduk di kasur miliknya.

Bagaimana tidak lesu, sekarang saja jam sudah menunjuk pukul 19:15, tapi ia belum membersihkan diri nya sama sekali. Berbeda dengan halilintar, ia sedang membaca novel nya dengan duduk tenang.

"Udah sono mandi dulu, abis itu langsung turun makan malem. Gempa pasti udah nunggu di bawah, ya itu kalo ga mau kena getok panci pink nya gempa". Halilintar bangkit dari duduknya, keluar kamar dan turun untuk membantu gempa menyiapkan makan malam.

"Ish, nyebelin banget si". Taufan menyambar handuk yang terletak di bangku belajar nya kemudian masuk ke dalam kamar mandi di kamarnya.

•••


"Gem?, udah siap masakannya?" Halilintar yang berniat membantu adiknya menyiapkan makan malam pun mengurungkan niatnya. Ia melihat meja makan yang sudah di penuhi makanan buatan adiknya.

"Iya ni kak. Kak Taufan mana, bukannya tadi ama kakak?"gempa celingak celinguk mencari keberadaan Taufan.

" Lagi mandi. Baru selesai ngerjain PR gua tadi, untung tulisannya ga jelek-jelek amat". Halilintar mengambil posisi duduk di samping gempa. Sedangkan gempa hanya menjawab dengan anggukan.

Setelah menunggu adik-adiknya untuk makan malam, tapi tidak ada satupun yang turun. Gempa menarik nafas panjang. "WWOOOYYYY..... TURUN CEPET, MAU PADA MAKAN GA SIIIHHH.... ".

Halilintar menutup telinganya serapat mungkin. Kenapa adiknya ini tidak bilang-bilang kalau ia akan teriak.

Tak lama kemudian, terlihatlah Thorn dan solar, kemudian di susul oleh Taufan. "Ish, ga usah teriak juga kali kak, budeg ni kuping jadinya" Solar dengan entengnya berkata seperti itu, hingga mendapat delikan tajam dari gempa. Ia mungkin tidak tahu kalau gempa dan halilintar sudah menunggu lama.

"Solal budeg?". Thorn dengan polosnya bertanya seperti itu, solar hanya menggeleng kaku.

Setelah duduk di meja makan seperti biasa, terlihatlah ice yang turun dari kamarnya. Halilintar, Taufan, gempa, Thorn dan solar menatapnya bingung.

"Kenapa?, kok pada ngeliatin gitu?." Merasa dirinya dipandang, ia mengecek penampilannya di mulai dari kaki. Ice menggeleng, "kenapa si?, gua ga make apa-apa kok".

Ingin saudaranya menjitak kepala ice. tapi sayang, itu terlalu jauh. " Make nanya lagi. Blaze mana?, tumben turun sendiri ".dengan kesal Taufan menanyakannya.

"Tidur". singkat padat dan jelas. Hanya itu jawaban dari ice. Mereka semua saling pandang. Jujur saja, apa mereka tak salah dengar?, blaze?, tidur?, di jam segini?, itu adalah penomenal yang langka.

"Tumben amat, bukannya bangunin suruh makan".

" Males kak, kak gempa aja lah, pasti langsung bangun". Ice sudah tau kalau ia yang membangunkan kakaknya itu, pasti ia tidak akan bangun. Tapi, berbeda kalau gempa yang membangunkannya, pasti blaze langsung berdiri dan turun untuk makan.

"Hilih, bisa aja lo".ice hanya cengengesan tidak jelas. Sedangkan gempa langsung bangkit dan naik menuju kamar blaze.

•••

"Blaze?, bangun, ayo turun kita makan malem".gempa menggoyangkan kaki blaze dengan perlahan. Tidak lama blaze bangun, dan langsung menuju ke bawah.

I WAS WRONG (BoBoiBoy) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang