Jisoo kembali ke kampungnya, berbicara serius pada kedua orang tuanya masalah keberangkatan dirinya untuk pindah kerja dan bersekolah disana.
"Aku disana 2 sampai 3 tahun paling lama. Tapi aku pasti sering pulang," Kata Jisoo setelah membeberkan rencanya.
"Gak usah terlalu sering pulang, Ji.. Ongkos kan mahal, kamu simpan aja buat makan dan hidup kamu disana," Ibunya Jisoo berbicara.
Jisoo diam, apa yang dikatakan ibunya memang ada benarnya.
"Terus, masalah berobat ibu. Kapan ibu harus operasi? Biayanya berapa? Udah tolak kan pemberian Pak Kim?" Tanya Jisoo bertubi-tubi.
"Udah ayah bilang pada Tuan Kim, masalah berobat ibumu.." Kini giliran si ayah berbicara. "Kalau kamu mau tau masalah pengobatan ibumu, menginaplah. Besok jadwal ibumu periksa rutin,"
Jisoo mengangguk, dia perlu mengetahui semua tentang penyakit ibunya.
"Lahan perkebunan milik keluarga Yang kayaknya sebagian mau dijual murah, apa lahannya bagus?" Tanya Jisoo lagi.
Ayahnya cukup kaget mendengar info yang dibicarakan Jisoo. "Kamu tau dari mana?"
"Paman Choi," Jawab Jisoo singkat.
"Hah petani kopi gila itu," Kata si ayah mengeluh.
"Petani kopi gila itu punya jasa besar yah buat karier aku," Balas Jisoo sinis.
Ayahnya cukup salah tingkah mendengar balasan Jisoo. "Terus kenapa kalau ladang keluarga Yang mau dijual?"
"Aku mau beli," Jawab Jisoo singkat dan jelas.
Kini kedua orang tuanya yang kaget mendengar hal itu.
"Kamu jangan bercanda lah, Ji.." Kata si ayah.
"Tampang ku lagi nunjukin kalo aku bercanda?" Jisoo menatap ayahnya.
"Buat apa kamu beli, nak?" Ibunya Jisoo mengerti suasana panas yang terbangun.
"Aku mau ayah berhenti kerja buat keluarga Kim, udah saatnya ayah punya ladang sendiri," Kata Jisoo tegas.
"Jangan ngawur lah, Ji.." Sanggah ayahnya.
"Yah, gini deh. Dari beberapa tetangga kita, yang tadinya kerja sama orang lain sekarang mereka udah punya ladang sendiri. Walaupun kecil," Jelas Jisoo. "Lah ayah? Udah kerja berpuluh-puluh tahun, boro-boro bisa beli ladang,"
"Kamu jangan kurang ajar ya, Ji.." Si ayah terdengar tidak terima.
"Kenyataan, Yah. Selama ini uang ayah habis buat manjain dua anaknya yang kerjanya bikin ulah terus itu," Nada sini terdengar dari kalimat Jisoo barusan.
Sebenarnya ayahnya ingin marah, namun ibunya Jisoo dengan cepat menggenggam tangan suaminya.
"Apa ayah gak iri liat yang lain udah punya ladang sendiri? Ayolah yah. Aku tau ayah masih bekerja pada keluarga Kim bukan sekedar karena mereka baik pada keluarga kita kan?" Jisoo makin menyudutkan ayahnya.
"Ji.." Si ibu yang tau keadaan akan makin memanas, mencoba membuka suara.
"Bu, Jisoo bukan anak kecil lagi. Ibu sama ayah bisa cerita apa aja sama Jisoo. Kalian juga bisa libatin Jisoo dalam satu masalah, kita cari jalan keluarnya sama-sama," Kata Jisoo lembut namun penuh penekanan pada kedua orang tuanya.
Kedua orang tuanya diam. Mereka baru menyadari betapa selama ini mereka membuang waktu untuk bisa berbagi masalah dengan anak bungsu mereka yang ternyata bisa jauh lebih dewasa karena dituntut keadaan.
"Kita beli ladang itu, ya? Gak papa gak sebesar ladang keluarga Kim. Yang penting punya sendiri. Masalah pengobatan ibu juga biar Jisoo yang urus. Karena ladang itu pasti belum bisa menghasilkan di awal," Jisoo lalu mengeluarkan pulpen dan notes dari tasnya.