Hari yang ditunggu pun tiba. Hari yang berat, namun dirasa perlu untuk kebaikan bersama.
Jisoo pikir, setelah acara kemarin lusa di cafe. Itu adalah hari terakhirnya bertemu dengan teman-temannya di cafe sebelum pindah.
Namun Jisoo salah, bersama dengan si bos yang juga sahabatnya, Wendy. Seulgi, Yeri, Winter, Heejin dan Ryujin datang ke airport untuk mengantar Jisoo.
Senyum lebar Jisoo mengembang begitu melihat teman-temannya itu saat dia turun dari taxi bersama kedua orang tuanya.
Salah satu kejutan yang lain, semalam saat Jisoo beberes barang-barangnya. Kedua orang tuanya datang, hendak menginap dan mengantarkan Jisoo ke bandara. Seulgi yang juga ikut menyambut kedatangan kedua orang tua Jisoo itu pun, merelakan kamarnya untuk ditiduri oleh mereka.
Kasur di kamar Jisoo hanya berukuran 100, berbeda dengan kasur Seulgi yang lebih besar yaitu ukuran 120. Seulgi tidak tega kalau kedua orang tua Jisoo harus tidur beralaskan karpet yang seadanya. Maka dia memilih menukar tempat tidurnya. Sekalian pikirnya. Ini akan menjadi malam yang berat untuknya dan Jisoo. Setelah bertahun-tahun bersama, baru ini pertama kali mereka tidak akan bertemu dalam hitungan bulan.
Kembali ke suasana di bandara, Jisoo menerima pelukan kencang dari adik-adiknya di cafe. Menjadi anak bontot di keluarga, Jisoo sangat senang begitu dia memiliki junior-junior rasa adik kandung.
"Gak nyangka kalian bakalan kesini juga," Kata Jisoo senang setelah melepas pelukan ketiga juniornya itu.
"Si bos ngajak kita kemarin kak.. Hari ini cafe buka siang," Jawab Ryujin.
"Bukannya Minjeong ada kelas ya pagi ini?" Tanya Jisoo dengan mata iseng pada Winter.
Yang ditanya langsung memamerkan deretan gigi rapihnya. "Bolos dong kak. Suka pura-pura gak tau nih," Jawabnya sambil tertawa.
Sedangkan Jisoo menatap lembut pada Heejin yang entah sadar atau tidak, masih memegangi ujung baju Jisoo setelah berpelukan tadi.
"Heh, Heeki! Itu baju kak Jisoo nanti lecek," Tegur Ryujin.
Jisoo menepis pelan tangan Ryujin dari tangan Heejin. "Gak papa," Lalu melingkarkan tangannya di pundak Heejin.
Suasana hangat itu dilihat oleh kedua orang tua Jisoo dan juga Tiffany yang baru datang.
"Eh, kak.." Sapa Wendy yang kaget ada sosok Tiffany disebelahnya.
"You guys have a best connection as a work buddy," Kata Tiffany berkomentar.
"Ya begitu deh anak-anak, Kak.." Jawab Wendy yang terlihat sedih. Iya, dia sedih. Situasi ini tidak akan lagi dia liat seperti biasanya.
Jisoo yang pindah, Yeri yang akan membuka usahanya sendiri, belum lagi Seulgi yang memilih pulang kampung. Hanya tinggal ketiga junior yang nantinya akan menempati tempat ketiganya. Itupun, kalau mereka bertiga tidak memilih pergi saat lulus kuliah nanti.
"You're lucky, Wendy.." Kata Tiffany.
Mendengar itu, rasanya Wendy ingin segera membatalkan perjanjiannya dengan Ayah dari Tiffany. Dia begitu bodoh melepas orang-orang terdekatnya demi mimpinya.
Dalam hati, Wendy berdoa. Semoga hal yang dia korbankan ini, tidak sia-sia nantinya.
Melihat ketiga juniornya, Seulgi yang ikut merasa haru. Lalu dia merapat mendekat dan Yeri menubruk tubuhnya juga membawanya ke dalam pelukan. Pelukan bersama dengan teman-teman rasa saudara dari tempat kerjanya itu.
Tangis mereka pun pecah lagi. Rasanya, begitu sulit melepas sosok yang sudah mengisi hari-hari mereka dalam beberapa tahun belakangan. Mulai besok, rasanya pasti akan berbeda.