Pagi yang cerah untuk memulai sebuah hal baru yang indah. Matahari seakan ikut berbahagia menatap satu keluarga yang harmonis itu. Ayzia beserta keluarga sedang menyantap hidangan yang telah disajikan di atas meja oleh Ummi Khadijah– ibunda Ayzia.
Abi, Ummi, Ayzia dan juga sang adik lelaki yang bernama Afdhal sesekali bersanda gurau saat menyantap makanan yang dimasak oleh Ummi tercantiknya.
"Ummi, Afdhal bawa bekal yang banyak ya, Mi buat hari ini," ucap Afdhal kecil yang masih berusia 7 tahun itu..
"Boleh, Nak. Memangnya ada apa mau bawa bekal lebih?" tanya Ummi sambil membereskan piring-piring sehabis makan di atas meja, yang juga dibantu oleh Ayzia.
"Mau bagi sama temen-temen, Ummi. Soalnya masakan Ummi enak banget, dan aku mau temen-temen aku juga ikut ngerasainnya ummi." Afdhal mengungkapkan maksud hatinya dengan begitu lugu dan sangat menggemaskan.
Ummi, Abi dan juga Ayzia tersenyum hangat menatap Afdhal yang tumbuh menjadi anak yang baik dan juga peduli kepada sesamanya. Memang, didikan keluarga sejak usia kecil itu penting mencetak karakter yang berakhlak mulia.
"Iya, boleh, Nak." Ummi mengusap pelan rambut Afdhal, begitupun juga Abi yang terlihat bangga menatap jagoannya.
Sepuluh menit berlalu, Ayzia berpamitan untuk segera berangkat ke sekolah barunya. Ya, Ayzia pindah dari sekolah lama karena saat ini ia kembali tinggal bersama Abi dan Umminya. Setahun yang lalu Ayzia tinggal di pondok pesantren untuk lebih belajar ilmu agama dan menghafal Al-Qur'an. Namun, saat ini ia kembali tinggal bersama Ummi dan Abi.
"Bi, Mi, Zia pamit dulu ya berangkat ke sekolah, takutnya nanti telat lagi," pamit Ayzia..
"Berangkat bareng Abi aja Zia," sahut Abi.
Ayzia tersenyum. "Jangan, Abi. Abi harus berangkat ke kantor, nanti Abi malah telat lagi, lagian Abi sama Zia kan enggak searah."
"Bisa sayang, Abi nggak akan Tel—"
Driiiing...
Suara hp Abi berdering keras menandakan ada panggilan masuk dari seseorang."Wa'alaikumussalam."
"Baiklah, saya segera ke kantor, kamu handle dulu sebentar sampai saya datang."
"Baiklah, Assalamualaikum."
Abi menatap Ayzia dengan tatapan sendu. Abi merasa bersalah karena tidak bisa mengantar putri semata wayangnya untuk datang ke sekolah barunya.
"Abi, Zia bisa berangkat sendiri kok, Bi. Abi kan harus segera ke kantor, kasihan rekan bisnis Abi kalau nunggu Abi terlalu lama," bujuk Zia.
"Kamu yakin bisa sendiri, Nak?" tanya Abi.
"Abi jangan meragukan anak perempuan Abi ini donk, Zia bisa kok, Bi. Abi jangan khawatir, Allah yang jaga Zia, Bi."
Lagi-lagi, Abi dan Ummi kembali bangga melihat pertumbuhan anak mereka yang menjadi anak-anak yang soleh dan sholehah.
"Sekarang Abi lebih tenang, Nak."
"Ummi juga jadi tenang, sekarang Zia berangkat deh, nanti malah telat," titah Ummi..
"Ya udah, Zia berangkat dulu ya Mi, Bi, Adek jelek, Assalamualaikum," pamit Zia sambil menyalami ketiga keluarganya.
Ayzia segera berangkat ke sekolah barunya. Ayzia menatap jalanan dengan selalu tersenyum. Sudah lama ia tidak melihat tempat kelahirannya itu. Tempat yang menjadi saksi pertumbuhan dirinya, sampai saat ini sudah berusia 17 tahun dan menginjak kelas 11 SMA.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENOLAK RASA
Teen FictionTerbiasa sendiri Bukan aku tak ingin membuka hati Tapi, aku adalah wanita yang takut akan patah hati... Aku tidak lemah, juga tidak pemberani.. Tapi, untuk menyembuhkan torehan luka, aku butuh waktu yang terbilang cukup lama.. Untuk itu, aku lebih m...