Bagian Delapan Belas

5 1 0
                                    

Happy Reading, guys :)

Semua mata saat ini tertuju pada seorang wanita yang sedang ditarik paksa oleh lelaki famous di SMA Bakti Jaya. Tampak amarah tersulutkan dari bola mata pria tampan pada seorang wanita yang tengah ditariknya.

"Kenapa sih, Zel? Gue cuma mau lo selaku terlihat sempurna di mata semua orang." Wanita itu bersuara.

Azel berhenti tiba-tiba, tarikannya tidak terlalu begitu kuat pada wanita yang ada dihadapannya saat ini. Meskipun ia sedang marah, tetap saja ia tidak mau kasar pada wanita, karena ia dilahirkan dari rahim wanita.

"Lo pikir gue butuh itu semua, Monica?" Azel menatap lekat manik mata wanita yang saat ini membuatnya hilang kendali.

"Aku gak nyangka kamu akan semarah ini sama aku, Zel," ujarnya dengan buliran bening yang sudah keluar dari sudut matanya.

Azel terdiam. Ia merasa bersalah telah membuat air mata wanita keluar, untuk kesekian kalinya.

"Sekarang gue mau lo buang foto-foto ini. Kebaikan yang gue dan teman-teman gue lakuin cukup kami aja yang tau, orang lain gak perlu tau. Gue gak mau gara-gara kelakuan lo ini timbul sifat ujub atau ria dalam diri gue."

Lagi-lagi, semua mata kembali takjub menatap pria tampan dihadapan mereka. Bukan hanya sekadar tampan, tetapi juga memiliki kepedulian yang tinggi pada sesama. Benar kata orang, jangan melihat orang lain hanya dari cover. Penampilan Azel memanglah terlihat sedikit nakal dengan setelan jaket hitam Couple geng motornya. Tapi hal itu tidak layak dijadikan tolak ukur menilai kepribadian orang lain.

Di lain arah, ternyata kegaduhan yang sempat terjadi itu mengundang Ayzia dan ketiga sahabatnya ikut berkerumun di depan mading khusus siswa dan siswi SMA Bakti Jaya.

Ayzia terpaku, menampilkan seulas senyum melirik sejenak pria yang tengah menjadi pusat perhatian itu. Ada rasa kagum yang mengusik dirinya, tidak menyangka kakak kelas yang ia pikir berperilaku buruk karena anggota geng motor yang notabenenya sering membuat kerusuhan, saat ini menyangkal pemikiran negatif Ayzia selama ini.

"Apa aku bilang Zi, geng motor Vounter yang diketuai kak Azel ini berbeda dengan geng motor di luar sana, termasuk geng motor yang diketuai kak Kenzi," ujar Manda melirik Ayzia sejenak, lalu memalingkan wajah menatap lekat penuh kekaguman pada Azel dan teman-temannya saat ini yang sudah ikut membersamai Azel di dekat Mading sekolah.

Ayzia tersentak mendengar satu nama yang membuatnya mati penasaran dari kemarin. "Kenzi?"

••••

"Abi, jadi bagaimana kerjasama Abi dengan bu Melda dan suaminya?" ujar ummi sembari menyiapkan kopi hitam kesukaan abi.

"Mereka memutuskan kerja sama dengan perusahaan abi, Mi," jawab Abi lemas.

"Hm, mungkin masih belum rezeki Abi, nanti pasti Allah ganti dengan yang lebih baik. Abi harus tetap semangat dan jangan nyerah ya."

Ummi meletakkan kopi itu di atas meja dengan beberapa gorengan hangat untuk menemani kopi tersebut. Dia paham betul suaminya masih belum bisa mengikhlaskan proyek besar yang baru saja gagal karena kelalaian karyawan-karyawan yang telah ia beri kepercayaan di kantornya. Namun, ia tidak begitu menyalahkan karyawan tersebut, karena ia sadar mereka semua pasti juga tidak menginginkan ini terjadi.

"Kita nyaris bangkrut, Mi," Abi kembali bersuara.

"Nyaris, Bi. Tapi masih Allah bantu abi untuk bisa mempertahankan perusahaan keluarga kita kan, Bi?"

Abi terdiam, menatap damai wanita shalihah dihadapannya. Ia tidak salah pilih pasangan, ummi Khadijah adalah wanita yang selalu memberikan energi positif dan support sistem yang baik pada abi.

"Alhamdulillah, makasih sayang. Makasih udah jadi wanita hebat yang selalu dampingin Abi." Abi mengecup lembut kening ummi, seulas senyum syukur selalu membanjiri keluarga mereka.

"Nyatanya, kebahagiaan itu bukan milik orang-orang yang memiliki segalanya, tetapi milik setiap orang yang berteman akrab dengan rasa syukur terhadap apa yang ia punya."

Mereka bersyukur masih memiliki keluarga yang lengkap, selalu bersyukur terhadap yang menjadi takdir mereka.

"Abi, Afdhal juga mau di cium!" Teriak  seorang anak berlarian mendekati abi dan ummi dengan masih mengenakan pakaian sekolah lengkap dengan ransel yang tergantung di belakang punggungnya.

••••

"Hahaha, aku cantik, tapi menyedihkan, hahaha."

"Kak Azel, kamu mau kan jadi pacar aku? Hahah aku kan cantik, tapi menyedihkan."

Ucapan yang terus terlontar dari mulut mungil seorang wanita cantik di dalam ruangan bercat putih itu. Pria tegap dengan kulit putih dan mata kecoklatan menatap nanar wanita yang berada dalam ruangan itu. Wanita yang selalu mengatakan dirinya menyedihkan, saat ini membuat pria itu semakin sakit menatapnya.

"Dokter, apakah tidak ada perubahan baik pada Liora?"

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, Dek. Tapi tetap saja Liora masih belum bisa sembuh," Dokter menjawab dengan melirik sedih pasiennya.

Pria yang berdiri di depan ruangan Liora hanya menatap pilu. Morgan— sahabat Kenzi sekaligus orang yang mencintai Liora dalam diam. Kini, jari-jari panjang Morgan mengepal kuat mengingat memori setahun yang lalu, dimana saat itu Azel menolak Liora mentah-mentah yang juga membuat Morgan merasa sakit melihat wanita yang ia cintai sakit. Morgan adalah salah satu orang yang melihat kejadian itu, kejadian dimana Azel menyakiti perasaan Liora. Morgan lah yang menemukan Liora tengah menangis hebat diderasnya hujan, berusaha menenangkan Liora dan mengantarkannya pulang ke rumah.

'Gan, adek gue dibawa ke rumah sakit jiwa.'

Satu pesan singkat dari Kenzi yang tidak bisa dilupakan oleh Morgan. Dirinya terluka, menempatkan diri sebagai Liora memang sangat menyakitkan. Tapi, tak terlintas sedikitpun dibenak Morgan, seorang gadis cantik, baik dan periang yang ia cintai harus menjalani kehidupan di rumah sakit jiwa untuk memulihkan kondisi yang masih patah hati.

"Andai kamu bisa melihat ada aku yang selalu menyayangi kamu, Liora. Lebih sebatas adik dan teman, lelaki yang akan selalu berusaha menjaga kamu. Tapi, aku bukanlah pemenang dan peran utama dalam sayembara hatimu. Azel adalah pemenangnya. Pemenang sekaligus perusak hati dan jiwa kamu." Morgan membatin dengan terus menatap iba wanita yang ada di dalam ruangan itu.

Morgan berpamitan sejenak pada Liora, meskipun tak ada sahutan dari empunya nama yang ia panggil. Morgan beranjak pergi meninggalkan rumah sakit jiwa itu, menelusuri lorong-lorong rumah sakit yang menghadirkan banyak sekali orang-orang dengan ekspresi berbeda-beda dan juga perubahan cepat dari ekspresi yang mereka tampilkan.

"Kakak pamit, Liora. Semoga kamu lekas sembuh." ucapan pelan yang kembali ia katakan saat berhenti menatap kembali ruangan tempat Liora sejenak, lalu beranjak melanjutkan perjalanannya.

Di lain arah, ada seseorang yang selalu memperhatikan Morgan. Menatap lelaki itu penuh tanda tanya. Ia tidak menyangka, jika Morgan memiliki perasaan lebih pada Liora— adiknya.

"Morgan suka Liora?" ujarnya pelan sembari menatap Morgan yang semakin menghilang dari pandangannya.

________________________________

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bestie :)

Follow, komen, and like ya bestie☺️

MENOLAK RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang