Bagian Sembilan Belas

5 1 0
                                    

Happy Reading guys :)

Seorang pria berdiri tegap menatap tak percaya seseorang yang semakin hilang dari pandangan. Ia tidak menyangka, selama ini seseorang yang selalu mencintai dan menyayangi adiknya dengan tulus sangat dekat dengannya, meskipun cinta itu tidak berbalas.

Kenzi tersentak, memalingkan pandangan dan berjalan menuju ruangan sang adik dirawat. Rasa itu tidak berubah, selalu ada sesak di dadanya saat mengunjungi rumah sakit jiwa ini, masih merasa tidak percaya jika adik yang setiap hari selalu merecokinya dan membuatnya kesal serta tertawa dalam waktu bersamaan, saat ini sudah di rumah sakit jiwa menjalani pengobatan selama satu tahun. Dan, perubahan baik itu belum ada.

"Abang kangen sama kamu dek, kamu harus cepat sembuh," lirihnya menatap sendu seorang wanita dengan rambut panjang terurai, namun sudah tidak terurai cantik dan rapi lagi.

"Abang!" Satu kata yang keluar dari bibir mungil wanita yang selalu membuat dirinya rindu.

Matanya sendu, menatap tak percaya satu kata yang diucapkan oleh adik kandungnya saat melihat dirinya. Seulas senyum muncul dari wajah yang sebelumnya murung itu. Ia berharap tidak berhalusinasi saat mendengar dan melihat satu kata itu terucap.

••••

"Si Azel tuh kenapa sih gak pernah hargain perasaan gue banget, Ren, hiks," ujar Monica dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipi tirusnya.

Aren mengusap pelan bahu sahabatnya itu. Ia paham betul bagaimana perasaan Monica yang selalu berjuang untuk mendekati Azel, namun tak pernah sedikitpun dihargai. Beragam cara ia lakukan agar Azel meliriknya, walaupun hanya sejenak. Tapi hal itu sulit sekali ia dapati.

"Gue paham yang lo rasain sekarang, Monica. Tapi gue berharap lo gak nyerah buat deketin Azel. Dan foto kedekatan Devan dengan si cewek munafik itu, gue yakin Azel dan teman-temannya yang lain belum sempat liat foto itu karena langsung dirobek sama Devan, gue saksinya." Aren mengingat kejadian beberapa hari yang lalu mengenai foto yang ditempel oleh Monica dan dirinya di mading.

Flashback on.

Seorang pria berdiri di depan mading, menatap marah salah satu foto yang terpajang di mading itu. Dia menggeleng pelan, menampakkan betapa bingung dan herannya ia membaca tulisan yang ada di foto itu. Tulisan yang dibuat tanpa pertanggungjawaban.

Devan, dia melepas tempelan foto di mading, merobek lalu membuangnya ke tong sampah terdekat. Ia melirik jam tangannya, terlihat ekspresi lega yang terpancar dari manik matanya dan usapan tangan di dadanya.

"Masih pagi, mungkin udah ada yang liat sih, tapi gue harap temen-temen gue belum lihat," Devan bergumam.

Di lain arah, ternyata ada seorang wanita yang menatap lekat apa yang dilakukan oleh Devan. Wanita yang tak lain adalah Aren.

Flashback off.

"Berarti Devan dan Ayzia itu beneran ada hubungan?" Monica menyeka air mata yang sempat mengalir itu.

"Of course," jawab Aren dengan tersenyum kecut.

"Gila, bener-bener munafik," ujar Monica lagi.

"Kita harus main cantik, Monica."

Satu kalimat yang mampu menerbitkan senyum kecut dari bibir kedua wanita itu. Masih ada dendam yang belum selesai untuk Ayzia bagi mereka. Ternyata, dilain arah saat Azel menunjukkan kepeduliannya pada Ayzia saat di lapangan, Aren dan Monica pun ikut menyaksikan adegan tersebut. Adegan yang tidak pernah mereka lihat dari Azel kepada seorang wanita yang bahkan baru dikenal. Sementara Monica yang selalu berjuang untuk bisa disukai Azel, tak pernah sedikitpun mendapatkan secuil perhatian Azel.

MENOLAK RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang