••••
Ayzia duduk di salah satu bangku yang tersedia di rumah sakit. Ia tidak suka diintip oleh orang lain saat mengulang hafalannya, apalagi oleh seorang Ikhwan yang bukan mahramnya.
Ayzia merutuki dirinya, pasalnya ia rasa sudah sangat pelan untuk membaca surat ar-rahman itu. Tapi, tetap saja terdengar oleh orang dibalik hijab pembatas antara wanita dan pria itu.
Saat masih menunduk diam ditempatnya, Ayzia kembali dikejutkan oleh seseorang yang duduk disampingnya.
"Kak Zidan?"
"Iya, kamu ngapain di sini, Zia?"
"Jenguk Abi, Kak."
"Abi kamu sakit?"
"Iya, tapi sekarang Alhamdulillah udah baik-baik aja, dan bentar lagi juga pulang kok."
"Oo begitu, Alhamdulillah."
"Kakak sendiri ngapain di sini?"
"Tadi jenguk Deden, temen sekolah."
Setelah dirasa lama berbincang, Ayzia mengakhiri obrolan itu, ia rasa sudah tidak ada yang penting untuk dibicarakan antara dirinya dan juga Zidan— kakak kelasnya. Ia berpamitan untuk ke ruang rawat Abinya pada Zidan.
Beberapa menit Ayzia sampai di ruang rawat Abi, semua barang-barang sudah dimasukkan ke dalam tas. Ayzia yang baru datang langsung membantu Abi untuk berjalan, meski sebenarnya sudah bisa, tapi Ayzia takut Abi pusing tiba-tiba dan jatuh pingsan.
"Abi bisa sendiri, Nak," ucap Abi..
"Jangan, Bi. Biar Zia bantuin Abi ya?"
"Ya sudah, kalau itu bisa bikin kamu tenang."
Ayzia tersenyum menatap Abi. Abi benar-benar sangat menyayangi Ayzia. Abi selalu rela mengalah jika hal tersebut bisa membuat anaknya bahagia. Tapi, hal itu juga Abi pertimbangan juga apakah benar baik untuk Ayzia atau tidak.
Ayzia, Umi, Abi dan juga adiknya sampai di dekat taksi online itu terparkir. Ayzia dan Umi membantu Abi untuk masuk dengan posisi yang baik ke dalam taksi. Meskipun sebenarnya Abi sudah mengatakan bahwa dia bisa sendiri, tapi tetap saja apabila berurusan dengan dua bidadarinya itu, Abi tak akan bisa menang.
"Jalan, Pak!" titah Umi pada sopir taksi tersebut.
Dua puluh menit berlalu, artinya setengah perjalanan menuju rumah sudah terlewatkan. Saat sedang sibuk dengan pemikiran masing-masing, tiba-tiba saja taksi itu berhenti dengan sendirinya.
"Kenapa, Pak?" tanya Ayzia.
"Nggak tau, Neng. Saya cek keluar dulu."
Beberapa menit bapak sopir mengotak-atik kabel-kabel yang di mobil itu, ia datang memberitahu jika mobilnya mogok dan tidak ada bengkel di dekat-dekat tempat ini.
Ayzia beralih membuka ponsel yang ia genggam. Saat mencoba memesan taksi online, tiba-tiba ponsel Ayzia mati kehabisan baterai. Ah, sudahlah, dia semakin panik bagaimana cara untuk sampai ke rumah.
"Ponsel Umi ada, Mi?" tanya Ayzia pada Umi.
"Ponsel Umi ketinggalan di rumah pas ambil perlengkapan nginap Abi di rumah sakit, memang kenapa?" ujar Umi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENOLAK RASA
Teen FictionTerbiasa sendiri Bukan aku tak ingin membuka hati Tapi, aku adalah wanita yang takut akan patah hati... Aku tidak lemah, juga tidak pemberani.. Tapi, untuk menyembuhkan torehan luka, aku butuh waktu yang terbilang cukup lama.. Untuk itu, aku lebih m...