• Bab 4 - Mencari Petunjuk

2.4K 391 18
                                    

Meski satu hari telah terlewatkan semenjak kejadian salah kamar. Alicia lebih banyak tertunduk ketika bersama Lucius, teringat kembali kebodohannya karena godaan pria tersebut dan disambut seringainya.

Ugh, Alicia ingin mencakar wajah Lucius!

Seperti sore ini. Kedua insan itu tengah berada di rumah kaca, menikmati matahari yang perlahan menggulung pada ufuk barat, menjadikan cahaya kuning emas beralih merah dengan sedikit oranye. Bunga yang mekar ketika pagi, perlahan tertidur menguncup, membiarkan teman yang lain terbangun.

Sebenarnya mereka bertemu secara tidak sengaja. Alicia yang pada awal ditemani Thalia berkeliling kediaman, mengenalkan tiap ruang, juga fungsinya. Namun dari sekian ruangan, hanya satu yang menarik.

Mereka berkeliling setelah makan siang dan baru selesai ketika matahari hampir tenggelam, memang bukan main luas kediaman Achilles ini.

Ketika tempat terakhir yang dituju rumah kaca, Lucius yang sedang berehat disana membelakangi pintu, seketika terganggu. Padahal dirinya telah menyuruh ksatria nya agar tidak membiarkan siapapun masuk.

Hendak mengusir namun urung saat menangkap kehadiran Alicia. Tatapan tajamnya berubah lembut. Meski begitu Thalia sudah membungkuk memohon maaf, takut, dia menyadari datang disaat yang tidak tepat.

“Baiklah, tapi tinggalkan dia disini bersamaku.” Titah Lucius datar.

Thalia binggung juga merasa bersalah, namun tepukan pada pundak kanan menjadi jawaban Alicia.

“Pergilah, kau pasti memiliki tugas lain.” Alicia tersenyum lembut. Setelahnya Thalia pun pergi, meninggalkan kedua insan dalam keheningan.

Lalu Alicia mendesah kesal, menatap pria dihadapannya ini sambil bersedekap depan dada. “Menjadikan rasa bersalahnya untuk keuntungan? Wah aku tidak menyangka.”

Lucius terkekeh ringan, “maaf, mungkin kebiasaan bangsawan.” Santainya.

Alicia mengerling malas, alasan.

“Kemarilah, duduk disini.” Ajak Lucius duduk pada sebuah kursi. Alicia yang sudah pegal karena berjalan sedaritadi langsung mengiyakan dan duduk disana, disusul Lucius sebelah nya.

“Apa yang kau lakukan disini, Luci?” Tanya Alicia menatap beberapa bunga didepan yang tertata rapi.

“Mencari sudut pandang lain.”

"....aku tidak mengerti atau mungkin bahasamu terlalu aneh.”

“Mungkin pilihan satu lagi yang menjadi jawabannya.”

"Hei! Aku tidak bodoh!" Alicia melotot tidak terima.

"Aku tidak mengatakan kau bodoh." Seringai Lucius.

Alicia tergagap ingin membalas namun detik selanjutnya, semburat merah melintang bak pelangi muncul pada wajah Alicia. Dia menunduk malu, namun batinnya berkumur-kumur kesal.

Lucius tersenyum tipis, mengabadikan momen ini dalam ingatan, dia memperhatikan lekat wajah merah mengemaskan Alicia dengan bahagia.

Mungkin Lucius akan memanggil pemahat agar wajah Alicia dijadikan patung atau pelukis. Sepertinya kedua nya pun tidak masalah.

Terhitung sudah lima menit seperti itu. Bahkan sang surya telah tumbang, perlahan terganti sang rembulan. Alicia segera berdiri, terbatuk pelan untuk mengenyahkan rasa malu nya  yang diamati Lucius tiap geriknya.

“Ayo kita kembali. Aku tidak ingin melewatkan makan malam lezat buatan kepala koki.”

Baru saja melangkah, tangan kecil Alicia digapai tangan lain. Membuat lajunya terhenti. Manik pink mawar bertumbuk dengan manik biru laut. Diam. Lalu menggeleng dengan senyum misterius, menarik lembut tangan Alicia agar berjalan beriringan dengan Lucius.

The Secret of DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang