• Bab 13 - Pesta Teh

1.4K 241 13
                                    

Teriakan menggelegar memenuhi ruangan. Sontak saja Alicia dan Willhem melihat sumber suara. Disana Lucius berdiri dengan rahang mengeras. Dengan berjalan cepat, Lucius langsung menyambar dan menarik tubuh Alicia, hingga wanita itu menubruk tubuh kekar suaminya. Willhem yang melihat reaksi Lucius bersiul kecil dengan senyum mengejek.

Alicia mengerjap terkejut lalu mendongak menatap wajah Lucius dari bawah, "Luci?" lirihnya.

"Pangeran, Yang Mulia Raja memberi titah untuk anda segera menghadapnya ke istana," ujar dingin Lucius secara langsung, mengabaikan etiket.

"Kakak, kau mengusir ku? Padahal aku kemari untuk berjumpa denganmu. Namun kau tidak disini, hingga aku menemui istri mu sebagai teman berbicara. Benar begitu, 'kan Cia?"

Lihatlah yang pria itu katakan, membuat Alicia ingin mengutuknya. Namun, tersenyum formal, Alicia berucap dengan intonasi biasa. "Itu benar apa yang dikatakan Yang Mulia Putra Mahkota, Luci."

Lucius diam, tidak membalas. Hanya menatap lurus tepat pada Willhem.

"Kakak, kau tidak mempercayai istri mu?"

"Satu-satunya yang tidak ku percaya hanya ucapan dari mulut mu."

"Kak, itu sangat kasar pada seseorang yang masih memiliki hubungan darah denganmu," Willhem tertawa. "Baiklah, aku harus pergi. Sampai jumpa lagi, Kakak." Setelah itu berjalan keluar menuju kereta kuda. Meninggalkan pasangan tersebut dalam ruangan yang terasa pengap karena aura gelap Lucius.

Hanya hening yang menyelimuti. Lucius menatap tajam pintu keluar. Alicia menatap Lucius dari bawah. Sepertinya, Lucius akan terus menatap pintu tersebut hingga hancur. Lebih baik dia menenangkan Lucius. Akan menjadi pemborosan apabila tiap pintu yang dilalui Willhem hancur.

Ya, meskipun mengeluarkan uang untuk sebuah pintu hanya seperti membeli permen oleh Lucius. Ukh! Alicia jadi ingin tahu kadar pemborosan pria itu seperti apa.

Sebelah tangan yang terbebas dia gunakan untuk mengelus rahang bawah sang suami. Pandangan Lucius beralih pada istri nya. Mereka saling bertatapan tanpa suara selama beberapa saat, lalu Lucius menyelusup pada ceruk leher Alicia.

"Ini bisa membuatku gila, Lici." Lucius menghirup aroma tubuh Alicia yang candu.

Alicia tersenyum, lalu mengelus lembut rambut Lucius, "kenapa kau kembali? Bukankah sudah sejak pagi kau pergi menuju perbatasan?"

"Yang Mulia Raja secara mendadak memanggil. Aku harus menemuinya. Serta menyelamatkan mu dari pria berengsek tersebut."

Mendengar penuturan Lucius membuat Alicia tertawa kecil, "kau menghina anggota kerajaan, Luci."

Lucius mendengus kasar, "aku salah satu dari mereka, dahulu."

Manik Alicia berbinar. Ucapan Lucius tadi membuatnya tertarik. Tapi apa tidak apa jika dirinya menanyakan  hal ini secara mendadak? Bukankah itu adalah masa lalu Lucius yang tidak ingin dia ingat. Namun, Alicia sungguh dan harus tahu!

"Apa ma-"

"Aku harus segera pergi. Jadwal perjalanan cukup kacau karena pemanggilan." Potong Lucius lalu menegakan tubuh nya kembali, tidak mendengar ucapan Alicia.

Sedangkan Alicia tersenyum dengan kedutan dipinggir. Perkataannya terpotong, "baiklah. Hati-hati dengan perjalanan mu."

Lucius mengangguk lalu diam tidak kunjung pergi. Lengannya pun masih melingkar manis pada pinggang ramping Alicia. Pria itu menatap intens. Membuat Alica mengerjap binggung apa maksud pria tersebut.

'Apa dia ingin pelukan?'

Langsung saja Alicia memeluk tubuh Lucius lalu melepaskannya, "nah sudah. Pergilah, kau akan terlambat." Santai Alicia dan mengusir pria tersebut untuk segera berangkat.

The Secret of DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang