Ini adalah hari ketiga semenjak Alicia terbangun ketakutan diruang gaun miliknya.
Disiang hari yang sedang terik-teriknya. Alicia dan Lucius sedang membaca buku bersama di perpustakaan.
Beralaskan bantal kecil diatas pria manik biru itu, Alicia khidmat menyelami tiap kalimat pada lembaran tebal yang mencapai 500 halaman tersebut.
Begitu juga Lucius, pria ini nampak santai saja meski seseorang meniduri pahanya. Malah sesekali tangan kekarnya mengelus pucuk kepala Alicia penuh cinta. Kaki Alicia sendiri diluruskan memenuhi sofa tersisa.
Mereka semakin dekat sejak kejadian tersebut. Lucius hampir selalu menghabiskan waktunya untuk menemani Alicia kemanapun.
Bagaikan sebuah nadi pada pergelangan tangan yang tidak bisa terpisahkan.
“Duduklah, membaca seperti itu akan membuat matamu rusak.” Tegur Lucius yang dibalas geleng kepala Alicia, menolak karena sudah posisi nyaman.
Menghela nafas, Lucius menaruh buku disamping lalu mengambil tubuh Alicia, dan mendudukannya diatas pangkuan Lucius. Alicia nampak tidak terganggu, malah dia menyender santai pada tubuh Lucius.
Melihat tingkah Alicia, diam-diam Lucius tersenyum bahagia. Dia kembali membaca buku dengan sebelah tangan melingkar dipinggang ramping Alicia, posesif.
Alicia teringat sesuatu, “Luci apa kau tidak sibuk? Bukannya tugas seorang Duke itu banyak ya?” kepalanya mendongkak menatap wajah Lucius yang serius membaca dengan kacamata baca yang bertenger pada hidungnya.
Entah kenapa kacamata ini mampu membuat Lucius terlihat semakin tampan. Sepertinya Alicia harus sering menyuruh suaminya ini mengenakan kacamata.
“Saat ini aku libur seminggu, sejak lima hari lalu. Dan untuk tugasku… tenang saja, mereka aman.” Santai Lucius namun hatinya tertawa pelan, tidak sabar melihat keadaan kacau tangan kanannya. Bahkan rasanya sekarang Lucius sudah bisa mendengar teriakan putus asa Elias.
Alicia mengangguk, pura-pura paham dan kembali fokus pada buku.
“Alicia,” panggil Lucius dibahas dehaman wanita itu. “Panggil namaku.”
“Lucius.”
“Bukan, sebelum itu.” ucapan pria mauk biru itu membuat Alicia kembali menatap Lucius heran. Apa dia lupa nama sendiri? Alisnya terangkat sebelah.
“Luci?”
“Lagi.”
“Luci.”
“Lagi.”
“Luci Luci Luci Luciku cinta, sudahkan. Huh.” Alicia mendengus kesal. Dia merasa aneh dengan sikap Lucius akhir-akhir ini. Pasalnya pria ini selalu mengawasi, ingin selalu dekat dengannya, terkadang manja, dingin, juga gentle. Bahkan pria ini baru saja semalam memaksanya agar tidur bersama. Alicia yang sudah mengantuk hanya iya-iya, asalkan benar hanya tidur.
Lucius menyeringai, lantas menempatkan pipinya pada puncak kepala Alicia. Surai putih Alicia terasa selembut bulu dikulit pipi Lucius, berkilau, belum lagi wangi mawar lembut yang nyaman.
Alicia mendesah lelah, “baiklah bayi besar. Waktu bermanja ria mu sudah habis.” Tanganya mendorong wajah Lucius menjauh dan langsung bangkit.
Saat melirik Lucius, entah kenapa rasanya seperti melihat macan hitam yang seharusnya ganas, malah menatapnya memelas dan penuh harap untuk bisa kembali bermanja. Bahkan perlahan mulai muncul telinga serta ekor macan khayalan.
Rasanya kedua mata Alicia silau dibuatnya.
Sebuah ketukan pintu mengintrupsi mereka. Lucius mempersilahkannya masuk. Terlihat seorang pria dengan rambut hijau emerald dengan penampilan berantakan bahkan kantung mata hitam, membuat pria ini menjadi menyedihkan. Alicia menatap kasian.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret of Duchess
Fantasi[On-going] [Bukan novel terjemahan] [Follow me untuk notif update selanjutnya] Arsella Marsille. Aktris cantik yang sukses berkarir dalam industri film, harus menerima kenyataan, jika dirinya masuk kedalam tubuh milik seorang wanita bangsawan. Disaa...