24. Manis

1.6K 218 37
                                    

Di sinilah Margo sekarang, di depan pintu rumah Sofia. Setelah tadi cukup lama berdebat dengan Ibra karena pria itu tak mengizinkan masuk, akhirnya dengan cara menerobos, ia pun bisa berdiri di sini.

Tok tok tok!

Pintu sudah diketuk, tinggal menunggu asisten untuk membukakan.

Di belakang, ada Ibra yang menghampirinya dengan berlari. "Sudah kubilang kau tidak boleh masuk! Kau tidak diizinkan datang ke sini!"

"Bacot lu!" Ia kembali mengetuk.

Beberapa saat kemudian, pintu pun dibuka.

"Maaf, Sofia-nya ada kan?" Tanya Margo ramah.

Sang asisten mengangguk sembari tersenyum.

"Saya boleh ketemu dia?"

"Jangan! Jangan biarin dia masuk!" Sela Ibra.

"Ck!" Margo menata sinis pria itu. Lalu pandangannya kembali teralih pada si asisten. "Gimana?"

"Boleh saja. Kebetulan saya sudah pernah melihat anda ke sini. Mari masuk."

Lantas, Margo segera masuk dan langsung menuju kamar Sofia.

Di luar sana, ada Ibra yang menggeram dalam hati. "Makin berani dia." Tangannya mengepal erat. "Liat saja kau, Margo..."

Di kamarnya, Sofia masih menangis. Ia memeluk boneka beruangnya sambil sesekali memukul benda itu. "Ih! Kak Margo jahat.... Hiks."

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu, membuatnya menjeda aktivitas menangisnya. "Siapa?" Ia berpikir, mungkin saja itu asisten rumah tangga, tukang kebun, chef rumahnya, supir, atau mungkin satpam.

"Ini aku."

Ia terhenyak mendengar suara itu, suara orang yang baru saja membuatnya menangis sesenggukan seperti ini. "Ngapain ke sini?!!!"

"Buka dulu, Sofia... Biar aku jelasin..."

"Gak!! Kakak jahat! Hiks."

"Kamu belum tau cerita yang sebenernya, Sofia... Dengerin aku dulu..."

"Gak mauuu! Foto itu udah ngejelasin kejadian yang sebenernya! Udahlah! Aku kecewa! Hiks..." Ia kembali menangis.

"Tapi kamu juga harus dengerin aku. Jangan cuma liat dari foto itu aja. Buka ya..." Margo berbicara selembut mungkin.

Di dalam sana, hanya terdengar suara tangisan. Sofia tak merespon.

Margo menghela nafas berat. "Yaudah kalo kamu gak mau buka. Mungkin lain kali aku bakal cerita pas kamu udah gak marah lagi. Aku gak akan maksa. Sekarang kamu boleh nangis dulu, tapi jangan kelamaan. Aku pulang dulu ya." Gadis itu mulai melangkahkan kakinya meninggalkan pintu bercat putih itu.

Ceklek!

Langkahnya terhenti saat mendengar pintu yang dibuka. Ia berbalik, lalu tersenyum menatap gadis itu yang tengah cemberut dengan air mata yang membasahi seluruh wajahnya. Ia berjalan mendekati Sofia, lalu mengusap air mata di wajahnya dengan lembut.

"Gak usah! Aku bukain pintu cuma mau dengerin penjelasan Kakak!" Gadis itu menghempas tangan Margo.

"Kamu kok bisa dikirim foto itu?"

"Ya gak tau! Orang nomor gak dikenal!"

Margo bingung, darimana Manda bisa mendapat nomor Sofia?

"Yaudah cepet kalo mau jelasin! Waktu Kakak 5 menit!"

"Jelasinnya mau di depan pintu kayak gini? Kalo ada yang denger gak apa-apa."

Tentu Sofia tidak ingin ada orang di rumahnya yang mendengar itu. Apa kabar dirinya saat hal ini sampai ke telinga orang tuanya?

Deja VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang