31. Miss u

1.5K 213 23
                                    

Kicauan burung terdengar sangat merdu. Pemandangan yang hijau, juga mampu memanjakan mata bagi yang melihatnya. Angin sepoi-sepoi, berhembus, membuat dedaunan dan rerumputan bergoyang mengikuti arah angin tersebut. Wajahnya ikut diterpa angin, membuat matanya yang sedikit memerah, kini kelilipan.

"Ck!" Ia mengucek matanya, menghilangkan sesuatu yang mengganjal di sana. Setelah hilang, ia pun kembali memandangi pemandangan di depannya. Tatapannya kosong, seolah tak tertarik dengan pemandangan indah itu. Ia menghela nafas berat. "Gak kerasa, udah 2 minggu gue di sini." Gadis itu pun duduk di atas tanah yang dihiasi oleh kerikil. "Kirain dengan tinggalnya gue di sini, gue bisa lupain dia. Tapi nyatanya, percuma juga. Yang ada, gue malah kangen. Gimana keadaan Sofia sekarang? Apa dia baik-baik aja? Apa dia udah bisa ngelupain gue?" Ia menunduk, memejamkan matanya selama beberapa saat.

"Neng! Masak nasi! Udah sore!"

Margo menegakkan wajahnya setelah mendengar suara dari orang yang ia sayangi. Ibunya. "Iya, Bu!" Lantas, ia pun bangkit lalu berjalan menuju rumah panggungnya itu, rumah yang menampung dirinya saat kecil, lalu ditinggalkannya setelah dewasa karena ia merantau ke kota untuk bekerja.

Setelah masuk rumah, ia pun berjalan menuju tempat dimana bakul berada, lalu memasukkan beras secukupnya ke dalam sana, dan setelah itu, ia kembali keluar dan berjalan menuju sungai untuk mencuci beras ini.

Selepas mencuci beras, ia pun bangkit dan hendak kembali ke rumahnya. Tapi saat tubuhnya berbalik, ia dikejutkan oleh sosok manusia yang sedang berdiri tak jauh dari tempatnya berada.

Margo memang pernah melihat makhluk halus di tempat ini sebelumnya, apalagi saat sore. Tapi untuk makhluk yang satu ini, rasanya Margo masih tak percaya. Makhluk itu cantik, imut, tidak pucat, dan berpakaian modis. Berbeda sekali dengan yang biasanya, yaitu menyeramkam, pucat, dan berbaju lusuh. Apakah hantu di desanya kini sudah lebih modern?

Ayolah,,, tentu saja itu bukan hantu, sebab Margo mengenali wajahnya. Tapi, mungkin saja gadis itu memang hantu, sebab tak mungkin orang yang ia kenal itu, berada di sini dan berdiri menatapnya yang sedari tadi sedang mencuci beras.

Margo mengucek matanya. Mungkin saja, sisa kelilipan tadi belum hilang dan ia jadi berhalusinasi seperti ini.

Makhluk yang diduga hantu itu mendekat. Wajahnya terlihat sembab jika dari dekat seperti ini. Lalu tanpa diduga, ia memukul pelan lengan Margo tanda bahwa dirinya kesal. "Kenapa Kakak gak bilang kalo Kakak di sini?!!!"

Sepertinya, ini memang manusia. Mana ada hantu yang mengomel.

"Kenapa Kakak tiba-tiba ngilang dan gak ada kabar sama sekali?! Kakak gak ada di kost-an dan pas aku hubungin, nomor Kakak juga gak aktif! Kakak tau? Waktu Kakak hilang sehari aja, aku udah takut, khawatir, dan panik banget! Dan ini, Kakak ngilang sampe dua minggu!!! Kenapa Kakak jahat banget?! Hiks!" Ia menangis.

Margo menatap gadis itu masih dengan perasaan bingung. Lalu, saat netranya menangkap sosok lain tak jauh di sana, barulah ia mengerti.

"Aku baru inget kalo Kakak itu temennya Kak Lila. Akhirnya, aku maksa Kak Lila buat kasih tau di mana Kak Margo, dan anterin aku ke sini! Aku kangen sama Kakak... Hiks."

"K-kamu kenapa nekad dateng ke sini??? Nanti Mama sama Papa kamu marah dan nyariin kamu."

"Aku gak peduli! Mereka jahat udah jauhin Kakak dari aku! Hiks. Aku sayang sama Kakak, tapi kenapa mereka tega misahin kita dan buat aku nangis berhari-hari?"

Margo menghela nafas. Ini tidak seperti rencananya. Ternyata, menjauhi diri dari Sofia, tak membuahkan hasil apapun. Mereka masih saling sayang, cinta, dan tentu tak akan bisa saling melupakan. Tapi walaupun begitu, seharusnya ia tidak boleh bertemu dengan Sofia terlebih dahulu. Mungkin seharusnya ia benar-benar menjauh dari Sofia untuk selama-lamanya. Tapi ternyata, gadis itu justru datang ke sini bersama sahabatnya yang nampak tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Deja VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang