"Ngapain lagi, sih?" gerutu Zil sambil keluar dari tendanya. "Mata gue udah berat banget."
Malam ini sekitar pukul delapan, Pak Iman dengan kurang ajarnya memanggil siswa/siswi untuk kembali berkumpul. Padahal setelah makan malam tadi, Pak Imam memerintahkan mereka semua untuk segera istirahat sebab besok akan kembali ke rumah.
"Anak-anak, maaf kalau Bapak mengganggu waktu istirahatnya. Kalian pasti pengen cepet tidur, tapi malam ini adalah malam terakhir kita ada di sini." Pak Imam kembali membuka suara. "Malam yang Bapak harap akan berkesan di hati kalian semua."
"Sebagai kegiatan penutup, kita akan menyalakan kembang api dan berbaring sejenak di bawah bintang."
Mendengar kalimat itu, mata yang semula mengantuk menjadi melotot, yang semula lemas mendadak menjadi semangat.
"Silakan ikuti Gerald yang bawa obor, kita ke arah yang lebih lapang dan aman untuk menyalakan kembang api." Pak Imam menunjuk laki-laki yang memakai beanie hat berwarna hitam itu. "Kalian sudah besar tapi harus tetap hati-hati, Bapak nggak mau kalau sampai ada yang celaka."
"Baik, Pak!"
Setelah dipersilakan, mereka semua mengikuti langkah kaki Gerald yang mengarahkan mereka ke sisi campground yang lain. Lebih luas dan memang biasa digunakan untuk menyalakan api unggun, tapi untuk tahun ini anak OSIS ingin memberikan sesuatu yang berbeda.
Mona menggenggam satu kotak kembang api berjenis sparklers. Dia memilih itu bukan tanpa alasan, kembang api sparklers jauh lebih aman daripada kembang api jenis lainnya.
"Nyalain, Na!" desak Ivona saat menatap beberapa temannya juga sudah menyalakan kembang api tersebut.
Mona memberikan masing-masing satu untuk teman-temannya lalu menyalakan dengan korek hingga membuat kembang api yang sebelumnya terlihat seperti lidi menjadi mengeluarkan spark yang kecil-kecil.
"Cantik banget," ucap Zil kelewat senang sembari memutar-mutar kembang api di tangannya.
Dari kejauhan, beberapa orang laki-laki tersenyum geli menatap beberapa perempuan yang begitu senang menyalakan kembang api anak-anak itu.
"Gitu doang seneng, gue nyalain yang gede." Yetta meraih salah satu kembang api dandelion.
Berjalan agak menjauh, Yetta menyalakan sumbu kembang api tersebut. Setelahnya, sesuatu melesat cepat ke atas langit lalu meletup membentuk pola seperti bunga dandelion.
Semua mata mengarah ke atas langit, tersenyum melihat percikan cahaya selama beberapa detik di atas langit yang gelap.
"It's the best day ever," gumam Ivona tanpa sadar menyanyikan lagu di salah satu serial kartun yang sering dia tonton.
Gerald mendekati Yetta sambil membawa sebuah kembang api peony. Menyalakannya, sesuatu kembali melesat cepat ke atas langit membentuk pola cantik dengan gradasi warna yang berbeda-beda.
"Happy new year!" teriak Yetta yang langsung dihadiahkan dengusan oleh semua orang.
Tiga puluh menit lamanya mereka menghabiskan sisa-sisa kembang api. Langit yang sebenarnya sudah cantik berhias bintang menjadi semakin ramai oleh pendar percikan cahaya berwarna-warni itu.
"Sudah puas?" tanya Pak Imam dengan pengeras suara yang selalu dia bawa kemana-mana. "Bekasnya jangan lupa dirapikan dan dibuang pada tempatnya, pastikan tidak ada api yang masih menyala."
"Sudah, Pak."
"Bagus. Sekarang yang laki-laki silakan baris ke sisi kanan saya, sedangkan yang perempuan ke sisi kiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Almont
Teen FictionKesalahan pada suatu malam menyeret dua remaja itu dalam ikatan pernikahan yang menjadi garis awal menuju kerumitan-kerumitan lainnya. Mengenai sosok yang selalu terlihat, suara yang selalu terdengar, aroma tubuh yang mampu terhirup, kulit yang pern...