20. They (Don't) Know

6.1K 513 89
                                    

Menutup pintu kamarnya dengan hati-hati, Albiru kini berjalan mendekati teman-temannya yang tampak bermain game di ruang tamu rumah itu.

Mona sudah terlelap hanya dalam waktu sepuluh menit setelah dia peluk dan tangannya tanpa henti bergerak mengusap-usap kepala perempuan itu dengan lembut.

"Udah kelar? Cepet banget," cibir Yetta diikuti oleh tawa renyahnya.

"Nggak perkasa," tambah Ryota.

"Ini sebenarnya ada apa?" tanya Edwin penasaran, dia dari tadi sudah menunggu-nunggu kembalinya Albiru di tengah-tengah mereka.

"Gue udah nikah sama Mona."

Pengakuan itu sontak saja membuat beberapa orang tersedak. Mereka semua mengeluarkan ekspresi beragam, dan itu terlihat menggelikan di mata Albiru, Yetta, dan Ryota.

"Kok bisa?" tanya Romeo, salah satu kenalan Albiru dari SMA Trisakti.

"Bisa, lah." Bukan Albiru yang menjawab, tapi Yetta. "Masak nikah nggak bisa, lo semua juga bakal nikah."

Chris menormalkan ekspresi kagetnya. "Dijodohin? Kisah hidup lo beneran kayak novel-novel di kamar adik gue?"

"Nggak," jawab Albiru santai.

"Terus?" tanya Bobon penasaran.

Albiru menggeleng, dia tidak bisa menjelaskan hari ini juga. Terlalu rumit untuk dia jelaskan pada orang-orang itu, penjelasan tentang pernikahannya dan Mona akan merembet ke hal-hal lain jika dijelaskan hari ini.

"Gue nggak bisa jelasin."

Semuanya mendesah kecewa, padahal mereka sudah begitu bersemangat ingin mendengarkan cerita Albiru. Tapi jika laki-laki itu tidak siap bercerita, mau bagaimana lagi? Mereka tidak punya hak untuk memaksa.

"Berarti lo udah begituan sama cewek tadi?" tanya Bobon dengan ekspresi mupeng.

Yetta terbahak-bahak sambil melempari wajah laki-laki itu dengan keripik singkong. "Udah malam bahasannya jangan begitu."

"Justru bagus," jawab Bobon cepat. "Mana tau setelah kita pulang, Biru lang—"

"Apa?"

Bobon tersenyum lebar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak jadi."

"Lo pengen tau banget?" tanya Ryota pada Bobon yang dibalas anggukan penuh semangat.

Ryota tersenyum penuh arti sambil menyenggol-nyenggol lengan Edwin yang dari tadi diam saja. "Nih, berguru sama suhu."

Edwin berdecak. "Kenapa gue?"

Yetta tersenyum meledek. "Kenapa gue?" cibirnya, dia sengaja mengulang pertanyaan yang tadi Edwin layangkan, tujuannya tentu untuk mengejek.

"Pura-pura polos aja lo," celetuk Chris yang juga tahu bagaimana sifat asli Edwin.

"Diem!" Edwin memerintah karena malas membahas hal-hal seperti itu. Dia tau kalau dirinya mungkin bisa dibilang brengsek, tapi dia tidak suka jika ada yang membahasnya.

"Ngambekan kayak perempuan," ledek Yetta hingga menghadirkan tawa dari beberapa orang.

"Gue pulang duluan," ucap Romeo sambil berdiri.

"Cepet amat," balas Ryota yang baru saja kembali dari dapur membawa segelas soda.

"Tau sendiri orang tua gue kayak gimana," keluh Romeo sembari menyambar kunci di atas meja.

"Orang tua apa cewek yang waktu itu?" tanya Edwin hingga membuat Romeo mendengus.

Edwin memang pernah memergokinya makan berdua dengan Orly, sampai sekarang laki-laki itu senang sekali meledeknya. Padahal jelas-jelas Romeo tertekan berada di dekat Orly, benar-benar bukan tipe perempuan yang dia inginkan.

AlmontTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang