Hari yang menyebalkan untuk Shafira, pagi ini Ia dan Gavin harus berada dalam satu mobil menuju TKP kasus pembunuhan baru, yang masih ada hubungannya dengan kasus yang di tangani Shafira.
Bukan tanpa alasan Gavin ikut dengan Shafira, ia ikut bertanggung jawab atas kasus ini karena kasus yang cukup besar dan mengkhawatirkan jika hanya Shafira yang menanganinya, kantor juga sudah menyimpulkan bahwa pelaku adalah pembunuh berantai yang kemungkinan sudah bertahun-tahun menjadi pembunuh dan keluar masuk luar negeri dengan mudah akibat identitasnya berubah-ubah polisi juga mencurigai ia sudah melakukan operasi plastik pada wajahnya yang membuat penangkapan semakin sulit dilakukan.
Sampai pada lokasi kejadian perkara, polisi jelas sudah lebih dahulu sampai, garis polisi sudah di pasang, pembunuhan yang terjadi subuh tadi sekitar pukul empat pagi. Korban di ketahui adalah adik dari korban yang lebih dahulu tewas bulan lalu, yakni kasus yang sedang di tangani oleh Shafira.
Shafira sontak memakai masker wajah yang ia bawa untuk membantu agar hidungnya tidak terlalu mencium bau aneh dari tempat tersebut, bau busuk dan darah yang sangat menyengat.
Gavin berjongkok lalu melihat ada sebercak darah di atas sofa, namun ia tak menemukan sedikit pun barang bukti yang di curai sebagai alat pembunuhan.
"Kalau darah nya sampai berceceran kayak gini, kemungkinan paling besar pelaku pake senjata tajam dan nusuk di badan korban." Jelas Gavin yang masih mengamati lokasi tersebut.
"Iya, kalau pake pistol juga pasti tetangga ada yang denger pembunuhan juga terjadi jam empat pagi orang-orang pasti udah bangun sholat subuh."
"Gue yakin pelaku sekarang masih di indonesia, nggak akan mudah keluar negeri di saat kayak gini, seluruh bandara juga udah nyebar foto nya."
"Tapi belum tentu kan dia orangnya."
"Harus dia, kita harus menang di pengadilan.." Gavin bangkit dari jongkok nya ia menepuk pelan pundah Shafira sembari tersenyum.
Mengalihkan pandangannya dari Gavin, Shafira terus berjalan melihat semua ruangan ia juga di izinkan untuk meliat setiap ruangan tanpa memindahkan satu barang pun dari tempatnya.
Bau amis darah membuatnya sedikit pusing, kasus pembunuhan kali sangat ekstrim korban tewas memiliki kurang lebih tiga puluh tiga kali bekas tusukan di sekujur tubuhnya.
Shafira maupun Gavin merasa sudah cukup dan dapat menyimpulkan beberapa hal dari TKP, keduanya pun memutuskan untuk kembali ke kantor setelah menghabiskan cukup lama di TKP.
"Mau makan apa?." Tanya Gavin di balik kemudinya.
"Balik ke kantor aja." Jawab Shafira ketus.
"Yakin? Kita sampe kantor kurang lebih satu jam lagi." Ucapan Gavin benar, karena lokasi kantor dan Rumah korban berjarak cukup jauh.
"Terserah..." Jawaban pamungkas semua wanita.
"Oke kita makan terserah..." Goda Gavin pada Shafira.
.
.
.
Setelah menghabiskan lima belas menit berdebat mengenai tempat makan, akhirnya sebuah Restoran yang menyajikan masakan khas sunda lah yang di pilih.
Shafira terlihat menikmati makanannya, ia sangat menyukai masakan khas sunda, padahal ia tak sama sekali memiliki darah sunda.
"Vin, tempe tahu nya tolong." Ucap Shafira yang kini lahap menyantap makannya.
"Nasi nya lagi nggak?." Tanya Gavin
Shafira jelas menggeleng ia memiliki posri makan nasi yang sangat sedikit, ia lebih suka makan sayuran. Namun siang ini ia sangat lahap menyantap tahu dan tempe goreng dengan sambal.
![](https://img.wattpad.com/cover/282136767-288-k410215.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
S H A F I R A
Literatura Femininaini kisah kehidupan para advokat muda yang berjuang untuk menyelesaikan misi setiap hari nya bertemu dengan kasus-kasus unik yang melelahkan, salah satu nya Shafira, ia memutuskan menjadi seorang pengacara sejak usia nya dua puluh empat tahun lalu...