Chapter 3

11 2 0
                                    

Masih di ambang pintu, sangat jauh namun wajah Gavin sudah bisa Shafira kenali, bagaimana tidak pria yang bertahun-tahun menjadi satu-satu nya orang yang selalu menemani nya kini kembali hadir di hadapannya.

Shafira sedikit menyesal karena niat nya melepas kontak lens sejak tadi belum ia lakukan juga, ia menyesal harus melihat Gavin sangat jelas walaupun sejauh ini, jika tahu begini sejak berangkat ke kantor tadi pagi mungkin Shafira akan dengan sengaja tidak memakai kontak lens miliknya agar dimana pun ia tidak dapat melihat Gavin dengan jelas.

Dengan tatapan sendu Gavin yang masih berdiri di ambang pintu kini masuk mengikuti langkah kaki Kathryn, keduanya saling menatap tanpa bicara. Bahkan Shafira jelas mati-matian menahan tangis  yang sudah terlihat akan pecah, Shafira melepaskan kontak lens nya bukan tanpa alasan ia sengaja membuat kontak fisik tujuannya tentu saja agar tangis nya tak pecah.

Yang paling menganggu Shafira adalah kenapa harus Gavin? Kenapa dunia ini begitu kejam padanya, upayanya melupakan Gavin selama sembilan tahun sia-sia hanya dalam beberapa detik lalu. Rasanya semuanya runtuh, darah yang berdesir begitu deras sungguh seperti membeku, Shafira juga merasa detak jantung nya tak menentu, berdetak terlalu cepat rasanya seperti saat ia sedang menahan emosi.

Sean dan Bastian bangkit dari kursi mereka lalu bersalaman dengan Gavin, juga memperkenalkan diri nya masing-masing.

"Sean..." Ucap Sean sopan.

"Gavin..." Jawab Gavin sembari tersenyum.

"Gue Bastian, kita seumuran kan?." Todong Bastian yang membuat Gavin mengangguk sembari tersenyum.

"Iya, tadi Kathryn bilang Gue seumuran sama dia dan yang lainnya."

"Udah gue duga, lo cepat berbaur orangnya. Itu semua terlihat dari muka lo." Balas Bastian sedikit terkekeh.

Kathryn yang berada di balik tubuh Gavin mengisyarat kan pada Shafira agar segera bangun dan bersalaman dengan Gavin, Shafira yang melihat Kathryn dengan kerutan di keningnya akhirnya bangkit. Shafira sungguh tidak dapat melihat dengan jelas saat ini, semuanya berbayang.

Langkah demi langkah Gavin menghampiri Shafira yang masih menatap Gavin lurus-lurus, Tepat di hadapan Shafira Gavin berhenti ia melihat Shafira yang dengan tiba-tiba memalingkan wajah nya ke arah lain, lalu memberikan tangan kanan nya untuk berjabat, Gavin menyambut tangan Shafira, "Gavin..." Ucap Gavin yang sedikit membuat Shafira terkejut, rupanya Gavin mengerti. Karena sejak tadi Shafira sudah menyusun skenario dalam otak nya untuk berpura-pura tidak mengenali Gavin di hadapan rekan-rekan yang lainnya, bukan tanpa alasan Shafira melakukan itu, ia hanya terlalu malas jika di banjiri pertanyaan-pertanyaan dari ketiga makhluk di hadapannya itu.

"Shafira..." Jawabnya dengan suara yang di buat se natural mungkin.

"Oke, ini meja lo Vin. Di sebelah lo Sean, dalam satu ruangan kita lima orang, walaupun bisa aja kita tambah personil lagi tahun depan. Ada dua Ac di sebelah timur dan selatan ruangan, Sofa ini biasanya di pakai buat nerima klien, ada pantry di ruang sebelah juga toilrt di ujung lorong sana, kantor buka mulai pukul dekapan tiga puluh tutup jam lima sore senin sampai jum'at, sabtu-minggu libur...." Cerocos Kathryn.

Gavin mengangguk-angguk sembari melihat-lihat sekeliling ruangan yang luas dengan view yang indah karena adanya  dinding kaca, "Biasanya makan siang di mana?." Padahal sebelum nya Gavin sudah tahu bahwa kantor advokat ini memiliki kantin yang mewah.

"Ada kantin di lantai delapan belas, kadang kita makan di luar juga sih vin kalau bosen... Ada lagi?."

"Udah cukup kok, oke thank you ryn."

Kathryn mengangguk dan tersenyum manis, sementara di ujung sana Shafira yang masih membuat gerakan-gerakan kecil mulai dari menjatuhkan ballpoint, Sisir rambut, sampai membetulkan printer yang tak rusak.

S H A F I R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang