romawi XV; kencan pertama

35 10 3
                                    

[note : happy national ily day! Pas bangettt, entah kenapa setiap up akhir-akhir ini lagi dapet tanggal bagus hehehehe]

[note : happy national ily day! Pas bangettt, entah kenapa setiap up akhir-akhir ini lagi dapet tanggal bagus hehehehe]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Memang bener kamu Nere jadian sama anak biologi? Si Mica-Mica itu?”

Pertanyaan itu membuat Nere menoleh. Menemukan dosen wanita muda dengan tampilan sexy dan wajah cerah. Ah, dosen itu yang selalu Nere hindari sedari semester awal—sampai detik ini.

“Kalo iya kenapa bu?” tanya Nere sopan.

Bu Omega—tapi lebih disapa bu Mega—lebih tepatnya lagi Donit alias dosen genit oleh orang sekampus karena kerap menggoda Nere. Bahkan tingkahnya semakin hari semakin lenjeh, menjelma seperti mahasiswi yang kadang tak lihat status bahwa dirinya seorang dosen.

“Kamu serius? Kamu tau kan siapa kamu? Mica itu nggak ada apa-apanya!” ujar bu Mega sembari menyugar rambutnya ke belakang. Tebar pesona dikit, kan siapa tahu habis ini Nere berubah pikiran dan mutusin Mica, lalu beralih ke bu Mega (halu tingkat dewa(sa))

Nere mengernyit bingung, sedangkan Aldi dan Dero hanya diam mendengarkan.

“Maaf bu maksud ibu apa?” tanya cowok bingung.

Bu Mega memutar bola matanya malas. “Ya lihat dong diri kamu! Kamu itu ketua BEM, ganteng, karismatik, pinter walaupun pemalas, dan kamu itu tipe ibu banget!” jawab bu Mega. “Nah sekarang kamu lihat Mica, nggak cantik, biasa aja, populer juga enggak. Huh udah deh! Jauh banget sama kamu!” lanjut bu Mega dengan nada mengejek.

Nere terkejut. Sebegitunya kah penilaian orang-orang terhadap Mica? Apa Mica sekurang itu?

Dia benar-benar tak menyangka dan tak habis pikir. Merasa kesal sekaligus bersalah. Kesal karena orang-orang yang menatap Mica sangat rendah—apalagi sampai mengatakannya di depan Nere. Dan merasa bersalah karena dia tak bisa memahami Mica dan menghajar satu persatu mulut busuk orang-orang yang menghina Mica.

Nere bangkit dari duduknya. “Maaf bu sebelumnya, tugas ibu cuma ngajar. Bukan ngerendahin mahasiswi lain,” ucap Nere yang membuat seluruh atensi kelas jadi menatap ke mejanya. “Kalau ibu emang mau ngerendahin Mica, jangan di depan saya. Bukannya saya mau melawan ibu sebagai dosen, tapi kalau dosennya saja sudah seperti ibu.” Nere menunjuk bu Mega. “Lalu gimana mahasiswa dan mahasiswinya?” cowok itu menatap teman sekelasnya.

“Ibu emang nama pangkat pendidikannya tinggi, tapi kalau mulut ibu begitu, pangkat ibu nggak ada nilainya.” Nere benar-benar sudah lepas kendali. Rasanya benar-benar tak terima mendengar semua pernyataan dari bu Mega tadi.

Nere mengambil tasnya. “Saya bakal minta ganti mata kuliah ibu. Ibu jangan minta maaf sama saya, tapi sama Mica. Saya bukannya mau membela Mica karena dia pacar saya, tapi siapapun yang dibegitukan di depan saya. Saya akan bertindak, entah sama dosen, ataupun teman saya.” punkas cowok itu kemudian pergi meninggalkan kelas. Rasanya sangat muak!

NEREMICA [segera diterbitkan dimimpi sy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang