[Bray follow dulu sebelum membaca okayii]
'Kita akan sempurna dimata orang yang tepat'
Nere dan Mica. Dua orang yang sangat berkebalikan jauh.
Bagi Mica, Nere adalah sosok sempurna yang dipahat apik oleh Tuhan. Ia berpikir bahwa memiliki Nere adalah...
[note: i always add @*#^!&#@! disetiap akhir kata kasar/perasaan lebih disetiap ucapan dll. Bcs ikr nggak semua pembaca cerita ini dewasa (dalam artian pasti ada yang 17-) and i hope all of u understand!]
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mica berjalan melewati parkiran kampus, pikirannya terus melayang-layang ke kejadian beberapa hari lalu saat dia bersama Nere. Rasanya jika mengingat itu dia sangat malu.
Semoga saja Nere waktu itu benar-benar tidur dan tak mendengar atau merasakan apapun darinya. Dan mungkin yang kemarin adalah terakhir kalinya dia berurusan dengan seorang Nere Yegara.
‘Stop pikirin Nere lagi, dan stop suka sama dia!’ batin Mica benar-benar terus mengingatkan dirinya sendiri. Karena dia tahu bahaya jika berdekatan dengan Nere. Karena bagi Mica, Nere itu terlalu rumit untuk didekati.
Tapi-rasanya itu terlalu sulit bagi Mica. Iya, Nere itu membuat Mica sangat sulit. Sulit untuk mendapatkan dan sulit juga untuk dilupakan.
“Eh?”
Mica melihat ke bawah saat tak sadar menginjak sesuatu.
“What the fuc@*#^!&#@!”
Suara itu membuat Mica mengangkat pandang. Menemukan cewek dengan dandanan super menor yang kini menatapnya super sinis. Mica tak kenal. Karena dia sendiri jarang bergaul—selain dengan teman sekelasnya.
“Lo buta ya? Lo tau kan apa yang lo injek itu?!” suara cewek itu semakin meninggi, membuat Mica meringis. “Diri lo aja nggak cukup buat ganti!”
“Gue minta maaf banget, gue beneran nggak liat.” sekarang yang harus Mica lakukan adalah meminta maaf dan mencari cara untuk mengganti barang itu.
“Mending lo jual aja mata lo buat ganti, dari pada nggak lo pakek yang bener!” kata cewek tadi sarkastik. Cewek itu tahu siapa Mica dan berita terbaru tentang Mica. Si cewek biasa yang dikasih coklat sama pujaan kampus.
Mica merutuki dirinya sendiri, merasa sangat bodoh. Kenapa dia bisa ceroboh?
Ini semua karena memikirkan Nere. Karena setiap memikirkan Nere akan selalu menggiringnya ke petaka tak berujung.
“Gue minta maaf banget, gue janji bakal ganti barang lo yang gue injek,” kata Mica. Walaupun dia sendiri bingung bagaimana mengganti sesuatu yang ia injak itu-yang kemungkinan sangat mahal.
PLAK!
Tamparan itu mendarat tiba-tiba dipipi Mica. Cewek itu bahkan kini menegang, dia tak menyangka cewek tadi akan menamparnya.
“Gue tau lo banyak gaya karna lo dikasih coklat sama Nere kan?!” suara cewek itu kembali memenuhi telinga Mica. Entahlah Mica benar-benar tak bisa menjawab, dia hanya diam karena bingung dan kaget. Dia kembali jadi tontonan, tapi bukan dalam konteks bersama Nere.
“Gue bakal—
“Gue yang ganti! Berapa? Sebut aja.”
Suara itu membuat Mica dan cewek tadi menoleh. Menemukan si dewa Yunani kampus yang kini menyodorkan ponselnya.