14. Stop Make a Loss

160 7 0
                                    

                Aku tidak menjawab pertanyaan Bara. Dan Bara pun tidak memaksaku, dia juga diam saja. Bara berhenti di taman yang sebelumnya pernah kita kunjungi. Setelah memarkirkan motor Bara berucap "kita perlu bicara dengan duduk tenang, bukan diatas motor di tengah jalan" Bara menarik tanganku ke sebuah kursi panjang di bawah pohon yang rindang.

"Gita pernah memberiku hadiah tapi aku tidak menerimanya, pernah mengirimku pesan tapi aku tidak merespon dan pernah memberiku surat tapi kubuang" ucap Bara tiba-tiba tanpa kalimat pembuka atau pengantar apapun.

"aku tidak mengenal jauh tentang Gita, hanya seperti itu kedekatan kita" Bara memandangku lamat-lamat "jadi apa kau masih cemburu ?"

Aku memalingkan wajahku dari pandangan Bara. Aku harus sembunyikan wajah memerahku.

"kau dengar semuanya ? sejak kapan kau di dalam café ?" tanyaku. Selain untuk mengalihkan pembicaraan aku juga penasaran. Aku menjaga agar wajahku tetap terlihat tenang.

"aku duduk disana untuk membicarakan tugas. Aku tidak tahu kau ada disana sampai aku dengar suaramu ada di belakangku dan aku mendengar semuanya" duh malunya Aku. Kenapa aku tidak menyadari Bara ada disana. Aku ingin meremas mukaku sekarang juga.

Aku memberikan senyum canggung, tidak tahu harus merespon seperti apa. Kukira Bara akan marah jika aku mencari tahu tentangnya secara diam-diam. Untung saja tidak seperti itu.

"jadi apa lagi yang ingin kau ketahui ?" tanya Bara lagi. Aku menggelengkan kepala dengan menggigit bibir bawahku. Apa yang kutanya, bahkan otakku seperti sedang eror sekarang. Aku hanya sangat malu.

"kalau begitu, berhenti melakukan sesuatu yang merugikan dirimu sendiri" Bara berdiri dan menyugar rambutnya dengan tangan kanan "kuantarkan kau pulang sekarang. Aku ada urusan jadi tidak bisa berlama-lama. Maafkan aku"

Akupun segera berdiri "maaf ? untuk apa"

"karena tidak bisa berlama denganmu, kau pasti kecewa kan"

"sama sekali tidak" jawabku dan mendahului pergi ke parkiran.

............................................................................

Aku sampai di kelas ketika belum banyak siswa yang datang. Aku lihat Gita dan Sasa memandangiku dari tempat duduk mereka. Tumben mereka sudah datang, biasanya telat kalau tidak begitu waktu bel berdering baru tiba. Aku berusaha mengabaikan mereka dengan membuka ponselku.

Tiba-tiba Gita dan Sasa sudah berada di sampingku. Karena aku terlalu fokus dengan ponsel sampai Aku tidak lihat mereka berjalan kesini. Sepertinya keselamatanku terancam.

"mana ?" Gita menyodorkan telapak tangannya di depanku.

Aku memandang mereka bergantian dengan tatapan bingung.

"kau bilang hari ini akan memberikan baju merk a kan" sekarang giliran Sasa yang berbicara dengan nada sarkas.

"tapi kau tidak memberiku informasi apapun" jawabku ragu karena takut. Nyaliku tidak pernah berani untuk bertengkar seperti ini. Biasanya aku akan langsung menuruti apapun permintaan orang untuk menghindari pertengkaran. Tapi kali ini, sisi lain diriku ingin menunjukkan aku tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan diriku sendiri. Ucapan Bara kemarin sangat berbekas di kepalaku. Seperti dorongan yang kuat aku harus melakukan ini.

"itu karena kau kabur" Gita melipat tangannya di dada. Entah kenapa semua pergerakan Gita membuatku takut. Aku takut tiba-tiba ditampar atau lebih parah di cekik.

"tapi Git"

"JANJI ADALAH HUTANG" Gita membentak di samping telingaku. Sampai membuatku memejamkan mata rapat-rapat.

"aw aw aw" suara Gita merintih kesakitan. Aku segera membuka mata dan melihat apa yang terjadi.

Rea menjambak rambut Gita sampai tubuh Gita terpelintir menahan sakit.

"JANGAN JADI PREMAN YAA" ucap Rea masih dengan tangan meremas rambut Gita. Disisi lain Sasa berusaha melepaskan tangan Rea

"kau yang preman Rea, lihat kelakuanmu" Sasa berusaha membela Gita.

"aku preman baik, beda dengan kalian preman jahat" Rea melepas tangannya. Sepertinya dia sudah merasa puas menjambak.

Gita merapikan rambutnya dengan kedua tangannya. "Faleesha yang janji sendiri"

Rea menatapku untuk meminta penjelasan dariku "aku akan memberikan hadiah jika dia memberiku informasi tapi dia tidak memberiku informasi jadi perjanjian itu batal kan"

"tapi perjanjian sudah terlanjur diucapkan" Sasa membela Gita.

"APA KAU BODOH, APA KAU MEMANIPULASI KATA-KATA ?" Rea membentak sampai beberapa siswa yang ada diluar kelas mendengar. "perjanjian itu sudah batal karena salah satu pihak tidak mendapat apa yang dia inginkan. DASAR LICIK" Rea menarik kedua lengan bajunya seperti hendak memukul mereka. Sebelum hal itu benar benar terjadi mereka berdua mundur perlahan dan pergi ke tempat duduk masing-masing dengan wajah takut.

Begitupun dengan Rea, dia juga duduk di tempat duduknya dengan nafas terengah-engah. Berteriak juga menghabiskan tenaga.

"tumben kau tidak langsung memberikan permintaan mereka" ucap Rea lirih. "biasanya kau tidak sadar jika sedang dibodohi"

Aku tahu ini sebuah pujian. "terimakasih" aku tersenyum kecil.

"lain kali tinggal melatih keberanianmu"

...................................................

Aku tengah menikmati sup buah yang tersaji di hadapanku. Sangat menyegarkan dimakan ketika terik di sela kesibukan kelas. Air es nya seolah ikut menyegarkan kepalaku. Dingin di mulut tapi menyebar ke seluruh tubuh.

"untuk apa kau mencari informasi tentang Bara ?" pertanyaan Rea seketika memberi rasa panas untuk sup buahku. Aku malas menjawabnya.

"hanya ingin tahu"

"kalian dekat ?" meskipun Rea tengah asyik menikmati makanannya, tapi dia tetap fokus mengintrogasiku.

"tidak juga"

"kau menyukainya ?"

"mmm kenapa kau kemarin bisa berada di café ? bukankah seharusnya kau di lapangan basket memberi semangat tim sekolah kita" aku mengalihkan pembicaraan.

"ah itu" Rea mengambil air mineralnya dan meneguknya hingga setengah botol. Dia terlihat berbinar, kurasa dia ingin menceritakan sesuatu yang menarik. "pertandingan dengan sekolah lain ditunda dan Jafin mengajakku ke café. Aku senang sekali"

"Bagaimana ceritanya ?" aku berhasil mengalihkan perhatian.

Rea menceritakan dengan sangat antusias sampai dia lupa harus menghabiskan makanannya. Dia bilang ketika pertandingan dibatalkan Jafin menghampirinya diantara penonton yang lain. Bahkan penonton lain sempat iri melihat interaksi Jafin dengan Rea.

Ketika aku pulang dengan Bara, Jafin dan Rea masih melanjutkan acara makan di café. Rea tidak berhenti tersenyum selama dia menceritakannya. Apa yang mereka bicarakan, bagaimana sikap Jafin, Rea menceritakan semua dengan detil dan terus memuji-muji Jafin. Aku jadi ikut tersenyum mendengar semua ocehannya.

"apakah kalian semakin dekat ?" tanyaku.

"entahlah aku harap begitu"

Aku tidak tahu ini kedekatan mereka seperti dua orang manusia untuk mengarah ke suatu hubungan atau sekedar urusan fans dengan idolanya. "atau ini hubungan antara idola yang menyenangkan fans nya ?" aku menggodanya.

Rea cemberut dan memberiku tatapan kesal "jika memang begitu seharusnya Jafin juga mengajak penonton yang lain kan, memangnya yang mengidolakan Dia hanya aku"

"hahaha begitu ya"

"kau harus melihat jika ada yang spesial diantara yang kuceritakan tadi"

"iyaa itu sesuatu yang spesial kuakui" tidak terasa semangkuk sup buahku sudah habis. Kulirik makanan milik Rea masih sisa setengah. Dia benar-benar lupa dengan itu. Untung saja aku aman dari pertanyaan Rea.

......................................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now