Aku khawatir dengan kondisi Rea. Dia menatap ke papan tulis tapi pandangannya kosong. Dia juga tidak banyak bergerak, yang sering kudengar dia berulang kali menghembuskan napas gusar. Dia sangat mengkhawatirkan. Aku bisa bayangkan rasanya pasti tidak nyaman, seseorang yang kau sayangi tiba-tiba berubah. Pikiran buruk pasti memenuhi kepalanya. Aku tidak tega melihatnya.
Aku tidak pernah menduga sebelumnya hubungan Rea dan Jafin akan berada di posisi seperti ini. Selama ini kulihat mereka selalu akur, selalu bersama, dan tentunya selalu tertawa. Aku tahu setiap hubungan pasti akan menemui masalah tapi ya kupikir masalahnya hanya masalah sepele yang bisa diselesaikan satu atau dua jam. Yang terjadi sekarang masalahnya begitu rumit dan sangat berdampak bagi kehidupan Rea.
Aku saja yang belum jadian tapi sudah di tolak Bara kemarin rasa sakitnya bukan main, kali ini Rea pasti berlipat kali lebih sakit. Jika mencintai sesuatu hal terlalu dalam maka jika terluka juga akan sakit terlalu dalam.
Bel istirahat pertama berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas. Kecuali Rea dan Aku. Kuperhatikan Rea tidak beranjak sedikitpun dari duduknya. Padahal biasanya dia akan pergi ke kantin untuk sarapan atau membeli makanan ringan. Aku prihatin melihat kondisinya. Aku juga penasaran apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka. Aku ingin mendengar penjelasan dari Jafin. Apa Jafin tidak tahu jika kondisi Rea sampai seperti ini.
Aku menghampiri Rea, Rea meletakkan kepalanya diatas buku-buku yang berhamburan diatas mejanya. Aku mengusap punggungnya dengan lembut "kau tidak lapar ?"
Rea tidak mengucapkan apapun, dia hanya menggeleng. Aku mengusap rambutnya dan merapikannya. "aku akan menemui Jafin, aku akan bertanya penjelasan darinya"
Rea tidak memberiku jawaban. Tanpa menunggu lama lagi aku pergi ke kelas Bara. Beruntung karena kelas Bara ada di samping kelasku jadi tidak butuh waktu lama. Aku langsung masuk saja seperti biasanya, tapi sialnya aku tidak melihat sosok Jafin disana. Yang kulihat justru Bara tengah mengobrol dengan beberapa orang di kursi paling belakang. Pemandangan yang tidak pernah kulihat sebelumnya.
Bara serius dalam memerankan sikapnya untuk mau bersikap normal. Kupikir awalnya mungkin Bara akan kesulitan tapi sepertinya orang-orang menerima perubahan Bara dengan sangat baik. Itu membantu Bara dalam beradaptasi.
Melihat aku datang, Bara segera menghampiriku "kau merindukanku ?" itu kalimat pertama yang keluar dari mulut Bara. Aku mundur beberapa langkah dan memberinya tatapan aneh.
"itu berlebihan" kataku yang dibalas gelakan tawa oleh Bara.
"aku mencari Jafin ? kemana dia ?" aku kembali mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. Siapa tahu Jafin terselip di sela-sela meja dan kursi.
"Jafin ada latihan tambahan renang, sebentar lagi dia ada lomba seluruh SMA di tingkat Kota"
"oo begitu. Apa Rea tahu tentang ini ya?" lebih tepatnya aku bertanya dengan diriku sendiri. "Rea sangat megkhawatirkan. Dia bengong, tidak bicara dan hanya meletakkan kepala diatas meja dengan lesu"
"Rea pikir Jafin selingkuh, apa mungkin Jafin melakukan hal seperti itu ?" kataku lagi.
"aku tidak tahu"
"kau kan sahabatnya"
"iya tapi aku tidak tahu hal yang sangat pribadi itu"
"baiklah aku kembali ke kelas, aku akan memberitahu Rea hal ini"
"okey, bye" Bara melambaikan tangannya padaku.
Rea masih di posisinya semula. Meletakkan kepalaya diatas meja. Kali ini ditambah dia memejamkan mata. Apakah dia tidur. Aku mengusap lengannya dengan perlahan "Re, apa kau tahu Jafin sedang sibuk latihan berenang karena Dia akan menghadapi lomba tingkat Kota ? sepertinya Jafin sibuk dengan hal itu, jadi mungkin dia tidak sel-" kalimatku terhenti ketika Rea dengan sigap mengangkat kepalanya menghadap padaku.
"aku tahu Jafin akan ada lomba, bahkan tiga hari yang lalu aku masih menemaninya berlatih. Kau pikir aku pacar yang manja dan tidak bisa menempatkan diri ? yang menjadi masalah bukan itu, aku pacar yang tahu diri FALEESHA, aku hanya mengiriminya pesan untuk menanyakan kabarnya aku tidak menuntut atau memberondonginya seribu pesan dalam sehari. Aku juga tidak menelfonnya dalam 24 jam penuh aku hanya menunggu waktunya istirahat. Tidak mungkin kan Jafin akan berenang selama 24 jam penuh, dia pasti punya waktu istirahat dan waktu luang untuk memeriksa ponsel. Tapi nyatanya di waktu luang pun Dia tidak mau memberiku kabar. Kau terus bersikap seolah menuduhku yang salah. Kau terus membela Jafin. Kau tidak mengerti apa yang kurasakan" Rea berteriak padaku. Dia terlihat memarahiku tapi aku tahu Rea hanya meluapkan kekesalannya. Aku tahu Rea tidak sepenuhnya marah padaku. Kubiarkan saja dia mengatakan apapun yang dia inginkan sampai dia lega.
"Jafin berubah bukan karena keadaan, tapi karena memang dia sudah berubah" Rea mulai menitikan air mata lagi.
"menangis saja jika kau ingin menangis" ucapku lirih. Lebih baik dia meluapkan segalanya sekarang, baik tangis maupun pikiran buruknya agar nantinya dia bisa lega.
"tadi malam ketika aku menghubungi nomor Jafin, dia-dia-dia sedang ada di panggilan lain. Lalu aku mencoba sepuluh menit kemudian Dia juga masih berada di panggilan lain. Kau pikir pelatih dan anak didiknya akan menelfon sampai pukul 10 malam ? untuk apa ? itu pasti bukan pelatih" Rea mengatakan sambil menangis, bahkan nafasnya sampai tersendat.
Yang dikatakan Rea memang ada benarnya tapi aku tidak mungkin akan langsung mendukung dugaannya tanpa bukti yang jelas. Aku masih berharap hubungan mereka bisa diselamatkan.
"tadi pagi aku juga menelfonnya. Dan Jafin berada di panggilan lain" Rea memelukku dan menumpahkan segala tangisnya.
"jika aku tahu siapa perempuan itu, akan kuhancurkan hubungan mereka. Kucabik-cabik mereka berdua dan kubuang jasadnya di kebun binatang agar semua karnivora disana kenyang" ucap Rea dengan nada penuh kesal.
Aku tidak tahu harus menjawab apa, kubiarkan dia melepaskan semuanya dan nanti setelah tenang baru Dia pasti bisa berpikir normal. Ini hanya luapan kekesalannya saja. Pulang sekolah ini aku harus menemui Jafin. Aku harus tahu semuanya dengan jelas. Tidak bisa dibiarkan jika Dia membuat sahabatku hancur seperti itu.
Aku ingat betapa Rea sangat menyukai Jafin, Dia selalu mengajakku menonton Jafin. Jafin selalu handal di segala bidang olahraga. Jadi Rea selalu mengikuti apapun kegiatan Jafin. Ingat bagaimana Rea sangat bahagia ketika pertama kali berinteraksi dengan Jafin, matanya berbinar dan senyumnya tidak pernah pudar dari bibirnya. Ingat juga dimana dia selalu serasi berjalan beriringan dengan Jafin. Aku tidak pernah membayangkan hal buruk seperti ini akan menimpa hubungan harmonis mereka berdua. Apa sebenarnya yang menjadi penyebab.
Aku masih berusaha berpikir positif, ada kemungkinan Jafin sedang ada urusan dengan orang lain. setelah aku menemui Jafin pasti semuanya akan baik-baik saja. Mereka berdua akan bersatu kembali. Dan kesedihan ini hanya salah satu ujian dalam hubungan mereka. Kurasa Jafin ingin fokus dengan perlombaan ini, itu sebabnya Dia mengurangi intensitas komunikasinya dengan Rea.
....................................................
YOU ARE READING
Who Are U ?
Science-FictionPada awalnya semua berjalan normal. Kita bertemu tanpa sengaja, saling mengenal dan semakin dekat. Diam-diam aku menyukaimu dan ternyata kaupun juga. Tidak ada yang lebih indah didunia ini selain perasaan yang terbalas. Sampai pada suatu hari semua...