Aku harus menemui Jafin. Aku harus bisa mencari ujung dari masalah ini secepat mungkin. Kalaupun hubungan mereka harus berakhir itu bukan masalah. Setidaknya aku jadi tahu apa yang harus kulakukan untuk Rea. Apakah aku harus memberinya semangat untuk bertahan atau aku harus memberinya dorongan untuk bangkit. Apapun akhirnya yang jelas kuharap semuanya bisa segera terselesaikan. Meskipun dalam lubuk hatiku yang paling dalam aku masih berharap hubungan mereka bisa di selamatkan.
Dengan perasaan gundah serta pikiran dipenuhi Rea, aku berdiri di depan kelas Bara menunggu Bara keluar. Kurasa ini lama sekali, setiap detiknya terasa begitu lambat. Kelas lain sudah berhamburan keluar. Tinggal kelas Bara yang belum.
Akhirnya yang ditunggu keluar juga. Bara tersenyum menghampiriku
"Bagaimana hari pertamamu ?" tanyaku. Aku mencoba tetap tersenyum tidak menunjukkan kegelisahanku. Bagaimanapun juga ini hari pertama Bara menjadi orang yang Baru aku harus memberinya dukungan
Bara menaikkan satu alisnya " hari pertama ?" ucapnya bernada pertanyaan. Kami berdua tertawa, itu memang sedikit aneh didengar "Yaa semua orang menghampiriku, aku sedikit kewalahan dan belum terbiasa dengan hal ini"
Kami berjalan beriringan ke tempat parkir. Beberapa pasang mata memandangi kami. Aku sedikit malu dengan situasi seperti ini. Setiap gerak gerikku seperti diperhatikan. Kurasa hal seperti ini hanya akan terjadi hari ini saja, besok juga semua sudah kembali normal dan biasa saja. Aku mencoba memaklumi karena ini disebabkan perubahan yang ditunjukkan Bara begitu menonjol.
"apa ada yang menganggumu atau tidak menyukaimu secara terang-terangan ?"
"sepertinya ada, hanya aku tidak menyadarinya"
Kami sampai di samping mobil Bara. Lagi-lagi Bara yang membukakan pintu untukku. Bara juga tidak lupa memegangi kepalaku ketika aku masuk. Ini membuatku reflek tersipu, pasti wajahku sudah semerah tomat. Tenang-tenanglah aku harus terbiasa dengan sikap manis seperti ini.
Setelah Bara sudah duduk di balik kemudi aku mengatakan ingin menemui Jafin. Bara menyetujuinya, Jafin memang mendapat dispensasi untuk tidak mengikuti pelajaran selama beberapa hari untuk persiapan lomba. Dan Jafin lebih banyak menghabiskan waktunya di kolam renang untuk berlatih.
Sebenarnya aku bingung harus bicara apa dulu nanti ketika bertemu Jafin. Aku tidak mau terlihat menghakimi dan menuduh sebelum tahu kebenarannya. Aku terus berpikir kalimat yang baik untuk kukatakan. Aku juga tidak mau merusak hubungan Jafin dan Bara, atau membuat mereka berdua ikut canggung karena ulahku. Aku tidak akan mempermalukan Bara, aku harus menjadi pacar yang baik.
Suasana kolam renang sepi, tidak banyak orang. Hanya terdengar suara peluit disertai deburan air. Ada tiga orang yang berenang, salah satunya pasti Jafin. Dan seorang pelatih berdiri di tepi kolam. Berulang kali pelatih itu berteriak memberikan semangat, berteriak keras sampai otot di lehernya menonjol.
Pelatihnya bukan Pak Rudi, ini pelatih khusus yang dipanggil Pak Rudi untuk mendidik mereka. Ini sebuah strategi dalam pertandingan.
Aku dan Bara duduk tak jauh dari tepi kolam, menunggu sampai waktu istirahat mereka.
"menurutmu apa yang harus kulakukan kalau ternyata Jafin benar-benar selingkuh ?"
Bara menatapku, sepertinya dia juga bingung "kau memintaku membujuk Jafin ? aku belum bisa melakukan hal yang seperti itu"
Aku tersenyum, aku tahu itu sebuah sindiran. Aku terlalu banyak meminta dan sekarang dia baru saja memulai bersikap normal tapi aku terkesan meminta dia melakukan hal lain lagi. Tapi sungguh bukan itu maksudku. Aku hanya bingung, aku harus memaki Jafin atau mengabaikannya. Aku bukan tipe orang yang biasa memaki-maki. Bertengkar dengan Gita dan Sasa saja aku malas. Tapi sebagai sahabat yang baik bukankah aku harus melakukan sesuatu untuk mewakili Rea.
"bukan begitu, bagaimana sebaiknya seorang sahabat bersikap ketika sahabatnya diselingkuhi, aku tidak biasa membentak, kau tahu sendiri kan"
"kau mau aku mewakilimu memukul Jafin ?"
Aku tertawa, tidak menduga Bara akan bicara sesantai itu membahas tentang pukulan untuk sahabatnya "apa itu boleh ? dia sahabatmu"
"sebenarnya tidak boleh"
Aku mengerlingkan mata, dia hanya bergurau padahal kukira bisa serius. Percakapan kami terhenti ketika ketiga perenang itu berjalan mendekati tepi mengambil handuk dari tas mereka. Kurasa mereka sudah selesai. Aku segera berdiri dan menghampiri Jafin.
"Jafin, Jafin bisa kita bicara sebentar" Jafin melirikku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Dia seperti malas melihatku. Aku mulai merasa aneh dengan tingkahnya. Kemana Jafin yang ramah itu. kata kata Rea yang mengatakan Jafin berubah mulai berputar di kepalaku.
Jafin tidak memberiku jawaban, dia masih sibuk menenggak sebotol minuman. Aku memanggilnya lagi, "Jafin lima menit saja"
Dua orang yang ada disamping Jafin kini melirikku, ini membuatku malu. Apa kedatanganku mengganggu mereka. Sebaiknya aku pergi saja.
"ada apa ?" Jafin memanggilku ketika aku sudah berbalik. Tidak mau membuang kesempatan aku segera menarik tangannya untuk menjauh dari dua perenang lain.
"Rea menangis sepanjang hari, apa yang terjadi padamu ?" raut wajah Jafin seolah kesal mendengar kabar itu. Bukankah seharusnya dia khawatir.
"kau lihat sendiri aku sibuk mempersiapkan lomba"
"aku tahu tapi kenapa kau mengabaikannya ? satu pesan saja itu sudah membuatnya tenang"
Jafin berdecih, Dia melempar pandangan ke arah lain. Seperti malas berdebat denganku.
"aku sangat sibuk dan ini perlombaan sangat penting bagiku. Kalau tidak ada yang penting lagi untuk dibicarakan aku pergi"
Aku menahan tangan Jafin yang sudah bergerak untuk pergi "Jafin, memberikan satu pesan singkat hanya butuh waktu dua menit. Kau terganggu dengan dua menit itu ?" aku tidak melepaskan tangan Jafin, dia terlihat tidak nyaman dan sangat kesal dengan perbincangan ini. Aku merasa ada yang aneh dengannya. Sepertinya Jafin sudah tidak peduli dengan hubungan mereka.
"jujur saja Jafin apa yang membuatmu begini ? kau masih mencintainya kan ?"
Jafin melepaskan tanganku, dia meremas rambutnya dengan kedua telapak tangannya. Dia menggeram frustasi.
"sepertinya aku tidak bisa melanjutkan hubungan dengan sahabatmu itu ?" seperti ada benda tajam yang menusuk dadaku. Sampai membuat seluruh tubuhku terasa sakit. Aku tidak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut Jafin. Bahkan menyebut nama Rea saja Jafin enggan melakukannya. Aku ingin menamparnya sekarang juga tapi sesuatu menahanku. Tanganku tiba-tiba kaku bahkan mulutku juga kelu untuk mengucapkan kata-kata.
"sampaikan maafku padanya. Aku hanya tidak bisa melanjutkan hubungan kita" Jafin bergerak pergi meninggalkanku yang masih terpaku.
Sebelum Jafin menjauh aku mengejarnya dan menarik lengannya lagi. Mataku sudah berkaca-kaca. Rea yang putus tapi aku yang merasa sakit.
"kenapa ? jelaskan ? alasannya apa ?" aku membentak. Aku tidak peduli jika dua perenang lain mendengarku.
"aku tidak tahu. Aku hanya sudah tidak nyaman dan ingin berakhir"
Air mataku tidak bisa kutahan lagi. Astaga aku sedih sekali, aku tidak tega mengatakan berita ini kepada Rea. Gambaran tentang Rea yang terus menangis membuat dadaku semakin sakit. Kenapa Jafin seolah menyembunyikan sesuatu. Kenapa Jafin tidak mau menjelaskannya.
"katakan padanya sendiri" ucapku dengan nada bergetar karena menahan tangis.
Bugh
Mataku membulat ketika tiba-tiba Jafin dipukul sampai tersungkur ke lantai. Suara pukulan itu sangat keras.
"ops sorry, aku tidak peduli dengan hubunganmu dengan Rea tapi kau membuat pacarku menangis" ucap Bara dengan santai dan tampang tak berdosa. Aku masih terkejut dengan kejadian yang begitu cepat. Jafin tersungkur di lantai memegangi pipinya dan kulihat ada darah keluar dari ujung bibirnya.
Bara mengulurkan tangannya untuk membantu Jafin bangun. Apa yang mereka lakukan, Bara memukulnya tapi Bara juga yang menolongnya. Jafin sepertinya juga tidak menunjukkan gerak gerik akan memberikan balasan. Jafin menerima pukulan itu. Tapi apa kata Bara, pukulan itu ia berikan karena Jafin membuatku menangis. Seketika air mataku kering.
.......................................................
YOU ARE READING
Who Are U ?
Science FictionPada awalnya semua berjalan normal. Kita bertemu tanpa sengaja, saling mengenal dan semakin dekat. Diam-diam aku menyukaimu dan ternyata kaupun juga. Tidak ada yang lebih indah didunia ini selain perasaan yang terbalas. Sampai pada suatu hari semua...