28. I Need a Space

117 6 0
                                    

"kau marah padaku ?" tanya Rea yang duduk di sampingku. Dia berkata dengan lirih, karena tidak mau mengganggu guruku yang tengah menjelaskan materi di depan.

                Aku mengabaikan Rea, dari tadi memang aku tidak banyak bicara. Sebenarnya bukan karena aku sengaja diam karena marah dengan Rea tapi aku memang sedang ingin menenangkan diri dan mengendalikan pikiranku. Rea tidak tahu aku sedang kalut, dan aku tidak bisa menceritakan hal ini kepada Rea.

                Aku hanya menggeleng. Rea berhenti bertanya lebih. Kami kembali memperhatikan pelajaran. Guru meminta kami membentuk kelompok diskusi. Beliau mengacak nama siswa dan meminta kami berkumpul dengan kelompok kami. Aku satu kelompok dengan Rea, Gita dan Sasa.

                Kami membentuk meja menjadi meja diskusi yang mana menyatukan dua meja dan kami membentuk lingkaran kecil. Kami diberikan soal sebuah masalah lalu kami diminta menganalisis solusi yang bisa dilakukan. Aku menugaskan mereka untuk mencari referensi, karena jawaban kami butuh alasan yang kuat dan alasan yang dipercaya hanya dari sumber yang terpercaya. Untuk itu kami tidak bisa asal menjawab saja tanpa sebuah landasan yang jelas.

                Aku mengeluarkan laptopku, begitupun Rea. Sedangkan Gita dan Sasa mereka tidak membawa laptop, mereka mencari referensi dari ponsel. Rea sudah mencela, mengkritik serta menghakimi mereka berdua seperti kalimat "kalian berdua tidak berguna"

                Selama diskusi aku hanya bicara seperlunya. Melihatku yang banyak diam sepertinya Rea juga menghargaiku dengan tidak banyak bercanda. Biasanya kami akan banyak bercanda.

"apa kalia sedang bertengkar ?" tanya Gita memandang aku dan Rea bergantian.

"kalian seperti menjaga jarak" sekarang giliran Sasa bertanya.

Aku menggeleng lemah dan kembali membaca artikel dari laptop.

"sepertinya mereka bertengkar, ternyata mereka bisa bertengkar" bisik Gita yang masih bisa kudengar. Mereka berdua cekikian menertawakan aku dan Rea "ini menarik, kurasa mereka tidak terpisahkan ternyata bubar juga" lalu tertawa lagi. Mereka terus menertawakanku sampai membuatku risih. Tapi aku hanya bisa menghela napas gusar.

"kalian diam atau kursi ini melayang ke wajah kalian" Rea memberikan gertakan dengan dua mata melotot. Bukannya takut mereka berdua malah cekikikan lagi "jika tidak bisa berkontribusi setidaknya jangan mengganggu" Rea memukul meja tapi tidak terlalu keras, tidak sampai mengganggu kelompok lain. Aku memperhatikan sekitar takut ada yang terganggu dengan kehebohan Rea.

Gita dan Sasa berpura-pura diam tapi mereka hanya menahan senyum. Dengan begitu malah membuat mereka semakin tertawa lagi, aku tidak tahu apa lagi yang mereka tertawakan

"kalian sangat tidak berguna. Aku dan Faleesha tidak bertengkar, kami bersikap profesional, waktunya belajar ya belajar. Kalian tidak akan mengerti hal seperti itu. Dasar tong kosong" kali ini ucapan Rea meninggi. Aku hanya bisa menepuk nepuk kening.

Aku memeriksa guru, takut beliau mendengar kehebohan kelompokku, tapi untungnya aman. Aku memeriksa sekitar ke kelompok lain. Mereka semua tidak menyadari karena mereka juga berisik. Bedanya kelompok lain berisik karena diskusi tapi kelompokku berisik karena bertengkar.

"kita tidak perlu menuliskan nama mereka di anggota kelompok kita" Rea memberi usul padaku.

"aku sudah menyelesaikannya, silahkan kalian baca jika ada usulan atau koreksi katakan saja bisa kita diskusikan" aku memutar laptopku agar mereka bisa membaca hasil pekerjaanku. Aku menunggu mereka membaca.

" aku setuju"

"aku juga"

"iya iya aku setuju pendapatmu begitu saja sudah bagus"

Tidak berapa lama mereka mengatakan setuju. Cepat sekali mereka membaca, apa mereka mengerti semua isinya.

Aku menyimpan file hasil kerjaku untuk dikumpulkan. Tapi Rea kembali menyela "hapus nama mereka berdua"

"tidak bisa"

"kau tidak melakukan apapun"

"kau juga tidak, semua itu hasil kerja Faleesha"

Aku hanya bisa menggaruk kepala melihat perdebatan mereka.

"setidaknya aku berusaha dan aku tidak mengganggu Faleesha, lihat kalian, apa yang kalian lakukan"

"tidak adil, kita bertiga sama saja. Kau hanya pura pura membuka laptop dan tidak menghasilkan apapun. Dasar tikus"

"tidak sama, aku sahabat Faleesha kalian bukan"

"bukan, Faleesha mengabaikanmu kau bukan sahabatnya lagi"

"SUDAH aku menulis nama kalian semua jangan bertengkar" aku sedikit membentak. Aku ragu akan bisa menghentikan mereka. Tapi untungnya mereka diam pada akhirnya.

...........................................

                Akhirnya hari yang panjang dan melelahkan ini selesai juga. Entah kenapa mendengar bel pulang kali ini rasanya melegakan. Aku sangat bahagia dan aku bersemangat untuk segera pulang. Tiba-tiba jiwa menyendiriku menggebu. Aku bisa diam dikamar jauh dari tanaman. Aku tidak sabar untuk segera tiba di rumah.

                Rea menarik lenganku ketika sudah berada di luar kelas. Aku menatapnya dengan tatapan heran. Ada apa, kenapa. Rea menarikku ke arah jalan menuju parkiran sekolah. Apa dia akan mengajakku belanja.

"Re-Re aku harus pulang" aku menghentikannya.

Rea menatapku dengan tatapan sedih "kau marah padaku ?"

"tidak, tentu tidak"

"dari tadi kau diam. Kau marah karena aku tidak mau menolongmu membawa buku kan. Bukan aku yang salah tapi kau yang aneh, jarak ruang guru tinggal sedikit tapi kau malah minta bantuan. Kukira kau hanya ingin mengerjaiku dengan Jafin"

Aku menggelengkan kepala "ya aku memang kesal tapi aku tidak marah" tadi memang aku sempat mengucapkan hal-hal buruk. Tapi itu tadi ketika pikiranku dikuasai amarah, sekarang aku bisa berpikir normal "aku harus pulang cepat hari ini" aku memikirkan alasan yang masuk akal.

"tidak. Kau harus ikut aku. Kita ke bioskop dengan Jafin dan Bara" mendengar nama Bara disebut entah kenapa hatiku serasa kesal. Semua gambaran aneh kejadian Bara kembali muncul dikepalaku. Aku merasa takut sekarang.

Tidak lama kemudian Bara dan Jafin muncul dari arah belakang Rea. Aku memandang Jafin dan Bara bergantian. Kita akan ke bioskop berempat. Sudah jelas aku akan ada di boncengan Bara. Lalu Jafin dan Rea sibuk berkencan sedangkan aku akan terjebak berdua dengan Bara. Aduh itu bencana, aku tidak mau dekat Bara untuk saat ini. Dia mengingatkanku tentang hal aneh yang membuat otakku kembali eror. Aku perlu menjauh dan menjaga jarak dari Bara untuk sementara waktu.

"tidak-tidak aku tidak bisa. Ada yang ulang tahun jadi aku harus pulang" aku berhasil melepaskan tanganku dari genggaman Rea.

"siapa ?" Rea bertanya, tepatpnya bukan karena ingin tahu tapi ingin menahanku untuk tidak segera pergi.

"kucing tetanggaku" jawabku spontanitas. Aku segera berlari menjauh, sebelum hal buruk menimpaku. Aku tidak akan mungkin sengaja melakukan hal buruk pada diriku sendiri kan. Dan pergi dengan Bara adalah ide buruk. Lagipula seharusnya Bara menolak ajakan ini kan, dia bilang kita berakhir kenapa dia masih mau kita jalan-jalan bersama. Dasar aneh, memang semua tentan Barag itu aneh.

.......................................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now