Aku tahu sekarang kenapa Bara jadi ansos selama ini. Dia berusaha menyembunyikan jati dirinya. Dia berusaha untuk tidak menonjol. Tapi justru itu membuatnya terlihat buruk.
"jadi ini juga alasanmu kenapa sikapmu seperti itu ?" tanyaku menyelidik
"seperti ?"
"ansos. Tidak mau berteman dengan siapapun"
Tanpa berpikir panjang Bara mengangguk.
"kau berlebihan, kau tidak perlu sampai harus begini. Yang terjadi malah banyak orang membencimu padahal kau bukan orang yang jahat"
Bara diam, dia memandang kedua mataku dengan serius.
"Bara, kau manusia yang baik, kau diciptakan untuk kebaikan, menjaga alam dan manusia, jadi tidak sebaiknya kau bersikap anti sosial seperti itu, justru sebaiknya kau bisa bersikap ramah dan menyenangkan"
Aku hanya ingin Bara dihargai orang lain, dinilai baik seperti aku menilai dia baik selama ini. Aku tidak ingin ada yang memandang Bara sebelah mata, menilai dia jahat, buruk atau hal negatif lain. Ada sesuatu hal dalam diriku yang membuatku tidak terima jika Bara diperlakukan seperti itu oleh orang lain.
"jika aku bersikap seperti itu bukankah akan banyak orang menyukaiku dan kemungkinan untuk orang mengetahui siapa aku sebenarnya juga akan lebih besar" Aku tahu Bara mengisyaratkan sebuah keraguan. Dia tidak percaya diri. Tapi yang kutahu selama ini menyembunyikan jati diri dan berpura-pura bukan menjadi diri sendiri adalah hal yang menjengkelkan.
"memangnya kenapa jika ada yang tahu rahasiamu ? apa kau malu ? apa itu sesuatu yang buruk sampai kau harus menyembunyikannya ?"
Bara menghela napas, dia memutus pandangan dariku. "aku berbeda"
"memangnya perbedaan yang kau miliki bisa merugikan mereka ? memangnya kau membahayakan mereka ?"
"itu tidak semudah yang kau katakan FALEESHA" Bara menggertak, dia mengatakan dengan nada tinggi sampai membuatku terkejut. Tapi aku tetap memberanikan diri menatap kedua mata Bara. Aku ingin Bara mengerti apa yang kusampaikan.
"kau membuat ini semua menjadi rumit. Seharusnya memang aku tidak perlu mengatakan apapun padamu" ucap Bara. Bara berdiri meninggalkanku. Aku tahu Bara sangat kesal. Tapi aku tidak mau Bara terus menerus bersembunyi, bukan berarti maksudku Bara harus mengumumkan kepada siapapun bahwa dia bukan manusia seutuhnya. Aku hanya ingin dia bersikap normal tanpa perlu berpura-pura. Aku ingin dia melakukan apa yang dia inginkan.
..............................................................
Aku mengambil satu botol minuman bersoda dari meja belajarku. Aku baru saja mengambil minuman ini di dapur, tadinya aku ingin membuat jus buah, tapi setelah kupikir sepertinya rasa minuman soda yang begitu kuat sangat cocok untuk suasana hatiku saat ini. Aku menenggaknya dengan harapan bisa menyejukkan dada dan kepalaku. Dari tadi aku terus berpikir tentang perbuatanku kepada Bara. Aku mulai menyesal sekarang. Sepertinya aku berlebihan. Atau mungkin aku terlalu terburu-buru memberinya saran padahal aku belum resmi jadi pacar Bara. Atau bisa jadi aku terlalu menuntut. Bara pasti tidak nyaman dengan perbuatanku.
Pesan yang kukirimkan ketika pulang sekolah tadi belum juga di balas. Bara membuatku khawatir. Sepertinya Bara marah besar padaku.
Sebaiknya aku harus jujur, aku harus menceritakan alasanku memberinya saran seperti itu. Aku bukannya ingin menjerumuskan dia, memangnya siapa manusia di dunia ini yang ingin menjerumuskan orang yang dia cintai.
Tapi bagaimana caranya aku bisa jujur kalau pesanku tidak di jawab, telfonku diabaikan. Aku harus berbuat apa ? mengirim pesan melalui merpati. Konyol sekali.
Aku merebahkan tubuhku diatas kasur. Menyembunyikan wajahku didalam bantal. Merutuki semua kebodohan yang baru saja kulakukan. Seharusnya aku tidak mengatakan hal itu tadi. Bara pasti sangat-sangat membenciku.
Aku membalikkan badanku dan memandang lamat-lamat ke langit-langit kamarku. Langit-langit kamarku di penuhi sticker berbentuk bintang yang bisa menyala ketika gelap. Aku memasangnya satu tahun lalu. Aku mulai mengatur napas teratur dan berpikir kalimat apa yang lebih sopan untuk memberi saran kepada Bara.
Bara tidak mau bersosialisasi karena takut banyak orang menyukainya. Bara tidak mau banyak orang memperhatikannya, jika banyak orang memperhatikannya akan sulit baginya menyembunyikan jati dirinya yang seorang manusia hasil rekayasa genetika. Jadi Bara menyimpulkan untuk bersikap sarkas, dan tidak mau berteman agar orang lain membencinya dan tidak ada yang memperhatikannya.
Hemm, apa begitu sulit bersikap normal dan wajar bagi Bara. Meskipun banyak orang yang mungkin akan memperhatikannya tapi mereka tidak akan curiga jika tidak melihat Bara bicara dengan tumbuhan atau mengeluarkan getah dari dalam tubuhnya.
Kurasa Bara hanya terlalu takut dengan dugaannya sendiri. Toh pada dasarnya semua orang pasti punya rahasia dan semua juga bisa bersikap normal. Sebaiknya aku meminta Bara mencoba bersikap normal dulu.
'Tapi nanti jika benar-benar ketahuan bagaimana ?' aku memberikan pertanyaan untuk diriku sendiri.
'bukan masalah besar jika ketahuan, Bara bukan penjahat atau sebuah ancaman'.
Yang terpenting adalah manusia harus bersikap jujur terlebih dengan dirinya sendiri. Aku harus menghentikan sandiwara konyol yang Bara lakukan. Siapa sih yang memberikan saran untuk bisa dibenci banyak orang seperti itu, apa tidak tahu jika itu merepotkan.
Aku kembali memeriksa ponselku. Belum juga ada balasan dari Bara. Aku harus katakan apa lagi agar dia mau membalas pesanku.
Sebelum aku memberi saran kepada Bara sebaiknya aku menanyakan apa yang dia rasakan. Dibenci karena benar-benar jahat saja tidak enak apalagi dibenci karena berpura-pura jahat. Apa Bara nyaman hidup seperti itu.
Aku kembali menghubungi ponsel Bara. Lima kali berturut-turut dia tidak menjawab apapun. Aku menyerah saja. Besok aku akan menemui Bara di sekolah.
Aku berdiri dari kasur, aku harus menyiapkan buku untuk sekolah besok. Baru sekali kakiku melangkah menjauhi kasur, ponselku berdering. Pasti itu Bara, aku segera melompat ke kasur dan meraih ponsel yang ada di balik tumpukan bonekaku. Jantungku berdegup aku senang sekali akhirnya Bara mau menghubungiku.
Tapi semua kebahagiaan itu musnah ketika kubaca nama yang tertera di ponsel.
"kenapa ?" tanyaku ketus.
"eh kasar sekali. Ini benar Faleesha atau Rea ?" Gita yang menelfonku. Aku menghela nafas untuk menenangkan diri.
"maaf. Ada apa ?" meskipun sudah tidak se kasar tadi tapi aku tahu suaraku masih menyiratkan kekesalan.
"apa ada PR untuk besok. Aku sudah mengirim pesan untukmu tapi kau tidak membalasnya. Sombong sekali"
"maaf aku tidak tahu" ucapku sambil memeriksa jadwal pelajaran untuk melihat tagihan tugas "ya ada, fisika"
"mm fisika ya, makasih ya faleesha"
"iya sama-sama"
"eh ngomong-ngomong kau sudah mengerjakannya ?" aku tahu arah pembicaraannya pasti kesini. Kenapa dia tidak langsung saja menanyakan jawabanku.
"sudah" meskipun aku berbohong dengan menjawab belum pasti Gita tidak akan percaya dan Dia akan terus membujukku untuk memberikan jawaban. Lebih buruknya dia akan ke rumahku.
"whaaa hebat sekali boleh aku melihatnya ? hehe" benar kan seperti dugaanku.
Aku menutup telfon dan mengirimkan jawabanku untuk Gita. Jika ada Rea dia pasti membelaku dan memarahi Gita. Rea akan membelaku padahal Rea sendiri juga mencontek jawaban dariku. Dia sungguh lucu. Rea hanya tidak ingin aku dimanfaatkan orang yang salah, dia bilang aku harus menggunakan prinsip simbiosis mutualisme.
...............................................................................
YOU ARE READING
Who Are U ?
Science FictionPada awalnya semua berjalan normal. Kita bertemu tanpa sengaja, saling mengenal dan semakin dekat. Diam-diam aku menyukaimu dan ternyata kaupun juga. Tidak ada yang lebih indah didunia ini selain perasaan yang terbalas. Sampai pada suatu hari semua...