18| Lamaran

68 34 34
                                    

Jangan salfok sama judulnya haha.
Selamat membaca!

***

Hari pertama masuk sekolah setelah libur dua minggu selesai. Kali ini, aku sudah resmi menjadi anak kelas 11. Sudah jadi kakak kelas, ternyata.

Aku tersenyum saat melihat penampilan didepan standing mirror kamarku. Aku mengambil tas di sofa sebelum membuka handle pintu. Dengan langkah cepat menuruni anak tangga satu persatu menuju ruang makan. Disana sudah ada ayah dan bunda.

"Pagi femili," sapaku pada mereka berdua.

"Pagi, dek," jawab ayah disertai senyumannya.

Aku mengedarkan pandangan, "Bang Agam mana, bun?" tumben sekali manusia itu tidak ada diruang makan jam segini.

"Lagi kasih makan para kucing," jelas bunda. Aku mengangguk paham.

Tak lama, seseorang menarik kursi disebelahku. "Ngapain cari gue? Kangen?"

Aku menatapnya tak suka, "Idih. Lo siapa emangnya?" bersamaan dengan itu, ayah berdeham, "Kebiasaan, nggak sopan ngomong lo-gue sama sodara."

"Maaf Ayah, bang Agam nih, mancing emosi."

Beberapa saat kami terdiam, sebelum bang Agam kembali berucap, "Yah, bun. Aku mau nikah." aku tersedak saat mendengar itu, dengan sigap bang Agam memberi gelas kosong padaku. "Airnya mana?"

"Ambil sendiri." aku segera mengambil air dan meminumnya. Setelah merasa enakan, aku menatap bang Agam sepenuhnya. "Kamu becanda, bang?"

"Enggak lah, kali ini gue serius."

"Lha, bunda kira bercanda. Lagian, kalo serius bilangnya nggak pas lagi makan gini. Kesannya kayak main-main gitu, lho." aku mengangguk setuju atas ucapan bunda.

"Beneran bun, abang serius."

Ayah yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara, "Habisin dulu makanannya. Sebentar malam kita bicarain ini kalau kamu memang serius," ucap Ayah final. Setelahnya, kami melanjutkan makan yang sempat tertunda.

***

"Jadi, kamu mau nikah sama siapa? Sudah punya calon? Memangnya udah punya kerja buat biayain istri kamu nanti?"

Sesuai perkataan ayah tadi pagi, malam ini kami berempat sudah berkumpul diruang keluarga untuk membicarakan rencana bang Agam yang aku pikir, dia hanya bercanda.

"Nikah sama Yumna," Jawabnya terlalu santai. Aku melotot mendengar itu, bang Agam ini beneran serius tidak, sih?

"Bang! Yang serius dong," ujarku tak santai.

Bang Agam memutar bola matanya malas. "Abang serius, Za."

"Yumna sahabat aku? Atau ada Yumna-Yumna lain diluar sana?"

"Yumna temen kamu, jelas?" mulutku terbuka lebar, ini sangat mengejutkan. Bang Agam menghela nafas, "Memangnya semustahil itu abang suka sama Yumna, ya? Kayaknya kalian nggak percaya banget."

"Bunda setuju, sih."

Aku menatap bunda tak percaya. Kenapa semua terkesan tiba-tiba sekali? Atau mungkin aku yang kurang peka dengan sekitar sampai enggak sadar kalau bang Agam suka sama Yumna.

"Ayah masih belum percaya sama kamu, Gam. Sebelum kamu udah punya penghasilan sendiri."

"Ayah lupa sama cafe Buble Gum?" tanya bang Agam. Cafe itu punya bang Agam yang dia rintis saat dirinya masih SMA.

Stalker HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang