4| Bukan Anan tokoh utamanya

157 82 93
                                    

Beberapa hari sudah berlalu setelah kejadian waktu itu di kantin. Pembelajaran sudah berlangsung normal, tapi aku masih belum bisa tenang. Aku masih saja malu jika mengingat kejadian itu, apalagi kalau harus bertemu kak Anan di sekolah ini.

Andai saja Ayah dan Bunda menyetujui permintaanku untuk pindah sekolah. Tapi itu tidak mungkin, belum sampai sebulan masuk sudah minta pindah. Anak macam apa aku ini.

Kenapa penyakit overthinking-ku ini terlalu berlebihan. Kak Anan bahkan bisa saja sudah melupakan kejadian saat itu. Jadi, apa yang harus ditakutkan sih?

Mari mulai lagi Aiza.

Mulai hari baru dengan mood sebaik mungkin.

Aku berusaha tersenyum di depan standing mirror di kamarku. Setelah memastikan semuanya sudah siap, aku segera mengambil tas dan keluar dari tempat ternyamanku ini. Turun melewati anak tangga dan bergabung di meja makan. Sudah ada ayah, bunda dan bang Agam disana.

"Pagi semua!"

"Pagi sayang," jawab bunda diiringi senyumannya.

Bang Agam meliriku. "Ceria banget keliatannya."

"Iya dong, bang. Kita itu harus memulai hari dengan ceria, bahagia dan mempesona," jawabku asal.

"Idih, perasaan beberapa hari belakangan muka kamu kaya ga ada gairah hidup."

"Sudah, lupakan. Itu bukan Aiza, itu adalah hantu murung Aiza." aku meringis, heran dengan perkataanku sendiri.

"Mana ada hantu murung, dek." kulirik ayah yang sedang menahan tawanya.

"Sudah-sudah, mari makan femili," ucapku untuk mengalihkan pembicaraan. Dan berhasil karena setelahnya mereka semua kembali fokus pada makanan masing masing.

***

Setelah pembelajaran selesai, aku dan Adina bergegas untuk keluar. Bukan ke kantin, kami hanya ingin duduk di taman sekolah.

Aku yang sedang mengunyah keripik pisang hampir tersedak saat seseorang menepuk bahu kiriku.

"Za!" panggilnya. Setelah itu mengambil tempat duduk diantara aku dan Adina.

"Nar, lain kali datang baik baik dong. Jangan ngagetin. Kalo gue mati karna keselek, gimana? Gak elit banget," protesku.

"Iya-iya. Tapi lupain dulu itu. Gue punya informasi penting buat lo." ia memiringkan tubuh agar bisa menghadapku sepenuhnya. "tau gak, tadi gue denger gosip kalo kak Anan suka sama teman sekelasnya. Kalo gak salah namanya kak Fira."

Aku sedikit terkejut, tapi mencoba untuk tidak peduli. "Ya terus kenapa?"

"Lo gak kesel gitu? Atau cemburu, atau lebih usaha lagi buat deketin kak Anan?"

"Gak. Gue emang dari dulu gak suka sama dia. Cuma penasaran doang. Tapi ya kalo bisa deket, bagus. Kalo gak yaudah, berarti emang bukan Anan Rayyanka pemeran utama di cerita hidup gue," Jelasku panjang lebar.

Mata Nara membulat sepenuhnya saat menatapku, terlalu ekspresif. "Gue gak ngerti sama lo," katanya pasrah.

"Sama, gue juga gak ngerti sama diri gue sendiri."

"Masalahnya ni, lo berapa hari ini uring uringan cuma karna mikirin dia, dan sekarang lo bilang ga suka?"

"Gue gitu cuma karna malu ketahuan follow akun dia. Malu karna telat, malu pokonya malu. Cewe tuh beda, Nar. Seharusnya lo paham. Paham ga?" aku menatap Nara kesal. Ia hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Lagian kenapa diingetin lagi sih? Malu lagi nih!"

Kulihat Adina beranjak dari tempat duduknya. "Udah stop. pusing gue dengerin kalian. Dikit lagi mau bel nih, Ayo masuk." kedua tangannya terulur menarik pergelangan tangan aku dan Nara. Mau tidak mau kami juga berdiri mengikutinya.

Belum sampai di depan kelas, perhatian kami sudah teralihkan pada para siswi kelas 12 yang terlihat sibuk menatap ke ruang kepala sekolah. "Itu mereka kenapa?" tanya Nara. Aku dan Adina hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban.

Karena penasaran, kami memutuskan untuk memperhatikan mereka sebelum bel masuk benar benar berbunyi. Tak lama keluar seseorang dari ruang kepala sekolah, mungkin dia adalah penyebab dari keramaian ini.

"Oalah, kak Abyan." aku melirik Nara, "Lo kenal?" Nara mengangguk yakin.

Karena mataku yang rabun dan sedang tidak menggunakan kacamata alhasil aku tidak bisa melihat jelas wajah itu. Tapi dari instingku, sepertinya dia tampan. Terlihat dari pakaian dan postur tubuhnya. Bahkan sampai membuat kakak kelas berkerumun disana hanya untuk melihatnya.

Mataku terus saja mengikuti pergerakannya, hingga tubuh itu berjalan semakin menjauh ke arah parkiran, dan masuk kedalam mobil.

"Jadi, kak Abyan itu siapa?" tanya Adina penasaran.

"Dia itu siswa disini yang baru lulus tahun kemarin. Kayanya sih anak dari pemilik sekolah. Cukup terkenal juga, makanya gue tau," jelas Nara.

"Ah kesel, gue ga bisa liat jelas muka dia."

"Lo mau liat, Za?" aku mengangguk pada Nara. Dia menarikku ke arah mading dan menunjukan satu foto disana. "Tuh dia orangnya."

"Seterkenal itu sampai fotonya masih ada di mading sekolah?"

Bukan aku, tapi Adina yang bicara barusan.

Aku membaca namanya disana, Abyan Atharama. Nama yang bagus. Wajahnya jangan ditanya, dengan kulit sawo matang yang mungkin menuju ke putih, entahlah. Tatapannya tajam, ditambah dengan alisnya yang tebal dan senyuman yang menurutku terlalu manis sampai membuatku ikut senyum saat melihat fotonya. Perfect, untuk ukuran anak SMA yang baru saja lulus tahun kemarin.

Ini belum terlalu jelas karena hanya kulihat dari foto, mari kita lihat secara langsung nanti.

Iya, nanti. Entah kapan.

***

Halo, Assalamu'alaikum!

Segini aja dulu ya, udah stuck disini kata katanya haha. Kalau penasaran, tungguin part selanjutnya yah. Jangan lupa masukin ke perpus huhu.

Semoga suka! Kalau ada kritik dan saran, silahkan kasih tau aku. Kalau ada typo, tandain biar langsung diperbaiki.


Sehat terus kalian❤

Dari aku,
Naya

11 Agustus 2021

Stalker HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang