Halo, Assalamu'alaikum. Jangan lupa vote dan komen, ya.
Selamat membaca, guys.
***
"Kak, udah siap belum? Aku ada kelas jam sembilan, nih!" Aku terus saja melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah pukul 8:26 dan aku masih berada di rumah karena menunggu kak Abyan siap-siap.
Tadi setelah sarapan, kak Abyan malah tidur lagi membuat aku harus membangunkannya dengan sedikit emosi, belum lagi menunggu dia mandi dan banyak hal lain. Dia lebih ribet dari aku ternyata.
Langkah kaki terdengar dari anak tangga. "Ayo, berangkat!" Tangannya terulur untuk menarik tanganku. Kami berjalan beriringan keluar rumah yang baru aekitar tiga hari lalu kami tempati.
"Ngebut kak. Tapi tetep harus hati-hati, ya."
"Siap bu bos, berangkat."
Setelahnya, mobil keluar dari pekarangan rumah. Untungnya kampusku jaraknya tidak jauh dari sini, jadi kemungkinan aku masih bisa mengejar waktu agar tidak terlambat.
Lima belas menit berlalu, mobil kami berhenti di parkiran depan gedung fakultasku. "Aku turun, Assalamu'alaikum." Baru saja ingin membuka pintu mobil, suara dehaman mengurungkan niatku.
Aku menoleh. "Kenapa?" tanyaku pada kak Abyan. Ia mengulurkan tangan kanannya. "Tangan? Kenapa tangannya?" tanyaku heran.
Dia menghela napas, mengambil tangan kananku untuk di satukan dengan tangan kanannya. "Salim," ujarnya datar.
"Aduh, lupa. Nggak terbiasa," ujarku dengan senyuman. "Makanya dibiasakan."
Aku sudah mencium tangannya, baru saja ingin menjauh, tangan kirinya menahan kepalaku, menarik untuk mendek --ASTAGA! kak Abyan mencium keningku.
Ini terlalu tiba-tiba. Aku masih mematung. Kak Abyan menjauhkan wajahnya, membuatku bisa menatapnya dengan langsung. "Geli kaaakk." Aku merengek dan kak Abyan malah menertawaiku.
"Biasa aja, gitu doang sampe merah pipinya." Mendengar itu, refleks aku memukul lengannya. "Sakit, Za. Astaghfirullah."
"Ya lagian kamu."
Aku melihat jam di pergelangan tangan. Sudah telat satu menit. "Kak aku telat astaga, gara-gara kamu ya pokoknya!" Dengan tergesa aku membuka pintu mobil. Bukannya ikut panik, kak Abyan malah kembali tertawa. Aku menatapnya sinis sebelum keluar dan menutup pintu dengan kencang.
***
"Untung banget si, dosen lo nggak masuk." Aku mengangguk mengiyakan ucapan Adina. Tanganku membuka botol air mineral, meneguknya hingga tersisa setengah. Kami sedang berada di kantin sekarang.
"Eh, btw guys. Gue mau cerita sesuatu ke kalian." Aku dan Adina menatap Nara. "Cerita apa?" tanyaku.
Nara mngambil saus, menuangkan di baksonya. Ia berdeham sebelum kembali berbicara. "Tentang gue dan kak Anan. Tapi, jangan sekarang ceritanya. Nanti atur waktu biar bisa ketemu Yumna juga. Soalnya, rada penting."
"Yaudah, kabarin Yumna, tanya kapan dia bisa." Aku dan Nara mengangguk menyetujui ucapan Adina.
Dentingan ponsel menyentakku. Dengan segera tanganku meraih benda pipih itu di meja. Ada pesan masuk dari kak Abyan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stalker Hijrah
Novela JuvenilDisini kalian akan kuceritakan tentang diriku, si pengagum rahasia yang tidak hanya mengagumi satu orang, tapi bisa lebih dari itu. Hanya sebatas mengagumi. Karena pada akhirnya, ia terjebak pada satu pria. Pria itu, yang akan jadi tokoh utama dal...