9| Ini siapa?

111 55 61
                                    

Aku memang suka kamu. Tapi, cukup aku saja yang menyimpan perasaan ini. Kamu nggak usah tahu, dan nggak perlu tahu.

Naya

***

Setelah weekend kemarin, kami berempat; aku, Adina, Nara dan Yumna jadi semakin dekat. Kadang kami mengajak Yumna untuk ikut berkumpul, bertemu di sebuah cafe sekedar bertukar cerita. Bagusnya, ia dengan senang hati mau berteman dekat dengan kami.

Seperti sekarang saat waktu pulang sekolah tiba, Aku dan kedua sahabatku akan pergi menjemput Yumna di sekolahnya. Sesuai rencana semalam, kami akan menghabiskan waktu luang di rumah Adina. Girl's time, katanya.

Ah iya, sekedar memberi tahu kalau Yumna sekarang bersekolah di Madrasah, makanya dia tidak masuk ke SMA ku, mengikuti kakak laki lakinya, Abyan. Ia sudah memiliki pilihan sendiri sekolah mana yang akan dia tuju. Padahal, 'kan, Yumna itu anak dari Mahesa Atharama, pemilik sekolah tempatku belajar sekaligus melihat cogan.

Kata terakhir itu, aku hanya bercanda.

Setelah lima belas menit berlalu, akhirnya mobil Adina berhenti di depan gerbang sekolah yang menjulang tinggi. Sekolah yang identik dengan warna hijau dan kuning. Disana sudah ada Yumna yang menunggu, ia berjalan mendekat, membuka pintu mobil dan masuk duduk di samping Nara. Sedangkan aku di sebelah Adina yang menjadi ... Supir?

Maaf, Adina. Maksudku, yang menyetir mobil.

"Udah lama nunggu, Na?" tanyaku pada Yumna.

"Nggak juga. Sekitar setengah jam, kalo ga salah."  aku sontak menoleh ke belakang. "Beneran?" Yumna tertawa. "Ya enggak, lah. Mana mau gue nunggu selama itu. Mana panas banget. Kalo muka gue gosong, kalian mau tanggung jawab?"

Nara menatap Yumna malas. "mana ada muka gosong. Muka lo walaupun udah di jemur berapa jam juga cuma jadi merah kayak kepiting rebus." Aku dan Adina terkekeh, setelah itu kompak mengangguk menyetujui perkataan Nara.

***

Sampai di rumah Adina, kami langsung disuruh masuk ke kamarnya yang lumayan besar. Sudah terdapat minuman dan cemilan di atas meja. Kami duduk selonjoran di karpet dan memutar televisi. Rencananya kami akan menonton film horor yang viral  belum lama ini.

Karena masih menunggu Adina bersih-bersih, kami belum mulai untuk menonton. Tanganku bergerak mengambil toples berisi kue bikinan Mamanya.

"Eh gue mau nanya dong, Na." Nara memulai pembicaraan. "Wajah Arab lo itu dari siapa? Kok, gue lihat kak Abyan Arabnya nggak terlalu kelihatan. Paling alis sama hidung doang, warna kulitnya nggak seputih punya lo," lanjutnya.

"Abi gue yang Arab. Kalo Umi, dia asli Sunda. Nah, bang Abyan kayanya campuran keduanya, deh. Sedangkan gue emang 85 persen mirip Abi," jelas Yumna. Aku dan Nara mengangguk mengerti.

"Yumna," panggil Nara lagi. Kulirik orang yang dipanggil. Yumna hanya mengangkat alis, mulutnya masih sibuk mengunyah kue rasa green teanya.

"Lo punya rencana nggak, buat kenalin Aiza sama abang lo?" aku melotot mendengar pertanyaan Nara. Walaupun begitu, aku tetap diam menunggu jawaban Yumna.

"Nggak ah. Abang gue itu nggak pernah deket sama cewe. Gue takut main comblangin dia, ntar ngamuk siapa yang repot."

"Nggak asik ni si Yumna." kini Adina yang berbicara, ia baru saja keluar dari kamar mandi. "Kan, seru kalo Aiza jadi kakak ipar lo Na," lanjut Adina lagi. Sedangkan Nara, perempuan itu mengangguk dengan semangat. Aku menghela nafas, menatap mereka datar.

Stalker HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang