Assalamu'alaikum. Sebelum membaca, ada baiknya kalian vote dulu. Jangan lupa komen juga, biar aku tambah semangat wkwk.
Yaudah, selamat membaca.
***
Sedari tadi, Nara, Adina dan Yumna sibuk membujukku agar mau membuatkan minuman untuk kak Abyan, sesuai dengan perintah bang Agam. Aku menghela nafas, Dengan terpaksa aku berdiri, berjalan pelan menuju pintu kamar. Sebelum itu, aku mengambil jilbab instan yang tergantung di belakang pintu kemudian memakainya.
Tanganku bergerak membuka handle pintu, menoleh lagi ke arah tiga sahabatku. Nara berdecak, "Cepetan Za, keburu balik kak Abyannya."
"Iya-iya, ish!" aku menghentakkan kaki, kesal. Dengan cepat aku berjalan, menuruni anak tangga dan berbelok ke arah pantry.
Setelah sampai, ku siapkan gelas, dan juga teh celup. Malam-malam begini, bagusnya minum teh saja, apalagi hawa malam ini sedikit lebih dingin dari biasanya. Wajar saja, sore tadi kota sempat diguyur hujan. Selain itu, supaya aku nggak ribet membuatnya.
Aku berdecak saat tak melihat gula di sekitar, berbalik untuk membuka satu persatu kabinet alias lemari gantung disana. Setelah dapat, aku sedikit berjinjit untuk mengambilnya. Salahkan saja tubuhku yang mungil ini.
Tanpa sengaja, toples gula malah terdorong ke arah lebih dalam lagi, membuatku semakin sulit mengambil. Aku berdecak, mencari ide agar dapat meraih dengan mudah.
"Ish! Susah banget, sih. Besok pokoknya harus minta bunda buat turunin dikit lemari gantungnya."
Tak lama, suara dari belakang menginstrupsiku, "Perlu bantuan?"
Tubuhku menegang, ini bukan suara bang Agam ataupun kak Hanif. Perlahan tapi pasti ku balikkan badan, melihat ke sumber suara. Aku berusaha menyembunyikan ekspresi terkejut saat melihat si pemilik suara tadi. "K-kak? Sejak kapan ... disini?" tanganku sudah sangat bergetar sekarang. Aku gugup setengah mati.
"Sejak kamu kesulitan jinjit disitu," jawab kak Abyan. Setelahnya, Ia malah berjalan mendekat, membuatku sedikit bergeser. Tangannya terulur mengambil toples gula yang dengan sangat mudah digapainya, kemudian memberikan padaku. "Mulai besok olahraga, biar tinggian dikit," ujarnya datar. Setelah itu berlalu menjauh dari pantry.
Aku masih menatap punggungnya. Tak lama ia berhenti, berbalik badan menatapku lagi. "Tapi bagusan gitu, sih. Mungil, lucu." setelah itu tubuhnya benar-benar hilang, menjauh dari dapur.
Aku masih mematung, "Jantung Aiza, ya Allah. Aiza lemas."
"Woy." aku tersentak saat bang Agam muncul di hadapan, entah sejak kapan. "Abang suruh bikinin minum. Bukan ngelamun," lanjutnya.
"Iya-iya." dengan cekatan aku menuangkan gula ke gelas disusul dengan air panas. Bang Agam masih berdiri mengawasiku.
"Bang, lo kenal sama temennya kak Hanif?"
Ku lirik sebentar bang Agam, ia mengernyit, "Kenapa nanya gitu?""Tinggal jawab apa susahnya sih." aku mengedarkan pandangan, sibuk mencari nampan, dan ... Dapat. Setelahnya menaruh gelas yang sudah berisi teh diatasnya. Sebelum mengantar kedepan, kulirik lagi bang Agam, masih menunggu jawabannya.
Ia menghela nafas, "Sekedar tau doang, dia sering bareng Hanif di kampus. Mereka satu fakultas," jelasnya. Puas dengan jawaban bang Agam, aku akhirnya berjalan menjauh menuju ruang tamu, dimana kak Hanif dan kak Abyan berada.
Aku berhenti sejenak untuk menetralkan jantung sebelum akhirnya berbelok ke arah ruang tamu. Aku meletakkan dua gelas, satu untuk kak Hanif dan satu lagi kak Abyan. "Silahkan diminum, kak." mereka sontak mengalihkan pandangan dari ponsel masing-masing, menatapku sepenuhnya.
"Makasih, dek." aku tersenyum membalas kak Hanif. "ya udah, Aiza tinggal ya."
Sebelum berbalik, kak Hanif kembali memanggilku, "Za, kamu lapar?"
Dahiku mengernyit, aku menggeleng, "Nggak kak, kenapa nanya gitu?"
"Oh, itu, tangan kamu gemetar, kirain lapar," jawabnya santai.
"Eh, emang iya?" aku kaget, tak sengaja melirik kak Abyan. Sialnya, ia juga sedang melihat ke arahku, menatap dengan senyum geli sampai matanya hampir tertutup.
Senyum itu ... Aku merasa seperti de javu melihatnya.
Lupakan dulu, aku harus mencari alibi sekarang. "Ah, iya. Ternyata Aiza lapar, belum makan tadi. Yaudah, Za mau makan sekarang. Hehe, tinggal ya?" setelah pamit, aku segera meninggalkan ruang tamu. Sedikit berlari, menaiki anak tangga dan masuk ke kamar secepat kilat.
Aku menutup pintu kamar sedikit kencang, bersandar dibelakangnya untuk menetralkan detak jantung. Yumna, Nara dan Adina segera menghampiriku, "kenapa Za?" tanya Nara.
"Cerita dong, udah ketemu kakak gue 'kan?"
Aku mengangguk, berjalan menuju karpet di ikuti mereka bertiga. "kalian tahu apa yang terjadi tadi?" ketiganya sontak menggeleng.
"Dia bantuin gue ngambil gula di lemari gantung, secara gue pendek gini."
"kenapa bisa? Emang dia nyamperin lo di dapur?" Nara terlihat semakin antusias.
Aku berdecak, "Nggak mungkin lah. Paling dia habis dari kamar mandi, terus nggak sengaja lihat gue kesusahan," jelasku, dan memang hanya alasan itu yang paling masuk akal.
"Terus-terus? Nggak ada lagi?" aku menggeleng, tak berniat untuk menceritakan perkara tangan gemetar.
"Yumna," panggilku saat sudah hening. "Suruh abang lo lamar gue dong," celetukku asal.
"Oke." setelah menjawab itu, ia segera berdiri berjalan menuju pintu. Aku melotot, dengan segera kususul langkahnya. "Gue bercanda doang, Yumna," ujarku panik seraya menahan tangannya.
"Padahal gue serius loh, Za."
***
Setelah semuanya pulang, aku tidak langsung masuk. Masih setia melamun di teras. Aku masih merasa tak asing dengan senyum kak Abyan tadi. Seperti pernah melihatnya, tapi lupa dimana.
Pikiranku masih terus mengulik masa lalu. "Apa iya, dia yang dulu senyumin gue?" Samar-samar ingatanku kembali pada masa SMP dulu.
"Eh, nggak, lebih tepatnya ngetawain, sih. Persis banget kaya tadi. Senyum yang ngetawain, tapi manis banget," lanjutku, masih bermonolog.
"Gue yakin mereka orang yang sama. Cowok yang senyumin gue karena liat gue boncengan di motor empat orang sekaligus. Malu banget."
"Kenapa sih, dek?" Aku tersentak mendengar suara bang Agam yang tiba-tiba. "Ngagetin astaga," protesku.
"Ya lagian kamu kaya orang gila, ngomong sendiri." aku mendelik, setelah itu masuk ke dalam sebelum bang Agam bertanya macam-macam padaku.
"Adek setres."
"AKU DENGAR YA, KAK!"
***
Halo, Gimana kabarnya? Semoga sehat ya, kalian.
Akhirnya Aiza ketemu Abyan juga haha. Semoga kalian masih setia sama ceritaku.
See u next chapter, ya.
Dari aku,
Naya.29 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Stalker Hijrah
أدب المراهقينDisini kalian akan kuceritakan tentang diriku, si pengagum rahasia yang tidak hanya mengagumi satu orang, tapi bisa lebih dari itu. Hanya sebatas mengagumi. Karena pada akhirnya, ia terjebak pada satu pria. Pria itu, yang akan jadi tokoh utama dal...