22| Promnight

57 27 70
                                    

Banyak minta, usahanya nggak ada!

***

"Yumna." Aku menyembulkan kepala di sela-sela pintu kamar Bang Agam yang terbuka. Berniat mencari Yumna disana. Pintu kian terbuka bersamaan dengan munculnya Yumna disana, ia sudah terlihat cantik dengan dress berwarna navy dan jilbab kremnya.

"Udah siap?" tanyaku yang ia balas dengan anggukan. Ah iya, malam ini aku menggunakan dress yang sama dengan punya Yumna, hanya saja punyaku warna abu-abu dengan jilbab krem persis punya Yumna.

Kami melangkah, menuruni anak tangga satu persatu. Disana sudah ada Bang Agam, Ayah, dan Bunda duduk manis di ruang keluarga. "Bang Agam, Ayo, kita udah siap," panggilku pada bang Agam. Ia menoleh seraya tersenyum. "Skuy, berangkat."

"Yah, Bun, kita pergi ya," pamitku, sambil mencium tangan mereka bergantian. Disusul dengan Yumna dan Bang Agam.

Malam ini adalah acara promnight yang Yumna tunggu-tunggu. Kalau aku sih, nggak begitu antusias dengan ini. Tapi bukan berarti malas datang, ya!

Setelah menempuh waktu sekitar setengah jam, kami akhirnya sampai di hotel tempat acara berlangsung. Setelah mobil terparkir, kami turun dan segera masuk kedalam.

Kepalaku mengedar ke setiap sudut ruangan, mencari keberadaan Nara dan Adina.

Dan ... Dapat! Bibirku membentuk senyum lebar kala melihat Nara dan Adina yang datang mendekat, kami saling memeluk satu sama lain, bergantian dengan Yumna, kecuali Bang Agam, ya. Bisa-bisa Yumna memutilasi mereka berdua malam ini juga.

"Cantik banget sii kalian," pujiku tulus pada mereka berdua. Nara terkekeh. "Baru nyadar?"

Aku sedikit menyesal sudah memuji mereka. But, it's okay. Lagipula itu adalah kenyataan, bukan?

Acara berlangsung, banyak penampilan dari siswa-siswi berbakat, mulai dari tari, dance dan bernyanyi. Juga beberapa sambutan dari para guru dan kepala sekolah.

Kami masih sibuk berbincang ringan satu sama lain sampai sebuah suara mengalihkan perhatian. Faza datang dengan senyum canggung, tangannya memegang satu cake yang mungkin baru saja ia ambil dan membawanya kemari. Faza berdeham sebelum akhirnya membuka suara, "Boleh ... Gabung?"

"Boleh, duduk Faz." Nara yang menjawab duluan, ia menepuk-nepuk satu kursi yang tersisa di meja bundar yang kami tempati, bermaksud memberitahu kalau Faza bisa duduk disitu. Tepat berada di sebelah kiri Nara. Dan ... Sebelah kanan Adina, mantannya.

Adina menatap Nara kemudian berujar, "Lo geser sini, Nar. Faza duduk di tempat lo, biar sebelahan sama Bang Agam. Supaya Faza nggak risih duduk di tengah-tengah kita." Dan setelahnya, Nara bergeser memberi tempat untuk Faza.

Sejenak kami diselimuti oleh sunyi, tidak ada yang memulai obrolan. Suasana sedikit berubah canggung. Untungnya, suara microphone tergdengar, membuat pandangan kami teralihkan pada Mc yang berada di panggung.

"Tes, tes. Kedengeran nggak, suara gue?" Suara Fadli terdengar di pernjuru ruangan. Ia mengambil alih posisi pembawa acara malam ini.

"KEDENGERAN KOK, LANJUT!" teriak Nafis, cowok kelas IPS yang terkenal dengan seribu satu pacarnya. Alias, playboy.

"Oke, setelah tadi kita menyaksikan penampilan dari teman-teman kita yang ...." Fadli menjeda ucapannya, membuat kami semua terdiam menunggu. "YANG APA ASTAGA!" itu suara Nafis lagi.

Stalker HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang