28| Perkara unboxing kado

50 18 91
                                    

Aku selalu suka apa pun yang kamu lakukan. Apa pun, kalau itu adalah hal baik.

-Aiza Jennaira

***


Aku menjatuhkan badan di kasur dengan posisi telentang. Mengotak-atik handphone sebentar, lalu menaruhnya kembali di sisi kasur.Kak Abyan menyusul setelah membersihkan sisa kertas kado yang berserahkan, ia ikut berbaring menghadapku.

Aku menoleh ke arah kiri, menatapnya dengan senyuman. Jari telunjuknya terulur untuk menyentuh lenganku, membuat dahiku mengerut melihat tingkahnya. "Kenapa sih, kak?"

"Hm?" Ia mengangkat kedua alisnya lalu tersenyum. "Kenapa?" tanyaku seraya menatap jarinya. Ia menggeleng. "Enggak. Masih nggak nyangka aja, sekarang saya bisa bebas nyentuh kamu. Dulu boro-boro, kalau pengen usap kepala kamu aja, harus nahan." Ia terkekeh setelahnya.

Aku memiringkan badan, sekarang posisi kami saling berhadapan. "Emang iya? Sampe segitunya banget." Kak Abyan mengangguk dengan semangat.

"Perasaan beberapa minggu lalu ada yang sampe pelukan tuh, sama cewek."

Aku tak bisa menahan tawa kala melihat ekspresinya menjadi datar. "Itu kan, spontan, nggak di rencanain. Saya nggak tau Nada bakal senekat itu setelah tiga tahun kita nggak ketemu."
Aku mengangguk. "Iya, tadi nyindir doang."

"Ada, ya nyindir bilang-bilang," cibirnya. Sekarang tangannya beralih menyentuh wajahku. Menyusuri setiap inci wajahku.

"Ada. Itu barusan, aku yang bilang."

Aku menutup mata, merasakan sentuhan tangan halusnya yang ... Demi apapun aku merinding. Ini pertama kalinya aku bersentuhan langsung dengan laki-laki selain bang Agam dan Ayah.

Perlahan tangannya bergerak menyusuri hidung ... Dan berhenti. Aku mengerjap saat merasakan ia meniup mataku. Aku membuka mata sebelah, mengintip. "Jangan tidur, keenakan," cibirnya. Jelaskan kenapa sekarang kak Abyan berubah menjadi sangat menyebalkan.

Ia bangun, beranjak untuk mematikan lampu, kemudian menyalakan lampu tidur berwarna kuning di meja putih samping tempat tidur.

"Ayo tidur. Udah jam dua belas malam." Aku mengangguk. Memperbaiki posisi untuk tidur dengan nyaman.

"Za?" Panggilan kak Abyan membuat tanganku yang akan menarik selimut terhenti. Aku menatapnya dalam penerangan yang minim. "Kenapa?" tanyaku.

"Kamu ... Memang biasa tidur pakai jilbab?"

Tanganku bergerak untuk meraba kepala. "Eh, aku masih pake jilbab, ya?" Bisa-bisanya aku lupa. Setelahnya, aku membuka bergo instan pink yang kupakai.

Astaga, jantung. Tolong tenang sedikit, boleh nggak?

Aku menarik napas dalam, setelah menaruh jilbab di atas nakas, aku membuka ikatan rambut. Membuat rambut lurusku terurai. Tanpa menunggu lama, aku segera tidur, menutup seluruh badan dengan selimut.

Percayalah, ini lebih degdegan dari pada presentasi di depan dosen killer.

***

"Za, bangun, sholat." Aku mengerjap, membuka mata perlahan. Senyumku terbit kala melihat kak Abyan yang berada di sebelahku, menatapku intens.

Tatapannya yang teduh sungguh membuatku terhipnotis untuk beberapa saat. "Jam berapa?"

"Jam tiga. Tahajjud, mau?" ajaknya.

Stalker HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang