Sembari melewati barisan mayat zombie, yang menjadi garis terakhir dari jarak capai dari panah Syfteena. Berteriak pun aku selagi melompat.
"MASA BODOOOOOOH!!!"
Maka berhadapan pun aku dengan belasan zombie di depanku.
Namun aku sudah tak perduli lagi, entah aku akan tergigit dalam perjalananku atau aku tetap bisa selamat dan berhasil mengejar mereka berdua. Kukibaskan pun tongkat kayu ku memukul kepala zombie di depanku. Dan tanpa ku sangka-sangka itu membuat zombie yang ku pukul, menjadi berjalan tak stabil dan menabrak temannya.
Maka ku ulangi pun hal yang sama selagi berlari dan menghindar.
Rasanya tak ada yang bisa menghentikan ku kali ini. Yangmana kaki ku pun terasa lebih ringan sekarang. Mungkin ini akibat memanggul tas berat selagi terus berjalan, sehingga sekarang kakiku menjadi ringan setelah kehilangan bebannya.
Aku mulai berpikir, bahwa semua kejahilan yang dilakukan Rita dan Joe mungkin memiliki faedah tersendiri untuk diriku. Yangmana sebenarnya mereka lakukan, agar aku mampu bertahan hidup di dunia penuh zombie ini, mengingat aku kehilangan sihirku.
Ah, ... rasanya aku sudah banyak bersalah pada mereka, dan aku harus benar-benar minta maaf. Meskipun hingga sekarang aku masih tak tahu harus minta maaf apa pada mereka. Mengingat semua yang mereka lakukan sebelumnya lebih terasa menyebalkan dari pada bermanfaat bagiku.
Terus berlari pun aku hingga akhirnya berhasil mencapai villa kayu kecil yang sempat kami gunakan bermalam.
Masuk aku sembari menutup pintu, yangmana ternyata hal itu cukup ampuh untuk menghalau zombie-zombie tak berakal tersebut. Yang hanya bisa mendorong, tanpa tahu bagaimana gagang pintu bekerja.
Dan belari pun aku menuju kamar dari villa ini dan dapur. Namun keduanya sudah tak ada disana. Bahkan, mungkin mereka tak mampir kesini sama sekali. Yangmana handuk merah berlumuran darah yang Rita tukar dengan ku tadi pagi. Masihlah ada di meja ruang tamu villa ini, tak bergerak sedikit pun.
Kalau begitu mereka pasti kembali kearah terowongan rahasia!
Maka bergegas pun aku keluar lewat pintu belakang, dan berusaha setenang mungkin lewat. Agar tak di sadari oleh para zombie yang masih berusaha masuk di pintu utama villa.
Hingga akhirnya aku sampai ujung dari pengejaranku ...
Tempat dimana sang zombie aneh yang masih menggigit batang pohon berada. Tempat dimana mulut dari lorong rahasia menuju desa Rita dan Joe yang telah kami tinggalkan tersebut berada.
Mengagetkan sebenarnya kalau melihat tempat ini bukan hanya tersembunyi bagi manusia, namun juga bagi zombie. Yangmana hal itu dibuktikan dengan tak adanya satupun zombie yang datang ke tempat ini, kecuali si zombie aneh yang menggigit kayu satu ini.
Namun bila mengingat bagaimana kami masih bersama pagi ini. Juga berbagai hal yang membuatku kenal dengan dua gadis itu meski dalam waktu yang masih singkat. Rasanya masih sulit kupercaya kalau mereka benar-benar meninggalkan ku dengan berjalan melalui lorong panjang ini.
Terarah pun pandangan ku ke dalam, sejenak nafasku terhenti mengingat betapa jauhnya perjalanan di lorong ini sebenarnya. Yangmana bila aku mengejar mereka ke dalam, itu juga berarti aku harus meninggalkan Syfteena dan mereka yang masih ku titipkan padanya di desa tersebut.
Namun kalau aku tak segera mengejar Rita dan Joe. Mungkin mereka tak akan pernah memaafkan ku lagi. Meskipun aku dapat mengejar mereka sampai ke rumah mereka, dan memohon mereka untuk kembali bersamaku dalam perjalanan panjang kami.
"Em ... ?"
Hangat air mata ku mengalir di pipi ...
Kenapa aku tiba-tiba menangis? ... Ini tak seperti aku kehilangan seseorang yang benar-benar berharga untuk ku, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnus Melawan Kiamat
HumorMagnus sang Artificial Arch-Mage dari dunia fantasi, terpaksa harus mentransfer dirinya menuju dunia asal sang gadis pahlawan yang ia panggil ke dunia fantasi. Hal itu dikarenakan, saat sang raja iblis dapat mereka kalahkan, tepat sebelum kematian s...