Di bawah rintiknya hujan, Yuan bertemu dengan seseorang yang membuat seluruh perhatiannya tertuju pada gadis itu. Tentang segala sendu dan pahitnya kehidupan di buana fana, mempersatukan mereka untuk bertahan dari ombak yang menerjang.
❝Titik sendu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Silvia berniat untuk belanja dan hunting makanan, ia berjalan kaki dari rumahnya menuju tempat-tempat yang ingin dikunjungi, hitung-hitung berolahraga. Kedua tangan gadis itu sudah dipenuhi oleh tas-tas belanja yang baru saja dibelinya.
Kafe bernama Boo Café itu selalu ramai akan pengunjung karena minuman dan makanan ringan yang mereka jual. Ada juga menu andalan mereka, yaitu berbagai macam roti.
Tanpa sengaja, netra Silvia menangkap sosok Yuan yang tengah melepas dasi sekolahnya. Aura Yuan yang terkesan serius namun keren di saat bersamaan, membuat kaum hawa terkagum dengan pesona yang dimiliki oleh laki-laki itu, tak terkecuali Silvia yang sedang menatap kagum ke arah temannya itu.
Senyum Silvia merekah, matanya terlihat berbinar ketika melihat wajah Yuan yang terpapar matahari sore hingga membuat kulit putih milik laki-laki itu semakin bersinar. Silvia merapikan rambutnya sebelum akhirnya melangkah cepat menghampiri satu-satunya laki-laki yang menurutnya memiliki senyuman paling menarik di seluruh dunia.
"Hai Yuan!" panggil Silvia dengan nada suara yang terkesan ceria. Panggilan dari gadis itu membuat Yuan menghentikan niatnya sementara untuk memasuki kafe.
"Hai," sapa Yuan.
"Lo mau beli sesuatu di kafe ini, ya?" tanya Silvia dengan mata yang celingukan menatap suasana di dalam kafe yang cukup ramai.
Yuan tidak menjawab. Laki-laki itu memilih bungkam karena tidak tahu harus menjawab pertanyaan itu dengan apa.
"Roti di sini enak-enak banget. Pertama kali gue makan roti dari kafe ini pas lagi ulang tahun yang ke sembilan. Gak taunya malah ketagihan." Silvia menyengir lucu. Ia menjelaskan tentang pengalamannya secara spontan, padahal Yuan tidak mengajukan pertanyaan tentang hal itu.
Yuan tersenyum tipis. "Lo harus beli yang banyak lain kali."
Silvia mengangguk bersemangat. "Iya! Gue harus beli banyak-banyak biar ada stok di rumah, jadinya kan gak perlu bolak-balik lagi." Gadis itu terkekeh.
Tiba-tiba saja raut wajah Silvia berubah. Wajah gadis itu berubah menjadi murung saat mengecek tas kecil yang dibawanya. Ternyata sisa uangnya tidak cukup banyak, ia tidak sadar sudah memakai banyak uang untuk membeli barang yang diinginkannya, ia juga lupa membawa E-money card.
"Kenapa?" tanya Yuan.
Bibir Silvia mengerucut karena saking kesalnya. "Uangnya habis," ucapnya.
Yuan tertawa kecil melihat ekspresi gadis di hadapannya itu. "Mau gue beliin?" tawarnya.
Silvia mengibaskan kedua tangannya di depan dada sebagai isyarat 'tidak'.
"Gak usah. Gue belinya besok aja pas bawa uang."
Yuan melirik sekilas ke orang yang sepertinya sedang memanggil namanya dari dalam kafe. Raut wajah orang yang memanggil Yuan benar-benar tidak normal, kulit wajahnya pucat pasi diikuti dengan guratan-guratan wajah yang terbentuk karena sedang menahan sesuatu yang ingin ke luar. Yuan yang melihatnya sampai kaget.