Bab 6 - Kakak, Gunay Baku Hantam Dengan Mirza

27 28 2
                                    

Mendengar perkataan menyakitkan barusan, Kanselir hanya membeku di tempat, tak berkutik, pandangannya kosong.

Mirza sudah pergi meninggalkannya beberapa menit yang lalu namun dia masih terpaku di tempatnya berdiri.

Ih, kasar banget, umpatnya dalam hati.

Jadinya, ia hanya bisa kembali ke kelas, dengan tampang bodo amat.

Tapi sebelum itu, dia menyempatkan diri ke kantin sebentar untuk membeli minuman favoritnya—susu kotak stroberi.

Namun, saat ia sampai di depan pintu kelas, ia melihat orang-orang yang sedang mengerumuni dua orang yang tengah adu fisik. Beberapa mencoba melerai sedangkan lainnya hanya menonton sambil berteriak-teriak tak jelas.

Kanselir mendekati dua orang yang sedang adu jotos itu. Melongo sambil menutup mulut bingung harus berbuat apa.

Gunay yang merasakan kehadiran Kanselir seketika menghentikan tinjunya yang sedikit lagi akan mencium pipi putih Mirza. Nafasnya tersengal-sengal.

Beberapa detik kemudian, ia pun beranjak pergi diikuti teman-temannya dari belakang.

Mirza yang ditinggal sendiri terdiam beberapa saat, lalu menatap Kanselir tajam. Mendengus kasar padanya kemudian memalingkan wajah dan kembali ke tempat duduknya.

Kanselir benar-benar bingung. Kenapa Mirza menatapnya sampai segitunya? Apa dia begitu tidak sukanya pada Kanselir? Dia memiliki masalah dengan Gunay tapi malah menatapnya penuh dendam, kenapa?

Tanpa Kanselir ketahui, saat ia berpapasan dengan Mirza dan mencoba mengajaknya berbicara, Gunay yang juga baru keluar dari toilet diam-diam mendengarkan perbincangan mereka.

Mendengar Mirza berbicara begitu kasar pada Kanselir membuat hati Gunay memanas. Ia langsung mengambil jalan lain dan menghadang Mirza di pintu kelas, setelahnya, bisa ditebak apa yang terjadi.

.

.

.

"Baris yang rapi! Eh itu sana jangan dempet-dempetan kalian ... nah iya gitu, sekarang semuanya duduk!"

Pak guru olahraga membawa para anak bebek tadi ke lapangan dan memerintahkan mereka semua untuk duduk. Duduk di tengah teriknya mentari di siang hari. Sebenarnya belum terlalu siang, tapi panasnya cuaca betul-betul menyengat kali ini.

Wajah mereka semua mulai masam, kulit putih Gunay memerah akibat terkena sinar ultraviolet yang langsung menembus lapisan terdalam kulitnya.

"Jangan coba-coba buat kabur, kalian tahu kan kalau bapak punya indra keenam? Bapak akan langsung tahu kalau ada di antara kalian yang bertingkah. Nah, bapak tinggal dulu, semoga kulit kalian semakin eksotis."

Pak guru itu melangkah pergi begitu saja meninggalkan mereka semua.

Tentu saja seantero sekolah sudah mendengar rumor mengenai Pak Guru Olahraga yang punya indra keenam itu. Rumor tersebut sudah seperti hal wajib yang harus disampaikan secara turun temurun pada setiap angkatan.

Kakak-kakak kelas mereka terdahulu seringkali kehilangan barang-barang mereka ketika berada di sekolah, saat mereka mengadukan kehilangan mereka itu pada pak guru ilahraga, tak sampai sejam kemudian barang yang hilang itu sudah berada di genggaman sang guru. Hal itulah yang Gunay dengar dari Dimas yang mana Dimas juga mendengarnya dari abang asuhnya.

Hukuman mereka kali ini hanya disuruh duduk bersila di tengah lapangan, tanpa embel-embel menghormat bendera atau mengangkat sebelah kaki sambil memegang kuping atau semacamnya. Tidak, mereka hanya diperintahkan untuk duduk manis sambil menjadi bahan tontonan setiap guru dan murid yang lewat.

Gunay and His Broken Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang