Bab 18 - Kakak, Mirza Ternyata Baik

11 8 1
                                    

"Beberapa tanaman herbal yang gue kumpulin tadi ada yang berfungsi menghentikan pendarahan dan mencegah infeksi."

Mulut Dimas hanya menganga sedikit setelah mendengar penuturan Mirza. Ia benar-benar tak menyangka manusia es ini ternyata punya kepedulian yang cukup besar juga.

Tepat di depannya, Mirza mulai menggiling beberapa tanaman dari kantung itu.

"Semoga Gunay udah sempet keluar sebelum gempa tadi." Dimas berbicara lirih dengan pandangan kosong.

Mirza tak menanggapinya, ia hanya terus menggiling sampai tanaman itu dirasa cukup halus. Setelah itu, Mirza tiba-tiba berdiri dan membuka pakaiannya sendiri.

"Mau apa lo sekarang?" tanya Dimas panik, wajahnya seketika pucat.

Pakaian luarnya sudah ia lucuti sendiri, dan masih ada kaus putih tipis yang menutupi tubuhnya. Namun kaus putih itupun segera ia lucuti juga.

Ia pun mengoyak kaus putih itu menjadi potongan kecil dan panjang. Barulah kemudian ia memakai kembali pakaian luarnya.

Tanaman herbal yang sudah ia haluskan itu ia taruh tepat di atas kain putih itu. Kemudian mendekat ke Dimas dan melilitkannya di kaki Dimas yang terluka.

Setelah merasa ikatannya sudah cukup erat, Mirza pun beranjak agak jauh dan duduk.

"Kenapa lo lakuin ini?"

Sedari tadi Dimas hanya melongo keheranan melihat perlakuan baik Mirza, seketika perasaan bersalah timbul dalam benaknya.

"Karena lo temen gue."

Temen? Padahal selama ini gue gak pernah sedikit pun nganggap lo temen gue.

Perasaan Dimas justru malah bertambah tidak enak setelah mendengar jawaban itu.

"Maafin gue." Dimas berucap lirih.

"Hm?"

"Maaf kalo selama ini gue memperlakukan lo gak seperti selayaknya seorang teman."

"Hmm." Mirza hanya menggumam rendah. Dan atmosfer hening pun muncul lagi di antara mereka.

.

.

.

Gunay berjalan tertatih-tatih dengan Mingyan di punggungnya.

Sahrul sudah berlari jauh lebih dulu di depan mereka. Seolah ingin menghindari interaksi dengan Gunay.

Akhirnya Sahrul lebih dulu sampai di tempat peristirahatan yang sudah ditentukan oleh Pak Agus. Tempat mereka semua seharusnya berkumpul.

Tampak semua murid satu kelas itu sudah berkumpul di tempat itu, wajah mereka semua terlihat pucat, mungkin karena efek gempa barusan. Hal ini sudah di luar perkiraan.

"Sahrul?" Pak Agus terlihat panik dan langsung berlari mendekat ke Sahrul. Wajahnya tampak cemas dikarenakan melihat penampilan Sahrul yang berantakan.

"Apa yang terjadi?"

Sahrul berhenti, ia membungkuk memegangi kedua lututnya dengan napas yang masih tak beraturan.

Sesaat kemudian, pandangan Pak Agus kini beralih ke seseorang di belakang Sahrul yang melangkah berat dengan seorang gadis di punggungnya.

"Gunay?"

Mata Kanselir langsung membulat melihat kehadiran orang itu, hampir saja ia akan berlari mendekati pemuda itu, namun seketika terhenti, karena merasa tindakannya kurang pantas.

Niat Kanselir malah didahului Pak Agus, dia mendekat lalu meraih gadis yang tak sadarkan diri di punggung Gunay itu dan menggendongnya, kemudian membawa ke tempat peristirahatan lalu membaringkannya.

Gunay and His Broken Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang