Bab 28 - Kakak, Bu Nova Menuduh Gunay

12 5 9
                                    


Netranya menangkap seseorang yang sedang menuangkan sebotol cairan bening ke tas Gunay, ekspresinya sangat menyeramkan.

Mingyan langsung mengeluarkan ponselnya dan merekam adegan tak biasa itu diam-diam.

Saat orang tersebut selesai dengan aksinya, Mingyan mundur tanpa suara. Bersembunyi di sudut lain menunggu orang tersebut keluar dari dalam kelas.

Perasaan Mingyan semakin was-was menyadari langkah yang semakin dekat ke arahnya, Di antara lekukan dinding, Ia pun semakin menekan tubuhnya menyejajarkan dengan dinding untuk menyamarkan keberadaannya.

Mingyan melihat dengan jelas orang tersebut membuang botol di genggamannya dengan kasar ke tempat sampah saat ia berjalan keluar.

Setelah memastikan orang tersebut sudah benar-benar pergi jauh, Mingyan keluar dari persembunyiannya dan mendekat ke tempat sampah tempat orang tadi membuang botol yang mencurigakan itu.

Tangannya masuk ke tempat sampah meraih ujung botol tersebut dengan ekspresi jijik, diambilnya tisu dari saku roknya lalu mengusap botol tersebut hingga benar-benar bersih agar bisa ia pegang dengan benar.

Saat mengusap botol tersebut, dia pun membaca tulisan yang tertera di botol itu, 'spiritus'. Mata Mingyan seketika membulat lebar dan langsung melempar kembali botol tersebut ke tempat sampah begitu saja.

Dia ... dia nyiram tas Gunay pake metanol? Ada dendam apa sih tuh anak sama Gunay? batin Mingyan tak habis pikir.

Dia mencoba tak peduli, namun tetap saja, berbagai prasangka timbul dalam pikirannya. Setelah cukup lama tenggelam dalam lamunan, barulah ia masuk ke kelas dan merilekskan kakinya yang sedari tadi ia paksa berjalan.

.

.

.

Setelah jam pelajaran olahraga berakhir, murid-murid yang baru saja berganti pakaian memasuki kelas satu-persatu.

Saat sebagian murid-murid itu masih mempersiapkan buku-buku mereka untuk pelajaran selanjutnya, seorang guru perempuan tiba-tiba masuk ke kelas dengan ekspresi marah sambil bertanya, "Di mana Gunay?!"

Semua murid menatapnya takut, dan tak ada satupun yang menjawab.

Guru galak yang tak lain adalah Bu Nova itu bertanya sekali lagi dengan nada yang semakin meninggi, "Mana Gunay?!"

Orang yang ia cari-cari seketika muncul dari arah belakangnya.

Gunay dan Dimas yang baru saja selesai berganti pakaian begitu terkejut dengan kehadiran Bu Nova yang menatap tajam ke arah mereka.

"Ada apa ya, Bu?" tanya Gunay mencoba bersikap tenang.

"Kemari kamu!!" titah Bu Nova memaksa.

Gunay berjalan mendekat ke arahnya dengan patuh.

"Kamu kan yang sudah mengambil spiritus dari dalam lab?!! Di mana kamu menyimpannya, hah?"

Tuduhan tak masuk akal itu langsung membuat Gunay mengerutkan dahinya. Buat apa dia mengambil hal-hal semacam itu? Dia bahkan tidak ingat, spiritus itu yang mana?

"Kau mau mengambilnya untuk mencampurkannya ke dalam alkohol lalu meminumnya, kan? Atau ... kau mau membakar sekolah ini? Berandal sepertimu memang tak bisa dipercaya!!"

Alkohol? Meminum? Apa yang sedang dibicarakan guru galak ini? Gunay bahkan tak tahu apa yang terjadi jika spiritus dan alkohol dicampurkan?

Gunay bahkan belum sempat mengucapkan apapun untuk pembelaan diri saat Bu Nova berkata lagi, "Di mana kamu menyimpannya? Pasti di tasmu, kan?"

Bu Nova langsung melangkahkan kakinya menuju ke tempat duduk Gunay lalu meraih tas miliknya.

Saat tangannya sedang mencoba membuka kancing tas yang paling besar, hidungnya mencium sesuatu yang tak asing.

"Ini ... ini kan bau spiritus?"
Keyakinan Bu Nova semakin meningkat membuatnya semakin bersemangat mengacak-acak tas Gunay.

Gunay berlari menuju Bu Nova mencoba memastikan yang dikatakan guru itu.

"Tapi ini ... ini kan bau tinner, Bu?"

"Memang kelihatan sekali kalau kau tak pernah memperhatikan pelajaran saya! Bau spiritus memang seperti tinner!"

"Tapi ... bagaimana bisa? Saya ... saya tak pernah mengambil benda semacam itu dari lab, Bu."

Bu Nova melemparkan tas Gunay dengan kasar saat ia tak menemukan benda yang ia cari.

"Kau masih berusaha mengelak?! Katakan, di mana kau menyembunyikannya? Di tasmu tidak ada!"

"Bagaimana saya memberitahu di mana saya menyembunyikannya kalau saya sendiri tak pernah mengambilnya?!!" sanggah Gunay dengan nada yang cukup tinggi membalas perkataan guru yang tak punya belas kasih tersebut.

"Tak usah berbohong! Ikut saya ke BK sekarang juga!" titahnya sambil berjalan cepat meninggalkan Gunay yang masih terpaku.

Kenapa saat ia bilang tidak, Bu Nova selalu menganggap itu sebuah kebohongan jika ia yang mengucapkannya?

"Sebentar, Bu!"

Seorang gadis dengan kuncir kuda berlari tergopoh-gopoh ke arah Bu Nova.

"Ada apa?" tanyanya dengan tatapan dingin ke gadis itu.

"Saya tahu pelakunya, Bu! Saya tahu siapa yang mencuri spiritus itu!"

"Saya juga tahu, Gunay kan?"

"Bu-bukan, Bu. Ini ... lihat video ini." Mingyan memberikan ponselnya dan menekankan tombol play pada video yang ingin ia tunjukkan.

Video yang kurang dari satu menit itu seketika membuat raut wajah Bu Nova semakin mengerikan saja.

"Kenapa baru kau beritahu sekarang?!"

"Sa-saya takut menyela ucapan Ibu, jadinya ... saya tunggu sampai keadaannya benar-benar memungkinkan untuk saya memberitahunya, Bu."

Bu Nova menggertakkan gigi-giginya, bola matanya langsung menyusuri penjuru kelas mencari keberadaan seseorang.

"Sahrul!!!" teriaknya sangat keras pada Sahrul yang duduk di sudut lain kelas. Wajah pemuda itu sudah pucat sedari tadi, sejak Mingyan menghentikan guru itu, Sahrul bahkan tak dapat lagi mengendalikan keringat dinginnya yang mengucur deras.

Cewek sialan ini ... liat aja lo nanti, cewek b*ngsat! umpat Sahrul dalam hatinya. Merasa dendam pada Gadis bermulut ember tersebut.

"Ikut saya ke ruang BK sekarang!"
Bu Nova pergi mendahuluinya, lalu tak sengaja berpapasan dengan wali kelas mereka ketika di ambang pintu, Bu Dian—yang saat itu ingin masuk ke dalam kelas.

"Ada apa ini Bu?" tanya Bu Dian lembut, sangat kontras sekali dengan Guru lain di hadapannya yang bermulut kasar.

Bu Nova pun menceritakan asal muasal perkara hingga dia datang ke kelas yang bukan jam-nya. Bu Dian pun mengangguk paham.

"Jadi, saya ingin membawa murid Ibu bernama Sahrul, tolong berikan izin."

Bu Dian hanya mengangguk pelan sambil tersenyum.

Sahrul beranjak dari duduknya, tangannya mengepal erat saat menyadari orang-orang di kelasnya yang menatapnya dengan tatapan mencela.

Bu Dian pun turut menatapnya sendu, mendecak sambil menggelengkan kepalanya lemah tak habis pikir dengan perbuatan muridnya itu.

Dalam hati, Sahrul semakin mengutuk gadis tak tahu diri yang sudah membuatnya menjadi seperti ini, dia sudah memikirkan banyak hal untuk membalas gadis sialan itu.

Terakhir, dia menatap Gunay.

Gunay dan Dimas saat itu pun sama-sama sedang memandangnya. Wajah Dimas jelas terlihat sangat kesal. Seolah memunculkan persaingan pada Sahrul. Dia tidak menyangka, ternyata pemuda itu selama ini diam-diam memendam kebencian pada sahabatnya.

Sementara Gunay, alisnya bertaut bingung. Tidak mau berburuk sangka, dia menatap Sahrul seolah-olah meminta penjelasan. Sahrul yang menatap balik dirinya hanya mendengus, kemudian pergi mengikuti Bu Nova.

Gunay and His Broken Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang