Bab 29 - Kakak, Mingyan Terjatuh di Tangga

7 5 12
                                    

"Bisa kau ceritakan kenapa kau melakukan hal itu, Sahrul?"
tanya Pak Wawan selaku guru BK.
Mereka duduk berdua saling berhadapan, sedangkan Bu Nova berdiri melipat tangannya di samping Sahrul.

Sahrul diam, kepalanya tertunduk.

"Kau ini bisu atau bagaimana? Cepat jawab!" sentak Bu Nova memaksa, ia sudah sangat jenuh hanya untuk menanti pemuda itu untuk mengeluarkan sepatah kata.

Seolah tak mendengar apa-apa, tubuh Sahrul bahkan tak bergerak sesenti pun.

"Hahhh ...." Kali ini Bu Nova sudah benar-benar muak. "Tolong langsung saja berikan hukuman yang setimpal pada anak ini, Pak! Tak usah bertanya-tanya lagi, bisa-bisa kita darah tinggi dibuatnya. Saya pergi dulu, saya ada kelas," ucap Bu Nova sembari melenggang pergi.

"Hmm ... kau ingin diberi hukuman apa, Sahrul?" Pak Wawan mencoba menanyakan pertanyaan lain.

Sahrul masih saja diam. Kepala Pak Wawan seketika menjadi panas, seolah seluruh darahnya berdesir dan berkumpul pada satu titik. Benar kata Bu Nova, bertanya pada anak ini cuma bikin darah tinggi aja, sesal Pak Wawan dalam hati.

"Baiklah, kamu saya skors selama tiga hari. Dan selama itu pula kamu dilarang berkeliaran di sekitar lingkungan sekolah tanpa alasan apapun. Jangan kamu ulangi lagi, kembali ke kelas sana!" ucap Pak Wawan memberi keputusan terakhir.

Akhirnya ada pergerakan dari orang di hadapannya, Sahrul mengangkat kepalanya perlahan lalu mengangguk.

"Saya permisi," pamitnya kala kakinya hendak melangkah pergi.

Sahrul berjalan dengan hening menyusuri lorong sepi di lantai tiga ini, sepertinya memang selalu seperti ini, lantai tiga di sudut ini hanya diperuntukan ruangan tertentu saja. Sedangkan ruang kelas berada di bagian lain.

Tepat di pembelokan menuju ke lantai dua, mata Sahrul menangkap seorang gadis berkuncir kuda yang sedang memegangi sebuah map merah. Sepertinya ia hendak mengantarkan tugas laporannya ke ruang guru yang memang ada di lantai tiga.

Jantung Mingyan berdegup sangat kencang saat ia mengangkat kepalanya dan mendapati Sahrul yang sedang melipat kedua tangannya sembari menatapnya tajam penuh dendam.

"Udah puas cari mukanya hm, cewek mulut ember?!"

"Ma-maksud lo apa?" tanya Mingyan takut-takut. Matanya menyapu seluruh penjuru tangga. Namun tak ada seorangpun di sini. Padahal sekarang adalah jam istirahat makan siang, bagaimana bisa tidak ada orang?

Sahrul tertawa remeh, "Waktu ngelaporin gue gaya lo seolah-olah udah jadi pahlawan yang tak kenal takut, sekarang kenapa muka lo pucat gitu? Takut gue balas, hm?"

Wajah Sahrul saat ini benar-benar menyeramkan, aura yang keluar dari sekitarnya membuat gadis itu gemetar ketakutan. Padahal mereka sering berpapasan, mereka bahkan satu kelas, kenapa kali ini rasanya berbeda sekali?

Seolah sedang berhadapan dengan seorang pembunuh berantai, Mingyan dengan hati-hati memundurkan kakinya untuk menuruni tangga dengan perlahan kala menyadari Sahrul yang semakin mendekatkan tubuhnya ke arah dirinya.

"Kenapa? Lo takut sama gue? Gue gak bakalan ngapa-ngapain lo, kok," ucapnya dengan santai, namun langkahnya tetap saja semakin maju memojokkan gadis itu.

Sahrul hanya berniat untuk menakut-nakuti Mingyan, sebenarnya dia tak ada masalah dengan hukuman yang di dapatnya. Hanya dengan melihat wajah ketakutan Mingyan rasanya sudah cukup untuk melampiaskan rasa kesalnya pada gadis itu. Entah kenapa, saat melihat wajah ketakutan seseorang, ada rasa senang yang tak tergambarkan dalam benaknya.

Kurang dari sepuluh senti lagi wajahnya akan bersentuhan dengan wajah ketakutan Mingyan.

Namun, saat Mingyan berusaha menurunkan kaki kirinya perlahan mencapai anak tangga di bawah, tubuhnya tiba-tiba hilang keseimbangan!

Gunay and His Broken Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang