Bab 39- Kakak, Terima Kasih

7 0 0
                                    

"Sayang, kenapa lama sekali?"
tanya Kanselir dalam bahasa Turki pada pria muda itu ketika sampai di hadapannya.

Sayang? Seolah guntur memecah di langit-langit. Kaki Gunay langsung lemas mendengar panggilan itu. Tidak hanya Gunay, Yumna dan Dimas pun terkejut.

Yumna langsung bertanya padanya, "Kansel, cowok ini siapa?"

"Tunangannya Kanselir." Yang menjawab adalah ibunya Kanselir. "Dua minggu lagi pernikahan mereka akan dilangsungkan. Kalian datang ya?"

"Tapi Tante ... Kenapa Yumna gak pernah dikasih tau?"

"Dia emang sengaja mau ngasih kejutan buat kamu. Dia tahu, kamu juga punya kejutan kan buat dia?"

Yumna dan Dimas saling menatap.

Kanselir tertawa kecil. "Aku tahu kok, Na. Kamu sama Dimas udah lama menjalin hubungan, kan? Tau gak, aku kesel banget kamu gak pernah ngasih tau aku."

"Tapi Kansel ...." Yumna berbalik, menatap ke arah Gunay tidak tega.

Melihat semua pandangan kini tertuju ke arahnya. Gunay langsung membungkuk. "Maaf, saya pergi dulu."

Pemuda itu pun pergi dengan langkah yang cepat.

Pikiran Gunay begitu campur aduk, hatinya hancur. Saat ini, dia hanya bisa memeluk erat keponakan yang tertidur di pelukannya.

Tanpa memedulikan apapun, Gunay benar-benar langsung pulang ke rumahnya. Rayhan dia letakkan di atas tempat tidurnya, sementara dia duduk di atas meja belajarnya dan meraih foto yang setiap hari dia pandangi selama lima tahun itu.

Gunay menatap dengan pilu senyum kakaknya dalam foto, sementara jempol tangannya menutupi wajah perempuan yang lain.

Dia mendesah sedih, "Kak... Gunay pengen peluk kakak...."

Setetes air jatuh membasahi wajah perempuan di dalam foto. Seolah itu adalah air mata miliknya yang ia sembunyikan dalam senyum cantiknya.

"Kanselir udah punya orang lain, Kak. Cinta pertama Gunay udah nemuin cintanya."

Betapa sedih memikirkan dua perempuan dalam foto ini yang menjadi alasan kebahagiaannya benar-benar telah meninggalkan dia.

Gunay terus menangis dan menangis, ingusnya sudah membasahi separuh lengan bajunya. Sampai akhirnya ia lelah, dan tertidur di atas meja tempat foto itu dipajang.

Sekelebat bayangan putih membelai lembut wajah Gunay. Ia merasa silau ketika perlahan membuka kedua matanya.

"Kakak?"

Gunay agak tidak percaya, dia terus menggosok-gosok matanya untuk memastikan.

"Beneran kakak?"

Tepat di sebelahnya telah berdiri seorang wanita yang mengenakan gaun serba putih. rambut panjangnya terurai dan senyuman menenangkan tergambar di wajahnya yang lembut.

Gunay memeluk wanita itu. "Gunay kangen, Kak. Jangan pergi lagi ya!"

"Gunay...." Tangan wanita itu membelai rambut belakang Gunay. Dia berbisik lembut di telinga pemuda itu.

"Adikku yang nakal, tidak semua yang kita sukai harus kita miliki. Kalau dia sudah milik orang lain, ya sudah. berarti dia bukan takdirnya Gunay."

Mendengar itu Gunay semakin terisak.

Wanita itu pun melanjutkan, "Besok pagi, pergilah ke kantin fakultasmu."

"Kantin fakultas? Buat apa kak?" tanya Gunay bingung.

"Dia adalah gadis yang cocok untukmu."

Gunay semakin bingung, "Apa maksudnya kak?"

Ia ingin bertanya lebih jauh lagi tapi sosok di hadapannya ia sadari kian memudar.

"Kakak pergi, ya. Jaga dirimu dan Rayhan baik-baik."

"KAK!! KAKAK!!!"

Gunay terbangun dari tidurnya. Gaya tidurnya yang dari tadi miring di atas meja membuat lehernya sakit. Dia menghela napas, ternyata barusan hanya mimpi, pikirnya.

Tapi perkataan kakaknya dalam mimpi itu masih bisa dia ingat dengan jelas. Dia disuruh untuk datang ke kantin fakultas besok pagi? Buat apa?

.
.
.

Seperti hari-hari biasa yang selalu ia lakukan. Gunay berangkat ke kampusnya setelah mengantarkan keponakannya Rayhan ke sekolah.
Gunay teringat soal mimpinya semalam tentang kakaknya yang menyuruhnya untuk datang ke kantin fakultas hari ini.

Gunay yang kini sedang berjalan menuju kantin berpikir, sebenarnya tanpa kakaknya suruh pun, Gunay dan teman-temannya memang akan selalu berkumpul di kantin setiap pagi. Tapi, apa yang berbeda dengan hari ini?

Langkahnya terus menyusuri taman untuk mencapai kantin yang sudah tampak di depan mata.  Dari kejauhan dia sudah dapat melihat ketiga orang temannya yang menunggunya sambil melambaikan tangan ke arahnya.

Dua temannya yang lain itu sudah berbaikan dengannya sejak Dimas menceritakan kisah hidupnya pada mereka. Kini mereka mengerti, alasan mengapa seorang Gunay yang dulunya berandalan manja kini jadi pemuda berhati dingin dan penuh emosi.

Gunay begitu terfokus pada mereka sampai tidak memerhatikan jalannya dan...

Bugh!

Buku-buku yang dipegang oleh seorang gadis terlepas dari genggaman dan berjatuhan di tanah.

Gunay tersadar dan melihat wajah gadis anggun berjilbab panjang itu terlihat kerepotan mengumpulkan buku-bukunya.

Seperti tidak asing.

Oh! Dia ini adalah gadis yang Gunay sangka Kanselir minggu lalu karena tampilan belakangnya yang sangat mirip.

Gunay pun teringat lagi pada mimpinya. Apa untuk pertemuan ini kakaknya meminta dia untuk datang ke kantin hari ini? Apakah gadis ini jodohnya? Mungkinkah?

Pemuda itu begitu kegirangan dengan khayalannya sampai tidak sadar gadis itu kini memandangnya dengan tatapan kesal.

"Udah nabrak, bukannya minta maaf malah senyum-senyum ga jelas!" ucapnya sambil menghentakkan kakinya dengan marah dan meninggalkan Gunay.

Pemuda itu langsung tersadar dan menyadari bahwa gadis itu telah meninggalkannya beberapa langkah.

Gunay pun langsung mengejar dan berteriak, "Eh bentar, gue mau kenalan dong!!"

Teman-temannya yang sedari tadi menonton dari meja kantin, kini ikut mengejar Gunay yang mengejar gadis itu.

○○○

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gunay and His Broken Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang