Extra Part - #WHY ?

217 50 18
                                    

Melihat Kai masuk rumah sakit adalah mimpi buruk buat Alvaro. Pasalnya, baru juga keluar beberapa minggu lalu, eh masuk lagi. Emang nggak ada kapok-kapoknya ini anak.

Alvaro setengah berlari memasuki koridor rumah sakit. Persetan saja dengan penampilan berantakan. Di depan sebuah ruangan, seorang cewek menunggu dengan wajah sama kusutnya.

"Kak Var!"

Kayla memeluk Alvaro erat, menganggap cowok itu seperti kakaknya sendiri.

Mata Kayla sembab oleh air mata. Eyelinernya luntur karena cewek itu terus terisak. Alvaro jadi bingung harus bersikap seperti apa.

"Kai kenapa?"

"Kakak bunuh diri, Kak Var. Kakak bunuh diri dengan cara nyayat nadinya sendiri. Kamar penuh sama darah, aku takut."

"Kenapa dia bisa senekat itu, sih?"

"Nggak tahu ..." Bibir Kayla gemetar. Ia merasa takut. Takut jika Kai benar-benar pergi dari hidupnya.

Alvaro juga syok mendengar itu. Ia memilih duduk di ruang tunggu dan tak bisa berkata apa-apa. Cowok itu tak menyangka Kai bisa mengambil keputusan sebesar itu. Sendirian.

Awas saja jika dia bangun. Akan Alvaro marahi cowok itu nanti.

Tapi masalahnya, Kai akan bangun atau tidak?

Hanya Dewa yang tau akhirnya.

Alvaro mencoba menenangkan Kayla yang dari tadi mondar mandir. Ia meminta Kayla duduk tenang. "Jangan nangis. Kai pernah bilang, kalau kau nangis maka uang sakumu nggak akan dikasih."

Kayla menyeka ingus yang keluar dari hidung. Nggak jadi nangis. "Apa Kakak bakal sembuh?"

"Aku bukan Tuhan. Aku gatau."

Alvaro hanya diam. Dalam hati, cowok itu juga sama-sama panik. Ia juga kalut, cemas dan menyesal. Tapi, cowok itu harus tegar.

"Kau udah telpon Bu Laras?"

"Belum, sih. Nggak kepikiran." Kayla mengambil iphone 13-nya dan menghubungi mamanya. Cewek itu meloudspeaker suaranya agar Alvaro bisa mendengar. "Ma? Halo?"

"Ya, kenapa Kayla? Jangan lama-lama. Mama sibuk."

"Ma, bisa jenguk Kakak? Kak Kai masuk rumah sakit, dia--"

"Jenguk? Kau pikir Mama ini ibu rumah tangga yang nggak punya kerjaan? Mama nggak bisa ninggalin pekerjaan gitu aja."

"Tapi, Ma ..." Kayla memelas, suaranya melirih setengah memohon.

"Emang dia kenapa? Kecelakaan lagi? Motornya gapapa, kan?"

"Kok tanya motor, sih? Dia kritis, loh. Mama nggak peduli?"

"Masalah biaya Mama yang urus. Kalo nggak ada urusan lain, Mama tutup telpon. Ada urusan dengan investor yang jauh lebih penting dari ini."

"Ma."

"Ya?"

"Apa kemarin Mama bilang sesuatu yang bikin Kak Kai sedih?"

"Mama cuma bilang kalau dia mati, beban keluarga ilang satu dan Mama bakal bahagia. Itu doang, kok."

"Bisa-bisanya Mama bilang gitu?" Kayla kelihatan tidak habis thinking.

"Dih, baperan."

"Ma!" Kayla sedikit membentak karena kesal. "Dia masih anak Mama, loh? Anak laki-laki satu-satunya! Kalo dia mati, Mama akan nyesel-- loh?"

Tut. Tut. Tut.

Pacar Unfaedah 2 (SUDAH TERBIT ✅) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang