|Medicine|
Macaronia, gadis itu sangat sulit digambarkan dengan banyak kalimat, terlalu susah mencari kata-kata yang padu untuknya. Kalau mendeskripsikan Macaronia dengan 8 kata, mungkin aku bisa menjawabnya. Macaronia dalam 8 kata: menarik, baik, penyayang, cantik, perfeksionis, anggun, mandiri, ceria.
Katakanlah aku terlalu berlebihan, tapi memang itu kenyataannya.
Kalau boleh jujur aku suka iri dengannya, kenapa Macaronia tidak diberi cela sedikitpun dan tampak sempurna? Tapi aku menyadari lagi, Macaronia hanya seorang manusia yang mustahil atau bahkan jauh dari sempurna. Ternyata, banyak luka yang terkubur dalam-dalam dari sosoknya. Ini tentang Macaronia yang sosoknya tak pernah jauh-jauh dari obat dan penyakit. Dengan sekuat tenaga, ia tampak tenang menangani rasa sakitnya sendiri tanpa mau berbagi perit ke orang lain, termasuk aku.
Seperti sekarang, sudah terhitung mulai dari hari kemarin hingga hari ini Macaronia berada di rumahku dalam keadaan kurang sehat. Tante Auxilia dan Om Rafadhika--kedua orang tuanya--menitipkan Macaronia pada Mama, mungkin juga kepadaku. Keduanya sedang ada urusan mendadak yang tak bisa ditinggal katanya. Begitupun Bang Oga--Lovanoga, abang dari Macaronia--yang akhir-akhir ini super sibuk mengurusi skripsi dengan dosen pembimbingnya, membuat laki-laki berusia 21 tahun itu juga tak dapat menjaga adik perempuannya secara berkala.
"Fen."
"Hmm? Eh, kenapa bangun?" Refleks aku menahan tubuhnya saat ia mencoba mengubah posisi duduk di atas kasur.
"Perutku," katanya sedikit menggantung, ia juga terlihat menekan perutnya begitu kuat dengan raut wajah menahan rasa sakit.
"Sayang, kenapa?"
Macaronia langsung memicingkan mata begitu mendengar panggilan itu. Aku tersadar dan seketika terkekeh. Aku tahu betul kalau sejak awal berpacaran dengan Macaronia, gadis ini tidak pernah mau dipanggil dengan panggilan seperti itu. Alay katanya. Aku yang tahu saat itu langsung menjadikan ini kesempatan untuk terus menggoda Macaronia di kala merajuk.
"Iya iyaa, kenapa, Oni?"
Ia beralih meremas lenganku. "Perutku sakit banget, Fen. Pagi ini aku udah 2 kali bolak-balik toilet masa!"
"Diare?"
Ia hanya mengangguk malu saat mengakuinya, menutup rona pipinya yang bersemu di balik bantal yang ia pangku. Aku meletakkan punggung tangan ke dahinya, suhu tubuhnya mulai normal dibandingkan kemarin. Dapat dibilang kalau hari kemarin adalah hari yang paling membuatku super khawatir dengannya. Macaronia demam dan berkali-kali muntah, setiap kuajak untuk periksa ke dokter ia bersikeras untuk menolak mentah-mentah. Dengan beralasan kalau tiduran dan minum obat yang disediakan Mama secara rutin ia akan cepat pulih. Aku tak mau memaksa, Macaronia tak jadi periksa ke rumah sakit dan seharian kemarin dia selalu memintaku untuk ada di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
O₂ [FIN]
Fanfiction[side story CdM series] - fluff; delighted romance; interfaith love (Fenly's POV) Ini Fenly sebelum, saat, dan setelah bertemu Macaronia. *** Tersisip sepucuk surat di atas meja. Dari Fenly, untuk kamu katanya. Kalau oksigen adalah unsur yang dapat...