|National Library|
Tahun 2017.
Tahun di mana aku pertama kali berkenalan dengannya. Setelah berhasil mengisi formulir dan mendaftarkan diri, kuberanjak ke arah rak-rak buku tinggi sambil mengedarkan pandangan untuk mencari judul buku yang kuinginkan. Biasa, tugas sekolah kali ini memaksaku agar mencari benda pustaka hingga ke perpustakaan nasional. Kata Bu Ambar, buku yang disarankan itu hanya terdapat di perpustakaan besar, atau setidaknya di toko buku mayor. Karena kurasa bukunya hanya akan bertahan sampai satu-dua hari alias dipakai sebentar, aku memutuskan untuk meminjamnya di sini daripada membeli buku baru.
Setelah mendapat buku, aku memutar tumit ke arah lorong buku rohani. Aku yang sibuk memeluk buku-buku ilmiah dengan tumpukan tinggi tidak sadar ada seseorang berjalan dari arah berlawanan. Dapat ditebak selanjutnya, aku dan dia bertabrakan dan saling jatuh terduduk. Buku-buku yang kubawa juga buku miliknya ikut tercecer berantakan di lantai.
"Sorry, gue agak nggak fokus," katanya kedengaran menyesal.
Aku hanya tersenyum tipis. "It's okay, harusnya gue juga yang minta maaf karena nggak bersuara pas ke sini."
Setelahnya, baik aku dan dia saling diam, menatap satu sama lain. Ada perasaan yang berbeda saat kami saling bertatapan seperti ini. Dan saat itu juga aku menyadari, ia perempuan yang kunanti. Setelah setahun lamanya, aku baru bertemu lagi dengan gadis ini? Waktu benar-benar mempermainkanku, pasti ia juga bekerjasama dengan semesta untuk menjalankan misi ini. Untuk kali ini, aku tak mau melewatkan kesempatan baik. Dengan malu-malu, kuulurkan tangan di hadapannya guna memperkenalkan diri.
"Fenly."
Perempuan di hadapanku tersenyum simpul lalu menjabat tanganku. "Gue Macaronia, bisa panggil Oni aja. Salam kenal, Fenly."
"Salam kenal juga, Oni."
Setelah berkenalan dan membereskan buku-buku yang bertempiar di lantai, kami berdua beriringan menuju kursi baca dan duduk berdampingan. Kami sama-sama fokus membaca. Tapi, di tengah aktivitas membaca, kulirik Macaronia yang tengah duduk di sampingku dengan senyuman tertahan. Kurasa, aku menyukai gadis ini untuk yang kedua kalinya. Terlihat dari buku yang dibaca, pasti ia memiliki pemikiran yang open-minded. Aku menyadari ini kala teringat di kafetaria waktu itu, ia menengadahkan tangan untuk berdoa, sedangkan buku yang ia pegang saat ini membahas tentang kepercayaan yang kuanut.
Selain itu, wajah cantik dan manisnya membuatku seketika terpukau. Ternyata masih ada gadis seperti dia yang rela menguras waktunya untuk menimba ilmu di perpustakaan? Biasanya, perempuan cantik seperti Macaronia ini identik dengan jalan-jalan di pusat perbelanjaan dan bersolek demi menampilkan kecantikannya. Tapi tidak dengan Macaronia, gadis ini hanya diriasi oleh pewarna bibir merah muda dan bedak tabur tipis, itu sudah memberikan kesan makna cantik yang sebenarnya. Aku, benar-benar menyukai Macaronia pada pandangan pertama.
Kubuka buku di tangan dengan perlahan, aku berdeham sambil menatapnya. Ya Tuhan! Dia terlalu peka! Buktinya ia langsung menatapku balik serta menaikkan satu alisnya berisyarat seakan mengerti maksudku.
"Boleh tukeran nomor hape? Gue mau berteman sama lo, kayaknya lo adalah orang yang asik."
Malu, Fenly! Malu!
Dengan santainya aku berucap seperti itu secara langsung? Aku terlalu nekat untuk ini. Tapi, kalau nggak begini sama saja aku menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini, 'kan?
"Boleh."
Tak butuh waktu lama, Macaronia mengangguk lalu menampilkan senyumnya yang tipis itu dan membuatku mau tak mau tertarik untuk ikut tersenyum juga. Apa-apaan ini? Senyum gadis ini memang punya medan magnet yang kuat!
Ia menerima ponsel yang kuserahkan dan jemarinya yang lentik mengetikkan deretan angka di sana lalu memilih opsi save sebagai akhir dari penyimpanan nomornya pada ponselku.
"Gue boleh chat lo kapan aja, kan? Nggak akan ganggu?" tanyaku sedikit malu.
Perempuan dengan sapaan Oni ini lagi dan lagi tersenyum. "Anytime, Fen."
Ya Tuhan! rasanya aku ingin terbang saja menuju angkasa! Suaranya yang lembut dan aura positifnya membuat siapa pun betah berlama-lama berbincang dengan perempuan bernama Macaronia ini. Sekarang kutahu, pesonanya memang sekuat itu.
Aku salah tingkah sendiri dan mengatur degupan jantung di dadaku yang sekarang lebih mirip seseorang yang sedang terserang palpitasi. Ayo, Fenly! Fokus! Aku sampai lupa kalau harus merangkum beberapa buku yang direkomendasikan Bu Ambar. Segera aku menyabet buku tulis dan pena, membaca dengan saksama, serta mencatat hal penting.
Sebenarnya aku sadar, aku 100% sadar kalau ia juga memandangiku diam-diam alih-alih membaca buku. Macaronia juga memerhatikanku sekarang. Dari ekor matanya, terlihat jelas kalau ia melihat gerak-gerikku dari jarak dekat dengan mengulum senyum. Ah, benar! Medan magnet yang berbeda memang saling tarik-menarik, 'kan?
Sejak saat itu, kusiratkan aku dan Oni resmi berteman.
[O₂ - 02; perpustakaan nasional]
KAMU SEDANG MEMBACA
O₂ [FIN]
Fanfiction[side story CdM series] - fluff; delighted romance; interfaith love (Fenly's POV) Ini Fenly sebelum, saat, dan setelah bertemu Macaronia. *** Tersisip sepucuk surat di atas meja. Dari Fenly, untuk kamu katanya. Kalau oksigen adalah unsur yang dapat...