|Street Food|
"Gimana? Enak nggak?"
Kuanggukkan kepala berkali-kali tanpa bersuara. Nasi goreng di tepi jalan ini memang enak tiada dua. Macaronia sangat jago dalam memahami cita rasa makanan. Sembari meneguk air mineral dari botol, Macaronia serius menatapku yang hampir menyelesaikan suapan makanan di piring. Katanya, nasi goreng gerobakan pinggir jalan ini adalah nasi goreng langganannya bersama sang kakak. Iya, Bang Lovanoga yang memperkenalkan tempat ini kepada Macaronia. Omong-omong soal Bang Lovanoga, ia adalah salah satu mahasiswa baru universitas negeri ternama di ibukota, lebih tepatnya pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Laki-laki itu hanya berjarak 2-3 tahun dengan sang adik, Macaronia. Tak heran kalau Macaronia selalu menceritakan hal-hal seru tentang kakak kandungnya.
"Lo sering ke sini?"
Macaronia mengiyakan, sedikit menggeser kursi plastik yang ia duduki lebih dekat denganku. "Sering banget! Bang Oga selalu ajak gue setiap pulang sekolah, kebetulan banget setahun yang lalu gue masih bisa ngerasain jajan bareng sama Bang Oga di sekitar sini."
Aku ikut tersenyum saat mendengar keantusiasannya bercerita. "Kenapa sekarang nggak bisa?"
"Yaelah, kan Bang Oga udah kuliah sekarang. Mana dia sekarang sok sibuk lagi, ngeselin!"
"Ya udah deh, sekarang gantian gue," ucapku sambil memajukan wajah tepat di hadapannya. Ia mengernyitkan dahi dengan memicingkan mata.
"Gantian apaan?"
"Gantian ...."
"Ih, Fenly! Jangan gantung ngomongnya!" rengeknya kesal, refleks ia memukul-mukul lenganku sambil sesekali bergelayut manja di sana. Astaga, dia bisa semanja ini kalau penasaran!
Aku terkekeh melihat ekspresinya. "Ih, ini mau ngomong, astaga!"
"Gantian apa?" todongnya lagi sambil menajamkan mata. Lucu.
"Gantian buat jadi temen jajan lo."
"Ih, kalau itu Mama Papa juga bisa temenin gue jajan," dengkusnya pelan. Dari ekspresinya, tersirat kalau ia tak suka dengan jawaban yang kuberikan. Entah kenapa dia selalu memasang wajah gemas setiap saat seperti ini.
"Emangnya dibolehin jajan sembarangan?" Aku menyindir telak, ia kembali berdecak kesal sambil mendorong tubuhku agar menjauh.
"Ih, rese!"
"Emangnya boleh?" godaku lagi sambil memainkan alis. Ia berdecak kesal lalu duduk memunggungiku. Aku tak tahan, tawaku meledak melihatnya seperti ini.
"Gatau, ah! Gue ngambek sama lo!"
"Oni ...."
"..."
"Oni, ada apaan tuh di sana?" Aku menunjuk ke arah Barat sekilas, ada satu gerobak makanan yang menarik perhatianku karena warnanya yang cerah.
"Demi apa pun gue enggak peduli, Fen," katanya ketus, masih tak mau berbalik badan sekadar untuk menengok. Oh, lucunya! Dia benar-benar marah karena hal sepele tadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
O₂ [FIN]
Fanfiction[side story CdM series] - fluff; delighted romance; interfaith love (Fenly's POV) Ini Fenly sebelum, saat, dan setelah bertemu Macaronia. *** Tersisip sepucuk surat di atas meja. Dari Fenly, untuk kamu katanya. Kalau oksigen adalah unsur yang dapat...